Dua Pria Minahasa Selatan Edarkan Jutaan Batang Rokok Ilegal
Dua pengedar rokok ilegal asal Minahasa Selatan terancam lima tahun penjara karena kedapatan mendatangkan jutaan batang rokok berpita cukai palsu. Negara terus merugi miliaran rupiah akibat kejahatan serupa.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua pengedar rokok ilegal asal Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, terancam hukuman lima tahun penjara karena kedapatan mendatangkan jutaan batang rokok berpita cukai palsu. Negara terus merugi miliaran rupiah akibat maraknya pengedaran rokok dan minuman keras tanpa pita cukai resmi di Sulut.
Dua pengedar rokok ilegal itu adalah JGSS alias Jefferson (43) dan FHKR alias Fernando. Mereka terbukti sebagai pemilik satu peti kemas berisi 3,23 juta batang rokok berbagai merek tanpa pita cukai resmi di Terminal Peti Kemas Bitung yang didatangkan dari Surabaya, Jawa Timur.
Melalui rilis pers tertulis, Sabtu (3/7/2021), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara (Kanwil DJBC Sulbagtara) Cerah Bangun mengatakan, pihaknya mengungkap tindakan kriminal Jefferson dan Fernando pada 20 Februari 2021. ”Potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 1,47 miliar,” kata Cerah.
Dengan menyematkan pita cukai palsu pada jutaan rokok yang mereka datangkan, Jefferson dan Fernando diduga melanggar Pasal 54 atau 56 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2006 tentang Cukai. Mereka dapat dihukum satu hingga lima tahun penjara dan denda dua sampai 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Hasil penyidikan mengungkap, Jefferson memiliki sebuah toko di Kecamatan Tumpaan, Minahasa Selatan. Dengan bantuan Fernando, ia bermaksud menjual kembali jutaan batang rokok itu ke warung dan toko di sekitarnya dengan harga miring demi mendapatkan keuntungan besar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulut A Dita Prawitaningsih mengatakan, keduanya diduga telah tiga kali melakukan kejahatan ini pada 2017 hingga 2020. Mereka telah memiliki pemasok tetap dari Surabaya, yaitu RH atau Rudi. Pengiriman barang juga selalu dilayani jasa ekspedisi yang dimiliki YP alias Yustus.
”Mereka saling kenal melalui pemesanan dan pengiriman sebelumnya. Kali ini tujuan mereka masih sama, yaitu mendapatkan keuntungan besar dari harga rokok yang relatif rendah karena tak dilekati pita cukai asli. Nantinya, keuntungan akan dibagi rata 50 persen antara pihak di Minahasa Selatan dan di Surabaya,” kata Dita.
Potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 1,47 miliar. (Cerah Bangun)
Peti kemas dikirim dengan Kapal Mesin Spil Caya yang tiba di Bitung pada 16 Februari dan, menurut rencana, akan langsung dikirim ke toko Jefferson di Tumpaan. Namun, orang yang ditugasi mengantar menolak menunaikan tugasnya karena merasa peti kemas diawasi empat orang yang diduga petugas Bea Cukai.
Mengetahui keadaan itu, Jefferson dan Fernando memutuskan untuk mengirim kembali peti kemas tersebut kepada Rudi di Surabaya, lagi-lagi dengan jasa Yustus. Namun, petugas Bea Cukai di Bitung lebih dulu merazia peti kemas itu. Di dalamnya, didapati 2,16 juta batang rokok merek Nous, 592.000 batang merek GLX, dan 480.000 batang merek Plus.
Cerah mengatakan, penyidikan kasus tersebut telah selesai dan berkas-berkasnya sudah lengkap (P-21). ”Kami telah menyerahkan kedua tersangka pada Kejaksaan Tinggi Sulut untuk ditahan, begitu juga barang buktinya,” kata Cerah.
Pemalsuan pita cukai rokok atau bahkan peredaran rokok tanpa pita cukai kerap ditemui di Sulut. Namun, jumlah rokok ilegal yang disita dari Jefferson dan Fernando jauh lebih besar daripada temuan Kanwil DJBC Sulbagtara selama 2018-2020, yaitu 1,24 juta batang.
Selama 2019-2020, Kanwil DJBC Sulbagtara serta Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Manado dan Bitung menindak 149 pelanggaran cukai. Padahal, cukai rokok dan minuman keras mendatangkan pendapatan besar bagi negara. Pada 2019 saja, KPPBC Manado dan Bitung mencatat penerimaan cukai Rp 19,89 miliar dari kedua jenis barang itu.
Menurut Cerah, pelanggaran ketentuan cukai rokok disebabkan keinginan produsen atau distributor untuk menjual langsung kepada masyarakat dengan untung sebesar-besarnya. Pelanggaran serupa sangat sering ditemui dalam peredaran miras. Dalam konteks Sulut, produsen miras pabrikan bersaing ketat dengan miras lokal, seperti cap tikus.
Sementara itu, Kepolisian Resor Bitung mengamankan 14 orang yang diduga mengirim cap tikus dengan kapal penumpang tujuan Manokwari, Papua Barat. Kepala Tim Reserse Mobil Polres Bitung Ajun Inspektur Dua Denhar Papente mengatakan, timnya menemukan miras tersebut di dalam 3.136 botol bekas air mineral ukuran 600 mililiter.