Aktivitas Jamaah Islamiyah di Bangka Belitung dan Jakarta Perlu Diwaspadai
AS, anggota Jamaah Islamiyah dan pengirim senjata api ke Jakarta, yang sempat buron empat hari, dapat ditangkap kembali pada Senin (1/7/2021). Gerakan AS perlu diwaspadai karena ada potensi teror di Ibu Kota.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Densus 88 Antiteror menangkap kembali anggota Jamaah Islamiyah yang berperan sebagai pengirim senjata api yang sempat kabur setelah ditangkap pada 1 Juli lalu di Bangka Belitung.
AS ditangkap karena diketahui mengirim senjata api dan amunisi kepada rekannya di Jakarta. Pengiriman senjata ke Jakarta itu perlu diwaspadai karena cenderung mengarah pada persiapan serangan teror di Ibu Kota.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, Densus 88 Antiteror telah menangkap kembali AS, terduga teroris di Bangka Belitung, pada Senin (5/7/2021). AS sebelumnya melarikan diri selama empat hari setelah ditangkap dan akan menjalani pemeriksaan di Polda Bangka Belitung pada 1 Juli lalu.
Densus 88 Antiteror telah menangkap kembali AS, terduga teroris di Bangka Belitung, pada Senin (5/7/2021). AS sebelumnya melarikan diri selama empat hari setelah ditangkap dan akan menjalani pemeriksaan di Polda Bangka Belitung pada 1 Juli lalu.
Ia menambahkan, AS ditangkap di rumah kerabatnya yang berjarak satu jam perjalanan dari Polda Bangka Belitung. ”Bersama dengan penangkapan AS, ditangkap juga dua orang lainnya yang diduga masih kerabat, keterlibatannya adalah menyembunyikan AS,” kata Ramadhan saat dihubungi, Selasa (6/7/2021).
Ramadhan menambahkan, AS merupakan anggota kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Ia ditangkap pada 1 Juli karena diketahui mengirim senjata api, amunisi, dan senjata tajam kepada rekannya di Jakarta.
Pada hari yang sama, polisi menangkap penerima kiriman senjata tersebut, yaitu DS, di Jakarta Timur. Adapun penggalang dana dan pengirim uang untuk pembelian senjata, yakni SY, ditangkap di Jakarta Barat.
Ramadhan mengatakan, sebelumnya polisi mengidentifikasi AD, DS, dan SY terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Namun, setelah didalami, ketiganya merupakan anggota JI.
Berbeda dengan anggota JAD yang cenderung tidak saling mengenal dan mengalami radikalisasi secara daring, anggota JI justru merupakan bagian dari kelompok yang terstruktur. Mereka terikat dengan pemimpin atau amir dan kelompoknya yang selama ini tersebar di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa Timur.
Saat ini, kata Ramadhan, pemeriksaan terhadap AS di Bangka Belitung serta DS dan SY di Jakarta masih terus berlanjut. Polisi salah satunya tengah menyelidiki tujuan pengiriman paket senjata yang melibatkan ketiga orang tersebut.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, meski sudah ditangkap dan hendak diperiksa, terduga teroris selalu punya kecenderungan untuk melarikan diri. Sebab, sejak awal mereka sudah menolak hukum negara dan memiliki persepsi bahwa perbuatannya adalah perlawanan terhadap ”kezaliman”.
Namun, di sisi lain, kaburnya AS dari ruang pemeriksaan Polda Bangka Belitung bisa jadi dampak dari kelengahan aparat sehingga menghadirkan peluang bagi dia untuk melarikan diri. ”Semestinya kelalaian itu diperiksa saksama, termasuk soal apakah tersangka ini benar-benar kabur atau bagaimana,” kata Khairul.
Kaburnya AS dari ruang pemeriksaan Polda Bangka Belitung bisa jadi dampak dari kelengahan aparat sehingga menghadirkan peluang bagi dia untuk melarikan diri.
Terlebih, tambah Khairul, AS sebelumnya mengirim paket senjata ke Jakarta. Ada kecenderungan bahwa itu merupakan bagian dari persiapan penyerangan.
Oleh karena itu, kata Khairul, ini harus diwaspadai. Sebab, berbeda dengan kelompok teroris yang terafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), JI memiliki kemampuan pengorganisasian dan perencanaan yang lebih baik. Mereka juga menentukan metode dan sasaran dengan cermat dan spesifik.
Secara tradisional, Jakarta adalah daerah sasaran serangan utama bagi semua kelompok kekerasan ekstrem. ”Pengiriman senjata menandakan sudah ada rencana serangan yang matang. Mobilisasi sumber daya untuk mendekati target sasaran juga tengah dilakukan,” katanya.
Persoalannya, ujar Khairul, saat ini belum diketahui mobilisasi sudah dilakukan berapa lama dan menghasilkan berapa banyak sumber daya. Penelusuran terkait dengan mobisalisasi itu penting untuk mengetahui apakah rangkaian penangkapan oleh Densus 88 berdampak menggagalkan rencana atau hanya berdampak pada penundaan dan memperkecil bobot serangan.