Cegah Kerumunan, Keuskupan Atambua Hentikan Layanan Dua Sakramen
Keuskupan Atambua di NTT untuk sementara meniadakan layanan sakramen komuni pertama dan pemberkatan pernikahan. Langkah itu bertujuan untuk mencegah penularan Covid-19 karena biasanya akan memicu kerumunan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN/KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Gereja Katolik Keuskupan Atambua, Nusa Tenggara Timur, menghentikan sementara layanan untuk dua sakramen, yakni komuni pertama dan perkawinan. Menurut kebiasaan setempat, dua perayaan itu biasanya diikuti pesta di permukiman penduduk yang menimbulkan kerumunan hingga ribuan orang. Kondisi ini berpotensi menularkan Covid-19.
Keputusan penghentian sementara layanan sakramen yang ditandatangani Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku itu secara resmi diumumkan pada Minggu (4/7/2021). Keputusan dibacakan di semua gereja wilayah Keuskupan Atambua yang tersebar di tiga kabupaten, yakni Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara.
Dalam petunjuk praktis pastoral itu termuat tiga poin utama. Pada poin pertama dikatakan, perayaan setiap hari Minggu, hari raya, dan pemakaman tetap dilaksanakan di gereja atau kapel. Pelaksanaannya wajib memperhatikan protokol kesehatan dengan jumlah kehadiran maksimal 50 persen dari kapasitas ruangan.
Pada poin kedua disebutkan, misa pemberkatan pernikahan dan pemberian komuni pertama untuk sementara ditiadakan. Belum ada kepastian kapan layanan untuk dua sakramen itu dibuka kembali. Peniadaan itu dilakukan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Sementara itu, pada poin ketiga, Uskup Dominikus meminta semua pelayan pastoral, yaitu pastor, suster, bruder, dan petugas lainnya, agar lebih serius memperhatikan ketentuan larangan dan pembatasan tersebut. Petunjuk praktis itu bertujuan menekan penularan Covid-19 yang kian mencemaskan.
Menurut catatan Kompas, saat awal pandemi pada 2020, Uskup Dominikus pernah mengeluarkan petunjuk praktis berisi pembatasan jumlah anggota jemaat untuk setiap perayaan di gereja. Saat itu tidak sampai ada peniadaan upacara keagamaan. Sakramen komuni pertama dan pernikahan masih diizinkan dengan jumlah anggota jemaat terbatas.
Menurut RD Yudel Neno, pastor di Paroki Betun, Malaka, umat yang hadir saat sakramen komuni pertama dan perkawinan di gereja memang bisa dibatasi. Namun, kondisi berbeda bisa terjadi di rumah.
”Di gereja, umat dibatasi, namun biasanya setelah keluar gereja, keluarga yang menikah atau menerima komuni pertama akan menggelar pesta di rumah. Ini yang menimbulkan kerumunan orang sehingga berpotensi menularkan Covid-19,” kata Yudel.
Yudel mengatakan, peniadaan sakramen pernikahan dan komuni pertama otomatis menutup kesempatan digelarnya pesta oleh warga. Sesuai kebiasaan setempat, terhitung bulan ini hingga Oktober, hampir semua gereja Katolik di daerah itu memberi pelayanan perkawinan dan komuni pertama.
Dalam sebulan, di setiap kampung biasanya ada lebih dari satu pasangan yang menikah dan puluhan anak yang menerima komuni pertama. ”Jadi, bisa dihitung berapa banyak pesta yang akan digelar itu untuk sementara batal,” ucapnya.
Jemmy Metom (42), orangtua salah satu anak di Betun, Malaka, yang akan menerima komuni pertama, mengatakan, pihaknya menghormati keputusan gereja. Keputusan itu merupakan yang terbaik bagi umat. Dikhawatirkan, pascaperayaaan itu, kasus Covid-19 justru semakin bertambah. ”Pimpinan gereja tentu punya pertimbangan yang sangat matang,” katanya. Jumlah warga yang terkonformasi positif Covid-19 di Malaka kini sebanyak 85 orang.
Sementara itu, Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat juga mengeluarkan instruksi yang meniadakan sementara pelayanan sakramen komuni pertama dan krisma. Sementara sakramen perkawinan yang sudah terjadwal masih bisa dilangsungkan jika mendapat izin dari satuan tugas Covid-19 setempat.
Selain itu, di wilayah yang mengalami kenaikan kasus signifikan, kegiatan peribadatan untuk sementara dihentikan. Daerah itu adalah wilayah Keuskupan Manggarai yang mencakup tiga kabupaten, yakni Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur.