Perpanjangan Operasi Madago Raya di Sulawesi Tengah Harus Diiringi Evaluasi
Operasi Polda Sulawesi Tengah dibantu Mabes Polri dan TNI untuk mengatasi kelompok teroris di Sulawesi Tengah dilanjutkan dengan Operasi Madago Raya tahap III. Operasi ini dinilai perlu diikuti dengan evaluasi.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
andagoKepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Sulteng, Rabu (12/5/2021), memperlihatkan brosur yang berisi foto dan nama 9 anggota Mujahidin Indonesia Timur yang kembali berulah dengan membunuh warga di Lembah Napu, Poso, Selasa (11/5/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Operasi pencarian kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora di Sulawesi Tengah kembali diperpanjang. Perpanjangan perlu diiringi dengan evaluasi agar tak berlarut-larut tanpa ada jaminan keamanan bagi warga setempat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memperpanjang masa operasi Satgas Madago Raya untuk ketiga kalinya. Perpanjangan operasi untuk mengejar Ali Kalora cs yang tergabung dalam kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/556/OPS.1.3/2021 tanggal 26 Juni 2021 yang ditandatangani Asisten Operasi Kapolri Inspektur Jenderal Imam Sugianto.
”Operasi kewilayahan Polda Sulawesi Tengah yang dibantu Mabes Polri dan TNI dengan sandi Ops Madago Raya-2021 tahap II berakhir pada 30 Juni 2021 dan akan dilanjutkan dengan Ops Madago Raya tahap III dimulai 1 Juli-30 September 2021,” kata Kepala Satgas Humas Operasi Madago Raya Komisaris Besar Didik Supranoto dalam keterangan tertulis, Senin (5/7/2021).
Didik menambahkan, operasi ini tetap fokus untuk mencari, mengejar, dan menangkap sembilan orang yang ada di daftar pencarian orang (DPO) MIT Poso, Sulawesi Tengah. Oleh karena itu, jumlah personel yang terlibat tidak berbeda dengan tahap sebelumnya.
”Operasi ini dilaksanakan dalam rangka penegakan hukum terhadap kejahatan teroris untuk mewujudkan situasi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang aman dan kondusif di wilayah Sulawesi Tengah, teroris musuh bersama, Negara tidak boleh kalah dengan teroris,” ujar Didik.
Operasi ini dilaksanakan dalam rangka penegakan hukum terhadap kejahatan teroris untuk mewujudkan situasi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang aman dan kondusif di wilayah Sulawesi Tengah.
Didik mengimbau para DPO untuk menyerahkan diri. Jika mereka menyerahkan diri, Polda Sulawesi Tengah bersama tokoh agama akan menjamin keselamatan dan memperlakukan mereka sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Operasi Madago Raya telah berlangsung selama dua tahap. Periode pertama pada 1 Januari-31 Maret 2021, lalu dilanjutkan ke periode kedua pada 1 April-30 Juni 2021. Operasi ini merupakan pengubahan nama dari Operasi Tinombala yang juga mengejar jejaring MIT sejak 2016.
Oleh karena itu, target Operasi Madago Raya juga merupakan sisa dari dari Operasi Tinombala. Pada 2016 jumlah anggota MIT tidak kurang dari 45 orang. Saat ini tersisa sembilan anggota yang masih terus dikejar.
Anggota MIT yang masih berkeliaran terus meneror warga setempat. Terakhir, pada pertengahan Mei lalu, mereka meneror dan membunuh empat warga Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso. Pembunuhan tidak hanya bertujuan teror, tetapi juga untuk merampas bahan makanan dan uang korban. Catatan Kompas, sejak 2014 setidaknya ada 20 warga yang tewas dibunuh kelompok tersebut.
Anggota MIT yang masih berkeliaran terus meneror warga setempat. Terakhir, pada pertengahan Mei lalu, mereka meneror dan membunuh empat warga Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso.
Evaluasi operasi
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, meski tersisa sembilan orang, kelompok MIT masih bertahan karena mampu mengonsolidasikan kekuatan. Mereka mendapatkan suplai logistik dan sumber daya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, kelompok teroris lebih menguasai medan sehingga bisa mengembangkan taktik pemberontakan sembari berbaur sewaktu-waktu di tengah masyarakat.
Hal ini perlu segera diantisipasi oleh kepolisian, salah satunya dengan mengevaluasi operasi yang dilakukan. ”Operasi ini sudah gagal mencegah MIT membangun kembali kekuatannya, tetapi terus diperpanjang tanpa alasan yang jelas. Meski penghentian operasi bukan pilihan yang menarik, perpanjangan ini tidak boleh dilakukan tanpa evaluasi yang jelas,” kata Fahmi.
Menurut Khairul, operasi di Poso harus tetap dilanjutkan dengan skema gabungan TNI dan Polri, tetapi dengan tenggat waktu yang jelas. Dalam tenggat waktu tertentu, operasi perlu diiringi dengan penguatan kewaspadaan, kemampuan mitigasi, dan pemeliharaan keamanan dari aparatur di daerah. Sebab, operasi tak boleh dibiarkan berlarut-larut dan menguras uang negara tanpa kepastian menghadirkan rasa aman dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Operasi di Poso harus tetap dilanjutkan dengan skema gabungan TNI dan Polri, tetapi dengan tenggat waktu yang jelas.
Selain itu, kata Fahmi, pengejaran DPO yang tersisa harus dibarengi dengan penutupan akses logistik dan sumber daya dari luar Poso dan Parigi Moutong, serta dari luar negeri melalui celah perbatasan. ”Bagaimanapun jaringan ini harus diselesaikan. MIT sejak lama sudah berkembang menjadi semacam kelompok kriminal bersenjata yang memiliki wilayah operasi tertentu sehingga harus diselesaikan dengan kombinasi penegakan hukum dan penegakan kedaulatan,” ujarnya.