Magelang Gunakan Tes Cepat Antigen untuk Lacak Kasus Covid-19
Pelacakan kasus positif Covid-19 dilakukan dengan menggunakan tes cepat antigen. Upaya dilakukan karena hasil tes usap lama diterima pasien sehingga kurang efektif dalam mencegah penularan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Asisten I Kabupaten Magelang Nanda Cahyadi Pribadi
MAGELANG, KOMPAS — Selama masa pemberlakuan pambatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat, Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menggencarkan pelacakan kasus Covid-19 dengan mengubah metode deteksi. Jika sebelumnya mengandalkan tes usap (polimerase chain reaction), maka saat ini, pelacakan dilakukan dengan metode tes cepat antigen.
Juru Bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Magelang, Nanda Cahyadi Pribadi, mengatakan, metode tes usap dianggap kurang efektif dipakai karena hasil tes baru bisa didapatkan setelah menunggu dalam jangka waktu lama.
”Upaya melacak dan mencegah terjadinya penularan justru kurang bisa berlangsung optimal karena dalam masa menunggu hasil tes usap tersebut, justru rentan terjadi penularan ke lebih banyak orang lagi,” ujarnya, Kamis (8/7/2021).
Hasil tes usap dari sejumlah laboratorium, seperti di Salatiga dan Solo, biasanya baru akan bisa diperoleh setelah jangka 7-10 hari setelah pengambilan sampel. Karena tidak sabar menunggu kejelasan status penyakitnya, warga, terutama mereka yang tidak bergejala, menjadi tidak sabar, beaktivitas dengan mengabaikan protokol kesehatan sehingga justru memicu terjadinya sumber-sumber penularan baru.
Warga mengikuti tes antigen di SD Negeri Larangan Selatan 3, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang Banten, Kamis (8/7/2021). Tes antigen bagi warga di Kelurahan Gaga dan Kelurahan Larangan Selatan ini sebagai upaya pelacakan penularan Covid-19 karena wilayah tersebut merupakan zona merah.
Nanda mengatakan, hasil tes usap memang tidak bisa diperoleh dalam waktu singkat karena sejumlah laboratorium di Jawa Tengah memang harus menguji demikian banyak sampel dari berbagai daerah. Menyadari hal tersebut, maka upaya pelacakan diputuskan untuk memakai tes rapid antigen saja.
Dalam upaya pelacakan tersebut, sejak 3 Juli lalu, tes cepat antigen terus gencar dilakukan di Kabupaten Magelang, dengan target sasaran 2.793 orang per hari. Jika ditemukan kasus positif Covid-19, tes cepat antigen juga akan diperluas, dilakukan pada semua kontak eratnya.
Dengan munculnya banyak temuan kasus, kita semestinya lega karena banyak kasus bisa terungkap sehingga bisa langsung ditangani secara cepat. (Nanda Cahyadi Pribadi).
Semua warga yang diketahui positif tes antigen wajib menjalankan isolasi mandiri. Khusus untuk kontak erat yang diketahui positif antigen, tes cepat akan kembali diulang, dilakukan pada hari kelima isolasi mandiri.
Ketika diketahui tetap positif Covid-19, isolasi akan kembali dilanjutkan hingga hari ke-10, dan jika diketahui sudah negatif Covid-19, yang bersangkutan bisa langsung kembali beraktivitas biasa.
Dengan upaya tes cepat antigen itulah, menurut Nanda, terhitung sejak 3 Juli lalu, temuan kasus positif Covid-19 melonjak, mulai dari 300 orang hingga lebih dari 500 orang per hari. Namun, dia pun meminta agar catatan angka tersebut tidak kemudian memicu terjadinya kepanikan.
”Dengan munculnya banyak temuan kasus, kita semestinya lega karena banyak kasus bisa terungkap sehingga bisa langsung ditangani secara cepat,” ujarnya.
Tes cepat antigen memang memiliki tingkat akurasi kurang dari 100 persen. Kendatipun demikian, menurut Nanda, hasil tes ini bisa cukup efektif menjadi upaya deteksi Covid-19 secara dini sehingga penularan Covid-19 bisa lebih ditekan.
Warga berjemur saat menunggu giliran tes antigen di SD Negeri Larangan Selatan 3, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang Banten, Kamis (8/7/2021).
Pada Rabu (7/7/2021), jumlah kasus konfirmasi baru positif Covid-19 terdata 576 orang. Sementara itu, jumlah pasien postif Covid-19 yang meninggal terdata 5 orang dan jumlah pasien yang terdata baru sembuh 159 orang.
Lamanya durasi waktu menunggu hasil tes usap juga meresahkan suasana di desa. Anny Anggraeni, Kepala Desa Ngablak, Kecamatan Ngablak, mengatakan, di Desa Ngablak pernah terjadi pengambilan sampel usap dari 123 warga. Setelah 10 hari hasil tes tidak kunjung diterima, puluhan orang kemudian beramai-ramai memprotes, menanyakan hal tersebut kepada pemerintah desa.
Dalam kesempatan itu, mereka protes karena harus melakukan isolasi mandiri tanpa kejelasan status.
”Mereka marah, merasa dipermainkan, dan selanjutnya nekat beraktivitas seperti biasa. Belakangan, esok harinya saya pun lemas karena tujuh orang dari puluhan warga yang datang ke kantor ketika itu dinyatakan positif Covid-19,” ujarnya. Ke depan, dia pun berharap pemerintah bisa membenahi kondisi tersebut dengan mempercepat pengujian sampel usap.