Persiapan Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Sumsel Terus Dimatangkan
Pelabuhan Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, direncanakan akan mulai dibangun pada November 2021. Pelabuhan ini diharapkan dapat memperkuat geliat ekspor komoditas unggulan Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kawasan mangrove akan menjadi Pelabuhan Tanjung Carat, Sabtu (13/2/2021). Pelabuhan ini diharapkan akan meningkatkan geliat ekspor-impor di Sumsel.
PALEMBANG, KOMPAS — Pelabuhan Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, direncanakan bakal mulai dibangun pada November 2021 dan rampung tahun 2023. Keberadaan pelabuhan bernilai sekitar Rp 2 triliun ini diharapkan dapat memicu munculnya investasi untuk daerah di sekitarnya.
Asisten II Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Selatan Ekowati Retnaningsih, Rabu (7/7/2021), menjelaskan, perencanaan pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat terus berlanjut. Saat ini, progresnya masih dalam kajian studi teknis, termasuk alih fungsi lahan kawasan hutan dan menyiapkan lahan yang sudah ada milik Pemerintah Provinsi Sumsel.
Total lahan yang dibutuhkan untuk infrastruktur ini mencapai 1.330 hektar. Seluas 660 hektar di antaranya tanah milik Pemprov Sumsel, sedangkan sebagian lahan lainnya bakal memanfaatkan bekas kawasan hutan. Namun, titik pembangunan dermaga masih terus diteliti.
Ekowati menuturkan, pada 12 Juli 2021, tim gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana mengkaji letak pelabuhan. Namun, rencana itu ditunda karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di DKI Jakarta.
Menurut Ekowati, hal itu tidak akan menghambat proses perencanaan yang terus berjalan. Pada September 2021, prosesnya diharapkan sudah masuk pada tahap pelelangan. Dengan begitu, ujar Ekowati, pelaksanaan peletakan batu pertama (ground breaking) bisa dilakukan November 2021 dan selesai tahun 2023.
Sejauh ini, Tanjung Carat yang terhubung dengan Selat Bangka ini sudah memenuhi syarat. Kedalaman laut untuk sandar kapal 11,7-13 meter. Jarak antara pelabuhan dan titik sandar kapal pun hanya 600 meter. Letaknya lebih dekat dibandingkan dengan Pelabuhan Kijing, Kalimantan Barat, yang jarak antara pelabuhan dan laut terdalam sekitar 3 kilometer.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang pengunjung memperhatikan peti kemas yang ada di Pelabuhan Boom Baru Palembang, Sumsel, Jumat (15/3/2019). Pelabuhan Boom Baru merupakan salah satu pelabuhan untuk pengangkutan komoditas ekspor pertanian di Sumsel. Namun, karena masih pelabuhan sungai, kapasitas pengangkutan pun terbatas.
Dalam proses pembangunan, ujar Ekowati, proyek infrastruktur ini menggunakan dana dari APBN dan PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PPI). Prosesnya diharapkan berjalan lancar karena proyek ini sudah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut dia, pembangunan infrastruktur ini menjadi prioritas karena akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Sumsel. Selain bakal tersambung dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-api, geliat ekspor Sumsel akan berjalan lebih baik. Komoditas andalan itu seperti karet, kopi, hingga kelapa sawit.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan, pembangunan pelabuhan adalah hal utama sebelum membentuk kawasan ekonomi. Selama ini, banyak investor gagal masuk ke KEK Tanjung Api-api karena Sumsel belum memiliki pelabuhan dan sarana pendukung lainnya.
”Kerja sama hanya sebatas nota kesepahaman tanpa ada tindak lanjut lantaran belum adanya pelabuhan,” ujarnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Gubernur Sumsel Herman Deru memantau kawasan Tanjung Carat yang akan menjadi pelabuhan laut dalam, Sabtu (13/2/2021). Pembangunan Pelabuhan ini diharapkan dapat meningkatkan geliat ekspor-impor komoditas unggulan di Sumsel.
Karena itu, pembangunan pelabuhan laut dalam ini diharapkan menarik minat para investor. ”Pelabuhan ini seperti gula yang tentu akan diperebutkan oleh para investor,” ujar Herman. Ketika hal itu terjadi, maka pertumbuhan ekonomi Sumsel akan meningkat pesat.
Selain itu, keberadaan pelabuhan ini diharapkan dapat mendongkrak nilai ekspor dan investasi yang berkontribusi hingga 62 persen pada produk domestik regional bruto. Sebelum pembangunan pelabuhan dimulai, sarana infrastruktur pendukung, seperti listrik dan air bersih, juga terus dipersiapkan.
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumsel Alex Kurniawan Edy berpendapat, pelabuhan laut dalam yang memadai bakal mempermudah lalu -lintas ekspor. Selama ini Pelabuhan Boom Baru di Palembang memiliki keterbatasan, terutama terkait kedalaman. Akibatnya, banyak kapal barang bertonase besar (break bulk), terutama dari Amerika Serikat, tidak bisa bersandar di Palembang.
”Kalaupun masuk, hanya mampu memuat barang dengan kapasitas 10.000 ton dari total kapasitas kapal 50.000 ton. Itu pun baru bisa dilakukan ketika air pasang,” ujarnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Petugas memeriksa satu dari 25 kontainer berisi kelapa bulat yang dikembalikan oleh Thailand di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Boom Baru, Palembang, Selasa (19/11/2019). Kelapa dikembalikan karena sudah bertunas. Akibat pengembalian ini, pihak eksportir merugi hingga Rp 2,5 miliar.
Jumlah itu, kata Alex, jauh dibandingkan rata-rata produksi andalan. Ia mencontohkan rata-rata produksi karet di Sumsel sekitar 90.000 ton per bulan. ”Ketika pengiriman terhambat, maka biaya angkut akan semakin besar,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumsel Hairul Sobri menuturkan, pembangunan pelabuhan dikhawatirkan merusak hutan di kawasan tersebut.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah berhati-hati mengambil keputusan membangun pelabuhan agar dampak ekologisnya tidak berdampak pada masifnya kerusakan lingkungan.