Ketika Konflik Menghambat Asa Perubahan di Yalimo
Masyarakat di Kabupaten Yalimo, Papua, berharap adanya pemimpin baru yang membawa perubahan bagi daerah. Sayangnya, proses pilkada 2020 di daerah itu belum terselesaikan hingga kini, bahkan malah memicu konflik.
Pemilihan kepala daerah menjadi agenda penting negara untuk menentukan masa depan sebuah daerah selama lima tahun. Sayangnya, pesta demokrasi ini justru menjadi sumber konflik di Kabupaten Yalimo, Papua. Harapan besar untuk membangun daerah pun jadi terhambat.
Yalimo merupakan salah satu kabupaten di kawasan Pegunungan Tengah Papua yang masuk wilayah adat Lapago. Yalimo termasuk 11 kabupaten yang melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun 2020.
Kabupaten yang memiliki luas wilayah 4.330,29 kilometer persegi ini terdiri dari lima distrik atau setingkat kecamatan, yakni Elelim, Abenaho, Benawa, Apalapsili, dan Welarek.
Yalimo dimekarkan dari kabupaten induk Jayawijaya pada 4 Januari 2008. Elia Loupatty menjadi Penjabat Bupati Yalimo sejak 21 Juni 2008 hingga 2011. Pada pilkada perdana di Yalimo tahun 2011, Er Dabi menjadi bupati pertama pilihan masyarakat. Er dianggap sebagai sosok yang berjasa dalam merintis pemekaran Yalimo.
Pada pilkada kedua, Er Dabi kembali terpilih untuk periode 2016-2021 bersama wakilnya, Lakius Peyon. Namun, Er berpulang karena sakit saat menjalankan tugas di Kabupaten Mimika pada 6 Desember 2016.
Lakius menjabat sebagai bupati definitif setahun kemudian. Berdasarkan dukungan masyarakat dan partai politik, akhirnya DPRD Yalimo memutuskan Erdi Dabi, anak dari Er, menjadi wakil bupati.
Yalimo berbatasan langsung dengan tiga kabupaten, yakni Jayapura, Jayawijaya, dan Mamberamo Tengah. Kabupaten ini menjadi pusat distribusi barang melalui jalur darat dari Jayapura hingga Wamena, ibu kota Jayawijaya.
Jalan Trans-Papua dari Jayapura ke Wamena membentang sepanjang 585 kilometer. Ruas jalan ini melintasi Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Yalimo, dan berakhir di Wamena.
Meskipun Jalan Trans-Papua telah hadir di Yalimo sejak tahun 2018, tapi belum berdampak besar bagi masyarakat setempat. Kehidupan ekonomi masyarakat masih dominan pada sektor pertanian.
Komoditas dengan produksi tertinggi adalah singkong yang mencapai sekitar 6.000 ton per tahun. Belum ada pembukaan areal perkebunan untuk komoditas yang bernilai tinggi seperti kopi.
Baca juga: 29 Jam Melintasi Pegunungan Papua
Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik, pada akhir 2020, angka kemiskinan di Yalimo tercatat 32,82 persen dari total penduduk 101.973 jiwa. Yalimo juga termasuk 17 kabupaten di Papua dengan status Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah.
Angka IPM Yalimo 48,34, jauh di bawah angka ideal 60. Hal ini menunjukkan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan belum optimal walau usia pemekaran kabupaten itu telah berjalan 12 tahun.
"Kami berharap ada perubahan setelah Jalan Trans-Papua hadir di Yalimo. Masyarakat tidak harus berjalan kaki hingga berminggu-minggu ke daerah perkotaan dan kegiatan ekonomi bisa meningkat," ungkap Otniel Mege, salah seorang pemuda yang Kompas temui saat mengunjungi Yalimo pada awal September 2018.
Konflik pilkada
Pada pilkada tahun lalu, Lakius bertarung melawan wakilnya, Erdi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Erdi Dabi-John Wilil sebagai calon bupati nomor urut satu dan Lakius Peyon-Nahum Mabel sebagai calon nomor urut dua.
Atmosfer pilkada pun mulai memanas saat pelaksanaan pemungutan suara pada 9 Desember. Kala itu, sekitar 13.000 pemilih di Distrik Apalapsili tak dapat menyalurkan aspirasinya.
Mereka menuntut pencoblosan pilkada dilakukan dengan sistem noken atau perwakilan dari pimpinan suku.
Hal itu disebabkan aksi ratusan warga pendukung Erdi-John yang memblokade gudang logistik pilkada. Mereka menuntut pencoblosan pilkada dilakukan dengan sistem noken atau perwakilan dari pimpinan suku.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua pun merekomendasikan pemilu susulan di Apalapsili, yang kemudian terlaksana pada 11 Desember 2020. Dari hasil pleno pada 18 Desember, pasangan Erdi-John meraih suara tertinggi dengan 47.881 suara, sedangkan pasangan Lakius-Nahum meraih 43.067 suara.
Pasangan Lakius-Nahum pun mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, lembaga itu memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) karena adanya temuan sejumlah pelanggaran.
Salah satu pelanggaran adalah aksi menghambat distribusi surat suara dan logistik lainnya oleh pendukung pasangan calon Erdi-John pada 7-8 Desember 2020. Massa meminta untuk mencoblos sendiri surat suara tersebut.
MK memerintahkan pelaksanaan PSU untuk 76 TPS yang berada di Distrik Welarek dan 29 TPS di Distrik Apalapsili. KPU Yalimo pun kembali menggelar PSU di dua distrik tersebut pada 5 Mei 2021.
Baca juga: Yahukimo dan Yalimo Gelar Pemilihan Susulan
Dalam rekapitulasi suara hasil PSU, pasangan Erdi-John kembali memenangi pilkada dengan perolehan 47.785 suara, sedangkan pasangan Lakius-Nahum meraih 43.026 suara.
Tak terima dengan hasil PSU, pihak Lakius-Nahum kembali mengajukan gugatan ke MK. Dasar gugatan adalah temuan sejumlah pelanggaran saat pelaksanaan PSU dan status Erdi yang baru bebas dari penjara pada bulan Juni 2021.
Pada 29 Juni 2021, MK memutuskan untuk mendiskualifikasi pasangan Erdi-John. Hal ini karena Erdi yang masih berstatus sebagai mantan terpidana kasus kecelakaan lalu lintas tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah.
Erdi divonis penjara selama empat bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada 18 Februari 2021. Ia mengendarai mobil dalam keadaan mabuk dan menabrak Bripka Christin Bafteny, anggota Polda Papua, hingga meninggal di Jayapura pada 16 September 2020.
Seharusnya Erdi baru dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah jeda lima tahun pascabebas. MK memerintahkan KPU Yalimo untuk kembali menggelar pilkada ulang tanpa menyertakan Erdi sebagai salah satu calon bupati.
Putusan MK sesuai dengan Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 dan Putusan MK Nomor 4 tahun 2009. MK pun memerintahkan KPU untuk melaksanakan kembali pilkada di Yalimo dengan jangka waktu 120 hari.
Keputusan MK tersebut berdampak besar bagi situasi keamanan di Yalimo. 15 menit seusai putusan MK, sekitar 400 orang yang diduga pendukung Erdi-John pun membakar 25 bangunan kantor pemerintah dan 104 rumah serta kios warga di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo.
Sebanyak 1.302 warga pun mengungsi ke sejumlah tempat aman seperti Markas Koramil Elelim dan Polres Yalimo. Pelayanan publik di Yalimo lumpuh dan masyarakat pun tidak berani beraktivitas.
Baca juga: Jumlah Pengungsi di Yalimo Terus Bertambah
Leo Himan, perwakilan tim Erdi-John, mengatakan, pihaknya menolak putusan MK karena tidak sesuai dengan prosedur. Putusan ini baru dikeluarkan setelah Erdi ditetapkan sebagai calon yang sah dan sudah mengikuti tahapan pemungutan suara.
Ia pun menyatakan, puluhan ribu pendukung menolak adanya pilkada ulang karena menginginkan Erdi sebagai pemimpin baru di Yalimo. "Kami menginginkan adanya perubahan. Selama lima tahun terakhir tidak ada perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat dan bupati jarang berada di Yalimo," ujar Leo.
Ia pun menyatakan konflik di Yalimo akan terjadi berkepanjangan apabila pemerintah tetap melaksanakan pilkada ulang di Yalimo. "Saat ini pelayanan publik tidak terlaksana dan masyarakat sudah mengalami kelaparan karena minimnya stok bahan makanan," ungkap Leo.
Peran pusat
Pengamat politik dari Universitas Cenderawasih, Jayapura, Yakobus Murafer berpendapat, pemerintah pusat harus turun tangan untuk mengatasi konflik di Yalimo. Apabila konflik dibiarkan hingga berlarut-larut, pelayanan publik bagi masyarakat akan terdampak.
Ia menuturkan, diperlukan upaya dialog bersama antara pemerintah dengan aparat keamanan bersama pasangan Erdi-John. Dialog ini untuk mencari solusi agar pihak Erdi-John dapat menenangkan massa pendukungnya.
Kami akan mengupayakan pendekatan persuasif agar situasi kembali kondusif.
"Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Pemerintah pun tak bisa mengubahnya. Diperlukan cara agar massa tetap menerima putusan itu dengan damai dan mendukung pilkada ulang di Yalimo," tutur Yakobus.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, dirinya bersama Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono akan terus berdialog dengan massa pendukung Erdi di Distrik Elelim.
"Kami akan mengupayakan pendekatan persuasif agar situasi kembali kondusif. Tujuannya agar pelaksanaan pilkada ulang di Yalimo dalam jangka waktu 120 berjalan lancar," kata Mathius.
Anggota Bawaslu Papua Ronald Manoach mengatakan, pihaknya sungguh menyesalkan konflik akibat pilkada kembali terjadi di Papua, khususnya di Yalimo. Hal ini menunjukkan sosialisasi tentang pendidikan politik di Papua masih jauh dari harapan.
Sebelumnya, konflik yang sama terjadi di Kabupaten Boven Digoel pada 30 November 2020. Massa pendukung Yusak Yaluwo, salah satu kandidat bupati, membakar rumah calon bupati petahana, Chaerul Anwar, dan hendak merusak kantor KPU setempat.
"Mudah-mudahan konflik pilkada di Yalimo merupakan yang terakhir di Papua. Kami berharap masalah ini menjadi pembelajaran politik bagi seluruh pihak agar menciptakan pilkada yang demokratis, jujur, dan damai," ucap Ronald.
Baca juga: Temukan Fakta Hukum Baru, MK Kembali Perintahkan PSU Pilkada Yalimo