Pemprov Sulawesi Utara memperketat akses masuk ke wilayahnya dengan mengganti syarat minimal tes cepat antigen Covid-19 menjadi tes reaksi berantai polimerase (PCR). Penumpang tiba juga wajib tes antigen.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memperketat akses masuk ke wilayahnya dengan mengganti syarat minimal tes cepat antigen Covid-19 menjadi tes reaksi berantai polimerase atau PCR. Para penumpang pesawat juga diwajibkan mengikuti tes cepat antigen setibanya di Manado.
Kebijakan itu berlaku mulai Kamis (1/7/2021). ”Mulai Kamis, sudah ada tim swab (tes usap) di Bandara (Sam Ratulangi),” kata juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel, menyusul penerbitan Surat Edaran tentang Ketentuan Pemeriksaan Swab PCR dan Rapid Antigen bagi Pelaku Perjalanan di Provinsi Sulawesi Utara, Rabu (30/6/2021) malam.
Kebijakan ini belum sepenuhnya efektif karena baru diumumkan pada Rabu malam. Meski tes cepat antigen diwajibkan bagi semua penumpang pesawat yang tiba di Manado, tim Dinas Kesehatan Sulut hanya mengambil sampel usap dari penumpang asal Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
Stakeholder Relations Manager Bandara Sam Ratulangi Yanti Pramono mengatakan, koordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan Manado berujung pada pemberian toleransi bagi penumpang yang belum mengantongi hasil tes PCR selama dua hari ke depan. Pada saat yang sama, ia belum tahu teknis tes cepat antigen.
”Mungkin tidak semua dites antigen, cuma penumpang dari daerah zona merah (risiko tinggi) saja. Karena hari ini saja, penumpang datang ada sekitar 1.100 orang. Bisa saja tim tes antigen kewalahan,” kata Yanti.
Menurut Yanti, jumlah penumpang pesawat yang tiba di Manado bisa melampaui 1.500. Ia menduga, minat perjalanan ke luar daerah sedang menurun karena peningkatan jumlah kasus di daerah lain, terutama di Jawa. ”Ini sudah di bawah normal,” katanya.
Satgas Covid-19 Sulut menyiapkan tim tes cepat antigen beranggotakan 48 orang. Steaven mengatakan, mereka dibagi ke dalam tiga kelompok yang bekerja secara bergiliran dalam sehari untuk mencegah kelelahan akibat mengambil sampel usap semua penumpang tiba, sesuai instruksi surat edaran.
Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, kebijakan ini diambil menyusul peningkatan kasus baru Covid-19 di Sulut. Selama sepekan terakhir, 24-30 Juni, ada tambahan 29,42 kasus setiap hari, meningkat dari 6,4 kasus setiap hari selama pekan pertama Juni.
Salah satu faktor peningkatan rata-rata kasus harian adalah pelaku perjalanan dari daerah transmisi di Jawa yang ternyata mengidap Covid-19. Satgas Covid-19 Sulut mencatat, ada 41 orang di Tomohon yang termasuk dalam kluster pelaku perjalanan. Kluster serupa ditemukan di Bitung, kota pelabuhan utama di Sulut.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Tomohon Olga Karinda justru tidak bisa memastikan berapa kasus di dalam kluster perjalanan tersebut. Menurut Olga, kluster tersebut bermula dari pelaku perjalanan yang hanya singgah tiga atau empat hari di Jakarta, kemudian pulang dan menularkannya kepada keluarga dan orang-orang terdekat.
Ada 16 pasien di ruang isolasi berkapasitas 23 orang. Tapi, masih terkendali.
”Hampir semuanya orang tanpa gejala, terutama yang masih muda-muda. Memang ada peningkatan kasus, terutama di Rumah Sakit Umum Daerah (Anugerah Tomohon). Ada 16 pasien di ruang isolasi berkapasitas 23 orang. Tapi, masih terkendali,” ujar Olga.
Untuk mencegah penularan dari pelaku perjalanan, Pemerintah Provinsi Sulut juga mewajibkan penduduk Sulut dari luar daerah untuk isolasi mandiri selama lima hari. Jika ada gejala demam, batuk, flu, dan diare, warga wajib mengikuti tes PCR.
Di samping itu, pelaku perjalanan dari luar daerah yang akan melanjutkan perjalanan ke wilayah kepulauan melalui jalur laut juga diwajibkan mengikuti tes cepat antigen. Seluruh kebijakan ini dilaksanakan seiring pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro di desa dan kelurahan di Sulut.
Untuk mengatasi Covid-19 pada 2021, Pemprov Sulut telah menyiapkan Rp 96 miliar dari dana transfer pusat ataupun APBD. Hingga Kamis (24/6/2021), realisasinya baru 10 persen. Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw mengatakan, dana itu akan digunakan untuk membayar insentif tenaga kesehatan.
”Sisanya tinggal kami gunakan untuk masker dan hand sanitizer (penyanitasi tangan). Untuk kebutuhan (sarana dan prasarana) kesehatan lainnya, Sulut sudah lengkap,” kata Steven. Ia menambahkan, belum ada dana yang akan dialokasikan untuk PPKM mikro ataupun bantuan sosial.