Pemikiran Menikahkan Anak Korban Pencabulan Masih Terjadi
Pemikiran untuk menikahkan anak yang menjadi korban pencabulan dengan pelaku masih terjadi. Peran keluarga dan kolaborasi banyak pihak penting untuk mencegah hal tersebut.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sepanjang semester I-2021, terungkap delapan kasus pencabulan anak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Namun, pemikiran untuk menikahkan anak yang menjadi korban dengan pelaku sebagai penyelesaian masalah masih saja terjadi. Peran keluarga dan kolaborasi banyak pihak penting untuk mencegah hal tersebut.
Berdasarkan data Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Bulungan, tujuh kasus merupakan kasus pencabulan anak yang diawali dengan hubungan berpacaran. Adapun satu kasus lainnya merupakan pencabulan yang dilakukan oleh ayah tiri.
Kepala Unit PPA Polres Bulungan Inspektur Dua Lince Karlinawati mengatakan, masih ada orangtua yang ingin menyelesaikan kasus pencabulan anak dengan menikahkan sang buah hati dengan pelaku. Hal ini menunjukkan masih ada orangtua yang belum memahami risiko pernikahan anak.
”Itu berisiko untuk anak perempuannya. Setelah menikah, kemudian hamil dan punya anak, permasalahan jadi semakin berat untuk anak perempuan itu. Kami edukasi seperti itu,” kata Lince, saat dihubungi dari Balikpapan, Jumat (2/7/2021).
Meskipun hubungan seks dilakukan atas suka sama suka, di mata hukum, perempuan di bawah 18 tahun merupakan anak-anak. Dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, tidak ada istilah suka sama suka untuk persetubuhan dan pencabulan terhadap anak.
Posisi anak dalam konteks itu adalah korban yang perlu dilindungi oleh semua orang dari perbuatan cabul. Pasal 76 E UU Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan, setiap orang dilarang membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Dari kasus pencabulan anak yang diproses di Polres Bulungan, rata-rata korban berusia 14-16 tahun dengan berbagai masalah. Sebanyak tiga anak berpacaran dengan orang yang sudah dewasa. Sebagian anak bercerita kepada orangtua telah melakukan hubungan seksual. Sebagian lainnya orangtua yang berperan aktif memantau kegiatan anak.
”Peran orangtua dalam berhubungan dengan anak sangat penting. Terutama terkait komunikasi dan pendidikan seks bagi anak,” kata Lince.
Menghadapi sikap orangtua yang ingin menikahkan korban pencabulan anak, polisi menganjurkan kepada orangtua agar kasus tetap berjalan sesuai hukum. Sebab, risiko yang dihadapi anak akan lebih besar jika menikah di usia dini. Selain itu, anak juga terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bulungan Inspektur Satu Muhammad Khomaini menjelaskan, para pelaku dikenai pasal UU Perlindungan Anak. ”Para pelaku terancam pidana maksimal 15 tahun penjara,” katanya.
Seks usia remaja dalam ikatan pernikahan atau tidak sama-sama berisiko secara psikologis (Kompas, 20/4/2021). Seks di luar nikah rentan memunculkan kecemasan karena takut hamil, tertular penyakit seksual, menyesal, dan mudah curiga pada pasangan hingga depresi.
Dalam wawancara dengan Kompas, 25 Juni 2015, psikolog klinis dan peneliti hubungan romantis di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Pingkan CB Rumondor, menyebutkan, pernikahan membutuhkan tanggung jawab yang besar.
Anak-anak yang belum matang secara pemikiran rentan depresi ketika berhadapan dengan masalah ekonomi hingga konflik dengan keluarga. Belum lagi jika anak perempuan memiliki anak. Secara mental, Pingkan menyebutkan, anak belum siap menghadapi itu dengan pengalaman, mental, dan pengetahuan yang minim.
Anak perempuan yang hamil juga memiliki risiko kesehatan yang tinggi. International Women’s Health Coalition menyebutkan, anak perempuan yang melahirkan pada usia kurang dari 15 tahun memiliki risiko kehamilan lima kali lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang melahirkan di usia 20 tahun.
Kehamilan bagi anak perempuan juga berisiko pada bayi yang dikandung. Bayi yang dikandung kekurangan nutrisi. Sebab, sang ibu yang masih anak-anak masih dalam masa pertumbuhan dan harus berbagi nutrisi dengan janin yang dikandung (Kompas, 20/4/2021).