PPKM Darurat Ditentang, Wali Kota Cirebon: Ini Pil Pahit untuk Sembuh
Pelanggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Kota Cirebon, Jawa Barat, terus terjadi. Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis meminta masyarakat mengerti, upaya itu demi menekan laju Covid-19.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis meminta masyarakat memahami dan mematuhi aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat demi menekan laju Covid-19. Selain masih menemukan pelanggaran, petugas juga masih harus berselisih dengan warga.
”Mohon maaf kalau masyarakat Cirebon merasa kecewa, tersakiti. Tapi, Pemkot Cirebon berkeyakinan, 20 hari ini kita menelan pil pahit untuk sembuh dan menjalankan roda perekonomian. Tapi, kalau PPKM darurat tidak sukses, penderitaan kita bertambah,” ungkap Azis, Selasa (6/7/2021), di Kota Cirebon, Jawa Barat.
Azis menyampaikan hal tersebut karena pelanggaran terhadap PPKM darurat terus terjadi sejak dilaksanakan pada Sabtu (3/7/2021). Pelanggaran itu, antara lain, tidak mengenakan masker bagi perorangan hingga melanggar batasan jam operasional di atas pukul 20.00 bagi toko, minimarket, dan pasar.
Selain dibatasi waktu operasional dan kapasitas pengunjung hanya 50 persen, pedagang kaki lima, restoran, dan rumah makan juga tidak boleh melayani permintaan makan di tempat. Hanya apotek, alat kesehatan, dan toko obat yang diizinkan buka 24 jam.
Berdasarkan data Satuan Polisi Pamong Praja Kota Cirebon, dari Sabtu-Senin (3-5/7/2021), sebanyak 197 pelaku usaha mendapatkan teguran lisan karena melanggar, 52 teguran tertulis, dan 4 tempat usaha disegel sementara.
Adapun teguran lisan untuk individu mencapai 49 orang, 5 teguran tertulis, 10 sanksi kerja sosial, dan 31 denda. Warga yang tidak mengenakan masker didenda Rp 100.000 setelah menjalani persidangan. Total denda sebanyak Rp 2.660.000 langsung disalurkan ke kas daerah melalui Bank BJB.
Tidak hanya melanggar, kata Azis, beberapa pedagang juga berselisih dengan petugas. Sejumlah pelaku usaha mengaku tidak mengetahui aturan PPKM darurat dan belum mendapatkan sosialisasi. Mereka juga menentang pembatasan tersebut karena menghambat usahanya.
”Awalnya kami memberikan penjelasan, kemudian terjadi dialog, terus adu mulut. Lalu, itu dianggap arogan. Sementara petugas kami datang secara baik-baik. Ini tidak perlu terjadi kalau semua menyadari kalau ini sedang PPKM darurat,” ucapnya.
Ia mengingatkan, pembatasan mobilitas warga termasuk salah satu jalan mengurangi penyebaran virus korona baru. Hingga Selasa, kasus positif Covid-19 secara kumulatif di kota seluas 340.000 jiwa itu mencapai 7.772. Sebanyak 283 orang meninggal dunia, 1.604 orang menjalani isolasi, dan 5.885 orang sembuh.
Kami berusaha mencegah agar tidak lebih banyak warga dikirim, bahkan mengantre di rumah sakit.
Ruang isolasi di rumah sakit juga nyaris penuh dan ratusan tenaga kesehatan terpapar Covid-19. ”Kami minta masyarakat Cirebon merenungkan itu. Hari ini orang lain, mungkin esok lusa dialami keluarga kita. Kami berusaha mencegah agar tidak lebih banyak warga dikirim, bahkan mengantre di rumah sakit,” paparnya.
Toto Suharto, Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kota Cirebon, mengatakan, sosialisasi kepada pelaku usaha terkait dengan PPKM darurat telah dilakukan. ”Selain berita di media, kami juga menyebar selebaran ke lima kecamatan. Kami sudah persuasif,” katanya.
Kim Abdurokhim, pemilik kedai Saung Juang di Kota Cirebon, terpaksa menutup kedainya sejak Sabtu saat penerapan PPKM darurat. Dua karyawannya terpaksa dirumahkan. ”Enggak tahu sampai kapan (tutup). Teman-teman kedai lainnya juga tutup,” kata Kim yang mengaku tidak mendapatkan intensif dari kebijakan pemerintah tersebut.