PPKM Mikro Diterapkan di Kendari, Konsistensi Pemerintah Dinanti
Setelah satu bulan terakhir mengalami lonjakan kasus Covid-19, pemerintah daerah sepakat memberlakukan PPKM mikro di Kendari. Banyak pihak menunggu konsistensi pemerintah yang selama ini dianggap abai.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, segera menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro seiring lonjakan kasus Covid-19. Meski demikian, pemerintah juga dituntut konsisten dalam pelaksanaan dan lebih serius dalam penanganan Covid-19.
”Setelah rapat dengan unsur terkait, pemerintah daerah memastikan Kendari akan berlakukan PPKM mikro sesuai arahan dari pemerintah pusat. Semua poin dalam aturan PPKM mikro tersebut akan dijalankan, dan dalam dua hari ke depan mulai sosialisasi,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Sultra Nur Endang Abbas seusai rapat koordinasi bersama di Kendari, Selasa (6/7/2021).
Sejumlah poin dalam aturan PPKM Mikro tersebut adalah pembatasan kegiatan perkantoran hingga 25 persen, kegiatan belajar mengajar secara daring, pembatasan kegiatan di zona publik, serta pembatasan operasional hingga pukul 20.00 untuk pusat perbelanjaan. Ada pula pembatasan kegiatan di rumah ibadah hingga pemeriksaan pelaku perjalanan.
Menurut Endang, hal ini ditempuh untuk menjaga agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas. Terlebih lagi, sejauh ini tingkat keterisian tempat tidur telah berada di kisaran 85 persen. Setiap hari, penambahan kasus juga terus terjadi. ”Oleh karena itu, kami segera rumuskan aturannya untuk nanti diturunkan ke Pemerintah Kota Kendari dan diterapkan sesegera mungkin. Dalam aturan itu, nanti akan ada sanksi yang mengikat,” ucapnya.
Sekretaris Daerah Kota Kendari Nahwa Umar menyampaikan, aturan terkait PPKM mikro segera dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Wali Kota Kendari. Sosialisasi akan dilakukan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan penuh selama dua pekan.
Tidak hanya bagi warga Kendari, tutur Nahwa, para pendatang yang akan masuk ke Kendari juga diperiksa. Pendatang diwajibkan memiliki surat keterangan bebas Covid-19 melalui tes cepat antigen, khususnya mereka yang datang melalui jalur laut dan udara. Selama ini, para pendatang bebas masuk dan keluar Kendari tanpa tes.
”Untuk warga yang isolasi mandiri, kami akan salurkan bantuan obat-obatan agar membantu mereka cepat sehat. Untuk masyarakat luas, ini masih kami pikirkan karena anggaran kita terbatas,” kata Nahwa.
Kasus Covid-19 di Kendari memang terus melonjak. Dalam sebulan terakhir, jumlah kasus positif mencapai 622 kasus dari hanya empat kasus pada awal Juni lalu. Total kasus hingga Senin (5/7/2021) mencapai 5.411 orang dengan 69 orang meninggal.
Di tengah lonjakan kasus ini, Pemkot Kendari dan Pemprov Sultra memberikan izin pelaksanaan Musyawarah Nasional VIII Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pada akhir Juni lalu. Kegiatan yang dibuka Presiden RI Joko Widodo ini dihadiri ribuan orang dari seluruh Indonesia.
Sejumlah pihak lalu mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani Covid-19 karena tetap mengizinkan perhelatan ini. Sejumlah peserta dan tim pendukung kegiatan ini kemudian diketahui positif Covid-19.
Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia Sultra Kisran Makati menuturkan, sejak 2021 Pemkot Kendari mulai menampakkan inkonsistensi dalam penanganan Covid-19. Padahal, di awal-awal pandemi, penanganan di wilayah ini dilakukan cukup baik.
Jika pemerintah menerapkan pembatasan, harus konsisten menjalankan aturan.
”Bagaimana mungkin di tengah lonjakan kasus pemerintah mengizinkan adanya kegiatan yang dihadiri ribuan orang dari seluruh wilayah Indonesia. Kita tahu sekarang varian Covid-19 telah begitu banyak, dan tidak menutup kemungkinan akan menyebar di wilayah ini,” katanya.
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, lonjakan kasus juga bisa dilihat secara gamblang dengan terpaparnya sejumlah unsur pimpinan daerah, termasuk Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir, dua pekan lalu. Hal ini menunjukkan virus terus menyebar dan kluster penyebarannya sulit terdeteksi.
”Jadi, kalau sekarang PPKM mikro, artinya memang Kendari masuk zona yang rawan. Jika pemerintah menerapkan pembatasan, harus konsisten menjalankan aturan, utamanya terkait kontrol protokol hingga melakukan tes yang masif,” ucapnya.
Epidemiolog Universitas Halu Oleo, Kendari, Ramadhan Tosepu, menjabarkan, sejak awal pihaknya telah mendorong pemerintah untuk konsisten menerapkan protokol ketat. Sebab, selama beberapa bulan terakhir, masyarakat mulai terlihat abai terhadap protokol sederhana, seperti memakai masker atau menjaga jarak.
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, pengawasan di pintu masuk daerah sangat lemah. Orang bebas masuk dan keluar Kendari tanpa adanya pengawasan, baik melalui jalur darat maupun laut.
”Yang terpenting, untuk menemukan kasus, harus melakukan tes. Kami sampai sekarang tidak tahu berapa angka tes per hari hingga angka positivity rate (rasio kasus positif dari total pemeriksaan) di Kendari. Apa kasus yang tercatat sekarang itu telah sesuai dengan jumlah tes yang disarankan?” ujar Ramadhan.