Dua Telur Menetas, Populasi Elang Jawa di Ciremai Bertambah
Hingga pertengahan 2021, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai mencatat dua telur elang jawa menetas. Peningkatan populasi ini menunjukkan kualitas ekosistem Gunung Ciremai dalam kondisi baik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Populasi elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, kembali bertambah setelah dua telurnya terpantau menetas. Peningkatan jumlah satwa dilindungi ini menunjukkan ekosistem Gunung Ciremai dalam kondisi baik.
Berdasarkan pengamatan tim elang jawa di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC), dua telur elang yang menetas masing-masing pada Februari dan akhir Mei 2021. Lokasinya di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Kabupaten Kuningan dan Majalengka.
”Anak elang di Majalengka ini hasil pengamatan tahun 2020,” kata Iwan Sunandi dari tim monitoring elang jawa BTNGC, Rabu (7/7/2021), di Kuningan. Selain timnya, pemantauan individu itu juga dilakukan masyarakat peduli api dan seorang mahasiswa S-2 IPB University.
Saat ditemukan 28 Mei lalu, anak elang berbulu putih itu diprediksi berusia seminggu. Sekitar 30 meter dari sarangnya, tampak induk elang mengawasi dengan posisi waspada. Hingga kini, kata Iwan, anak elang itu masih bersama induknya.
Iwan menuturkan, kehadiran dua anak elang hingga pertengahan 2021 ini membuktikan bahwa elang di Ciremai bertelur setiap tahun. ”Catatan lima tahun terakhir, setiap tahun pasti ada telur yang menetas. Padahal, biasanya elang jawa bertelur dua tahun sekali,” paparnya.
Populasi satwa dilindungi itu pun terus bertambah di Ciremai. Di SPTN Majalengka saja, sedikitnya terdapat 12 elang jawa hingga kini. Pada 2015-2019, terdapat 29 elang di seluruh wilayah Ciremai. Padahal, saat 2011 hanya teridentifikasi 4 elang.
Kini, terdapat 10 lokasi pemantauan elang jawa, 6 di STPN Kuningan dan 4 di STPN Majalengka. Pemantauan dilakukan dengan tangkapan kamera, perjumpaan dengan petugas, dan keterangan masyarakat.
Iwan mengakui, pengamatan elang masih menghadapi beberapa kendala. Selain lokasinya yang berada di sekitar 500 meter di atas permukaan laut, pihaknya juga belum memiliki cip di tubuh anak elang untuk mengetahui perpindahannya. ”Pada usia setahun, elang pisah dengan induknya,” katanya.
Meski demikian, temuan anak elang jawa merupakan harapan baru di tengah ancaman perburuan dan kebakaran hutan. Apalagi, statusnya terancam punah (endangered) berdasarkan daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN). Padahal, elang kerap menjadi predator puncak penjaga ekosistem di hutan.
Suksesnya elang jawa berkembang biak menunjukkan kualitas ekosistem TNGC dalam keadaan baik. (Kuswandono)
”Suksesnya elang jawa berkembang biak menunjukkan kualitas ekosistem TNGC dalam keadaan baik,” ujar Kepala Balai TNGC Kuswandono dalam keterangannya. Gunung setinggi 3.078 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu dianggap masih memadai untuk habitat elang jawa.
Dengan luas hampir 15.000 hektar, TNGC mempunyai banyak lokasi kaya pakan. Apalagi, daya jelajah elang jawa diduga mulai dari 3,57 kilometer persegi hingga 10,237 kilometer persegi.
Sementara total populasi elang jawa di Indonesia berdasarkan survei 2020 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai 515 pasang. Populasi itu menempati 69 habitat seluas 10.887 kilometer persegi dan dalam penjagaan berbagai pihak.