Bupati Muara Enim Nonaktif Didakwa Terima Gratifikasi
Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah didakwa telah menerima gratifikasi dari dua kontraktor kala menjabat sebagai Wakil Bupati Muara Enim periode 2018-2019. Nilai suapnya bahkan mencapai Rp 4 miliar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Juarsah didakwa menerima gratifikasi dari dua kontraktor saat menjabat Wakil Bupati Muara Enim periode 2018-2019. Nilai suap dalam kasus yang melibatkan Bupati Muara Enim nonaktif itu mencapai Rp 4 miliar.
Dalam persidangan secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Kamis (8/7/2021), jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi Rikhi Benindo Magnaz menyebut Juarsah didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bertahap dan berlanjut. Kasus ini merupakan rangkaian dari korupsi sejumlah pejabat di Muara Enim kala Ahmad Yani menjadi bupatinya.
Dalam sidang dakwaan yang dipimpin ketua majelis hakim Sahlan Efendi, JPU KPK merinci terdakwa pada periode 2018-2019 menerima Rp 4 miliar. Sebanyak Rp 2,5 miliar di antaranya diterima dari Robi Okta Fahlevi, Direktur PT Enra Sari.
Robi adalah kontraktor pemegang 16 proyek jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim. Sementara Rp 1,5 miliar lainnya diberikan Syafarudin, kontraktor lainnya.
Pemberian uang dan ponsel itu dilakukan secara bertahap melalui Kepala Bidang Jalan dan Jembatan PUPR Muara Enim Elfin MZ Muchtar. Gratifikasi pertama yang diterima Juarsah adalah ponsel Apple Iphone XS pada 25 Oktober 2018.
Selanjutnya, Juarsah meminta uang kepada Elfin Rp 1 miliar dan disampaikan kepada Syafarudin pada April 2019. ”Uang itu digunakan untuk kepentingan Pemilu Legislatif 2019 yang diikuti istri Juarsah, Nurhiyah,” ucap Rikhi. Menjelang Idul Fitri 2019, Syafarudin juga memberikan uang kepada Juarsah sekitar Rp 500 juta.
Sementara dari Robi, Juarsah mendapat sekitar Rp 3 miliar, tetapi baru diterima sekitar Rp 2,5 miliar. Uang itu bagian dari dana komitmen sebesar 15 persen yang diberikan Robi kepada sejumlah pejabat di Muara Enim atas pemberian 16 paket proyek Dinas PUPR Muara Enim Tahun Anggaran 2019. Total dana itu senilai Rp 130 miliar.
Selain Juarsah, dana komitmen itu diminta Ahmad Yani, bekas Ketua DPRD Muara Enim Aries HB, bekas Pelaksana Tugas Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi, dan sejumlah pejabat lainnya. Untuk kasus ini, baik Robi maupun sejumlah pejabat yang tekait termasuk bekas Bupati Muara Enim Ahmad Yani sudah divonis bersalah pengadilan.
Rikhi menjelaskan terkait keterlibatannya dengan dua kontraktor, Juarsah dijerat dua pasal berbeda. Dalam kasus penyuapan yang dilakukan Robi, terdakwa dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hukuman maksimalnya 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
Sementara dalam kasus yang melibatkan Syafarudin, terdakwa dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Hukuman maksimalnya 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Muhammad Daud Dahlan, kuasa hukum Juarsah, mengatakan akan menyampaikan eksepsi. Menurut dia, penyusunan surat dakwaan yang dilakukan tidak mendasar dan salah. ”Apalagi, sampai ada dua pasal untuk satu dakwaan. Ini tentu sangat membingungkan,” ucapnya.
Terkait kejanggalan tersebut, ujar Daud, pihaknya sudah menyiapkan eksepsi. ”Kami diberi waktu satu minggu untuk penyampaian eksepsi,” kata Daud.
Dia menambahkan, selain menyampaikan eksepsi, Daud berharap Juarsah dapat dipindahkan dari Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur ke Palembang. Alasannya untuk mempermudah akses komunikasi penasihat hukum dan terdakwa. ”Kehadiran terdakwa juga dibutuhkan saat mendengarkan keterangan saksi,” kata Daud.
Daud juga meminta agar sidang dilakukan secara luring dengan setiap persidangan harus dilakukan tatap muka karena kualitas sidang daring yang buruk. ”Kami berharap permintaan itu dipenuhi karena terdakwa berhak memberikan keterangan sejelas-jelasnya bahwa dia tidak bersalah,” ujar Daud.