Sidoarjo Pertimbangkan Kearifan Lokal untuk Kegiatan Ibadah di Masjid
Sidoarjo siap mengimplementasikan kebijakan PPKM darurat demi mengendalikan pandemi Covid-19. Namun, terkait kegiatan peribadatan di masjid, pemda mempertimbangkan kearifan lokal dan risiko sebaran Covid-19 level mikro.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bersiap mengimplementasikan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Namun, terkait kegiatan peribadatan, pemerintah daerah mempertimbangkan kearifan lokal dan risiko sebaran Covid-19 level mikro di wilayah rukun tetangga/rukun warga.
Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk Jawa dan Bali yang berlaku pada 3-20 Juli. Aktivitas masyarakat dibatasi lebih ketat dibandingkan selama diberlakukannya kebijakan PPKM mikro.
Sidoarjo bersama Surabaya, Kota Mojokerto, Tulungagung, Madiun, Lamongan, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Blitar, dan Kota Batu termasuk daerah dengan kriteria level 4. Oleh karena itu, Sidoarjo harus menerapkan kebijakan bekerja dari rumah 100 persen pada sektor non-esensial dan sistem pembelajaran daring untuk kegiatan belajar-mengajar.
Kegiatan pusat perbelanjaan dan perdagangan ditutup sementara. Fasilitas umum, termasuk tempat wisata, juga ditutup. Demikian halnya dengan tempat ibadah, seperti masjid, mushala, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
Menyikapi kebijakan PPKM darurat tersebut, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, pihaknya patuh kepada pemerintah pusat. Bahkan, persiapan mulai dilakukan dengan menyosialisasikan kebijakan tersebut secara bertahap kepada beragam lapisan masyarakat.
Setelah menggelar konsolidasi internal dengan pejabat daerah, Kamis (1/7/2021), misalnya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo langsung menggelar rapat dengan Forum Komunikasi Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan sejumlah tokoh agama. Selain menyosialisasikan kebijakan PPKM darurat, pemda juga mencari masukan dari para tokoh agama agar pelaksanaan di lapangan berjalan lancar.
Rapat FKUB Sidoarjo itu dihadiri Majelis Ulama Indonesia Sidoarjo, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sidoarjo, pengurus Muhammadiyah Sidoarjo, serta pemuka agama Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, dan Khonghucu.
”Pada prinsipnya, seluruh tokoh agama mendukung upaya pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19 di Sidoarjo. Hanya, terkait pelaksanaan ibadah di masjid dan mushala, para ulama meminta agar mempertimbangkan kearifan lokal,” ujar Muhdlor.
Kearifan lokal yang dimaksud adalah penutupan tempat ibadah hanya dilakukan pada lingkungan rukun tetangga/rukun warga berisiko tinggi sebaran Covid-19 atau zona merah dan oranye. Adapun tempat ibadah yang berada di lingkungan RT/RW zona kuning dan zona hijau peta sebaran Covid-19 tetap dibuka.
Peribadatan seperti shalat berjemaah diperbolehkan dengan protokol kesehatan ketat dan jumlah peserta yang dibatasi. Shalat Jumat dan shalat Idul Adha juga tetap diperbolehkan dengan syarat tertentu. Ada klasifikasi dalam penerapan kebijakan PPKM darurat sesuai dengan kondisi faktual.
Menanggapi masukan tersebut, Ahmad Muhdlor mengatakan, pihaknya akan mengkaji lebih dalam dengan mempertimbangkan berbagai hal, termasuk regulasi yang ditetapkan pemerintah pusat. Adapun hasil kajian itu akan dituangkan dalam surat edaran bupati sebagai payung hukum implementasi PPKM darurat di Sidoarjo.
Pada prinsipnya, seluruh tokoh agama mendukung upaya pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19 di Sidoarjo. Hanya, terkait pelaksanaan ibadah di masjid dan mushala, para ulama meminta agar mempertimbangkan kearifan lokal.
Selain kepada tokoh agama, Pemkab Sidoarjo juga akan menyosialisasikan kebijakan PPKM darurat kepada pelaku ekonomi, seperti pengelola pusat perbelanjaan dan perdagangan. Hal serupa juga disosialisasikan kepada pelaku industri karena Sidoarjo merupakan jantung industri Jatim.
Bekerja dari rumah
Sekretaris Daerah Pemkab Sidoarjo Ahmad Zaini mengatakan, terkait dengan aturan bekerja dari rumah, pihaknya tengah mengkaji formula yang tepat untuk diterapkan di kantor lingkungan pemda. Hal itu dinilai penting agar pelayanan masyarakat tidak terganggu, tetapi pegawai pemerintah tetap terlindungi dari paparan Covid-19.
”Rencananya, 50 persen pegawai akan bekerja dari rumah dan 50 persen lainnya bekerja di kantor. Namun, implementasinya juga tidak mudah, terutama untuk instansi dengan tingkat permintaan layanan tinggi, seperti dinas kependudukan dan catatan sipil,” kata Zaini.
Masyarakat menuntut layanan kependudukan berjalan prima. Di sisi lain, pegawai yang melayani diharuskan bekerja dari rumah untuk menekan risiko terpapar Covid-19. Oleh karena itulah, perlu dicari formulasi yang tepat. Salah satunya meningkatkan sistem layanan daring dan membuka layanan mandiri, seperti anjungan kependudukan.
Berdasarkan data satgas Covid-19, laju sebaran penyakit di Sidoarjo masih tinggi. Hal itu ditandai dengan meningkatnya pertambahan kasus baru harian secara signifikan. Berdasarkan data Rabu (30/6/2021), misalnya, penambahan kasus mencapai 61 orang sehingga total kumulatif menjadi 12.040 kasus.
Dari 12.040 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 tersebut, 11.237 kasus dinyatakan sembuh dan 641 kasus meninggal. Penambahan kasus diprediksi masih terus terjadi karena tingginya mobilitas warga dan lemahnya penerapan protokol kesehatan.