Kapal Maju Pun Bisa Mundur akibat Terseret Arus Selat Bali
Arus Selat Bali terkenal kuat. Kapal dalam keadaan mesin menyala normal tanpa ada gangguan apapun dengan kecepatan 6 knot sampai 7 knot bisa terseret mundur. Bahkan bisa terseret hingga 40 mil jauhnya.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F20200325GER_Nyepi-Pelabuhan-Ketapang-Ditutup12_1585134492.jpg)
Sejumlah kapal ferry melakukan lego jangkar di sekitar perairan Pelabuhan Ketapang karena pelabuhan tidak beroperasi pada Rabu (25/3/2020). Pelabuhan Ketapang ditutup sejak pukul 23.00 Selasa (24/3/2020) hingga pukul 05.00 Kamis (26/3/2020) untuk menghormati mayoritas warga Bali yang merayakan hari Raya Nyepi.
"Selat Bali hang wes isun sebrangi dadi saksi sun tinggalno anak rabi".(Selat Bali yang sudah ku seberangi, jadi saksi aku tinggalkan anak istri)
Penggalan lagu Selat Bali karya Miswan tersebut cukup menggambarkan beratnya menyeberangi selat yang memisahkan sekaligus menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Meninggalkan anak istri, bukanlah perkara yang mudah. Pun demikian saat kapal-kapal ferry harus menyeberangi selat dengan arusnya yang terkenal kuat. Kapal sedang melaju pun kadang terseret mundur karena kuatnya arus di Selat Bali.
Arus kuat itu pulalah yang diduga menjadi salah satu faktor penyebab tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee, Selasa (29/6/2021). Sampai saat ini dilaporkan 51 penumpang selamat, 7 orang meninggal dunia, dan 18 lainnya masih dalam pencarian.
Kuatnya arus di Selat Bali diakui oleh Arnoldus Yansen (61), pensiunan pegawai PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (PT ASDP) yang pernah 18 tahun bertugas di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk sejak tahun 1987 hingga 2005.
“Saya pernah tugas di Selat Rote, Selat Madura, Selat Sunda, Raja Ampat, Maluku Tenggara dan Kupang. Harus diakui, arus yang paling kencang itu ada di Selat Bali,” ucapnya ketika berbincang dengan Kompas, Rabu (30/6/2021).
Yansen mengatakan, ada sembilan palung besar dan dalam di Selat Bali. Keberadaan palung itu turut membuat arus berubah dengan sangat cepat dan kuat. Kadang arus di atas palung itu seolah menjadi pusaran yang bisa menarik benda di sekitarnya.
Baca juga: KRI Rigel Temukan KMP Yunicee di Kedalaman 78 meter

Sejumlah kapal timsar mencari korban Kapal KMP Refelia II yang tenggelam di Selat Bali, Banyuwangi, Jumat (4/3). KMP Rafelia II yang beroperasi dari Pelabuhan Gilimanuk Bali menuju Pelabuhan Ketapang, tenggelam di Selat Bali sekitar pukul 13.10 WIB.
Sebagai antisipasi, sejumlah lampu suar ditempatkan di dekat palung-palung itu. “Kalau kamu menyeberang, melihat ada lampu-lampu merah mengapung di tengah (Selat Bali), itu dekat dengan palung. Kamu lihat saja arusnya sekuat apa,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai General Manager PT ASDP cabang Kupang dan cabang Maluku Tenggara itu.
Ia mengisahkan, kapal dengan kecepatan melaju 10 knot bisa terhenti bahkan dipaksa mundur karena terseret arus. Kecepatan 10 knot di laut, setara dengan 18 kilometer per jam. Bila kecepatan 10 knot tidak bisa melaju atau bahkan mundur, berarti kekuatan arus di Selat Bali bisa lebih dari 10 knot.
Ada sembilan palung besar dan dalam di Selat Bali. Keberadaan palung itu turut membuat arus berubah dengan sangat cepat dan kuat. Kadang arus di atas palung itu seolah menjadi pusaran yang bisa menarik benda di sekitarnya.(Arnoldus Yansen)
Kuatnya arus Selat Bali mengharuskan setiap kapal memiliki perwira jaga yang handal, serta memahami pasang surut dan kecepatan air. Awak kapal yang paham karakteristik Selat Bali, lanjut Yansen, pasti mengetahui jalur mana yang aman untuk dilalui.
“Tidak bisa kapal gerak lurus dari Ketapang ke Gilimanuk atau sebaliknya. Kalau arus ke selatan, kapal harus ke utara dulu. Dengan bantuan arus, ia akan masuk ke dermaga. Kalau kapal itu potong kompas, dia bisa kebuang (terseret) sampai Muncar, di Banyuwangi selatan,” tutur Yansen.
Baca juga: KMP Yunicee Tenggelam di Selat Bali, Penyeberangan Ditutup Sementara

Arus Mudik - Senja mengiringi perjalanan kapal ro-ro dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali menuju Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur, Selasa (14/7). Infrastruktur dan transportasi yang memadai membuat arus ribuan kendaraan pemudik dapat berjalan lancar.
Terseret
Pengalaman terseret arus di Selat Bali pernah dialami Ari Lado (45), seorang Masinis III yang masih aktif melakukan penyeberangan. Kendati tidak lagi melayani penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, Selat Bali masih menjadi lintasannya karena ia melakukan pelayaran Ketapang-Lembar.
Kapal tempat Ari bekerja pernah terseret selama 5 jam dari pukul 19.00 hingga pukul 24.00. Kapal yang normal dengan kondisi mesin semua menyala tak mampu menahan kuatnya arus Selat Bali.
“Mesin hidup. Semua normal tanpa ada gangguan apapun. Kecepatan kapal sekitar 6 knot sampai 7 knot. Tapi arus sangat kuat, kami terbawa sekitar 40 mil dari jalur semula. Bayangkan saja, 5 jam mesin melawan arus, kami tetap hanyut terbawa sejauh itu,” tuturnya.
Beruntung selama melayani rute Ketapang-Gilimanuk pada tahun 2001-2009 dan 2010-2015, ia tidak pernah mengalami black out (kelistrikan mati total) saat menyeberang Selat Bali. Ia menyebut, kapal dalam kondisi black out bisa hanyut sejauh 300 meter dalam hitungan 10 menit.
Ari mengakui Selat Bali memang salah satu jalur penyeberangan yang sulit dan menantang. Kondisi cuaca dan perairan yang berubah dengan cepat membuat rute tersebut sulit diprediksi. Ia menyebut, arus di Selat Bali sangat tergantung pada pasang surut air. Saat surut, arus akan bergerak ke selatan, sedangkan saat pasang arus akan ke utara.
Baca juga: KMP Yunicee Miring dan Tenggelam dalam 5 Menit

Arus Mudik - Senja mengiringi perjalanan kapal ro-ro dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali menuju Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur, Selasa (14/7). Infrastruktur dan transportasi yang memadai membuat arus ribuan kendaraan pemudik dapat berjalan lancar.Kompas/P Raditya Mahendra Yasa (WEN)14-07-2015
Kondisi geografis Selat Bali yang diapit Laut Jawa dan Samudera Hindia dan menyempit di antara Pulau Jawa dan Bali membuat arus di sana kencang. Kondisi itu ditambah kondisi bawah laut, dengan palung yang dalam. Arus yang kencang itu menabrak bukit-bukti di palung sehingga arus bisa berubah.
“Kondisi yang seperti itu tidak pernah saya temui di tempat lain. Saya pernah tugas di Padang Bai-Lembar dan Banjarmasin. Arusnya tidak sesulit dan sekuat Selat Bali,” tutur Ari.
Kuatnya arus Selat Bali yang membuat KMP Yunicee tumbang dan tenggelam disaksikan langsung oleh Mohammad Pandu (34) Mualim I KMP Tunu Pratama Jaya 3888. Kapal tempat Pandu bekerja sempat berpapasan dengan KMP Yunicee saat kapal itu mulai miring.
“Kapal kami keluar dari Gilimanuk, sedangkan KMP Yunicee akan sandar di Gilimanuk. Kami berpapasan saat kapal kami berjarak 300 meter dari Gilimanuk. Saat itu kondisi laut bergelombang. Alun gelombang sangat terasa,” tutur Pandu
Ia menyebut, alun dari arah tenggara menghantam sisi kiri kapal Yunicee. Perlahan kapal sudah mulai miring ke kanan. KMP Tunu Pratama Jaya 3888 sempat melakukan panggilan darurat ke KMP Yunicee, namun panggilan itu tidak dibalas.
Baca juga: ”Life Raft” KMP Yunicee Diangkat

KMP Tunu Pratama Jaya 3888 saat itu hendak memberikan pertolongan. Lagi-lagi arus yang kencang membuat pertolongan itu tidak bisa dilakukan. Potensi kandas atau bahkan ikut terseret mengancam KMP Tunu Pratama Jaya 3888.
“Kami sempat terseret, untung kami bisa keluar. Akhirnya demi keselamatan penumpang kami, nahkoda memilih untuk menjauh dari lokasi. Titik di sekitar Yunicee tenggelam itu merupakan salah satu titik dengan arus terkuat karena memang berada jalur di tali arus,” ungkapnya.
Ombak "maling"
Sebagai pelaut yang sudah mengarung sejak 2013, Pandu mengatakan dirinya sudah mengenal ciri-ciri arus, alun, dan ombak. Arus merupakan gerak air, sedangkan alun merupakan gelombang yang tidak disertai angin kencang. Adapun ombak ialah gelombang yang disebabkan angin.
Kondisi geografis Selat Bali yang diapit Laut Jawa dan Samudera Hindia dan menyempit di antara Pulau Jawa dan Bali membuat arus di sana kencang. Kondisi itu ditambah kondisi bawah laut, dengan palung yang dalam. Arus yang kencang itu menabrak bukit-bukti di palung sehingga arus bisa berubah.
Salah satu yang paling berbahaya di Selat Bali ialah, ombak "maling". Ini istilah yang digunakan para pelaut di Selat Bali untuk menyebut ombak dengan alun paling kuat. Di Selat Bali, kapal yang masuk ke dalam ombak maling dalam posisi menghadap timur atau tenggara dipastikan beraada dalam bahaya.
“Kalau kena ombak maling saat posisi menghadap timur atau tenggara, itu bahaya. Gelombang itu pasti kena lambung kiri atau lambung kanan. Muatan jangan sampai miring ke satu sisi. Kalau muatan mobil, truk dan bus sudah miring, pasti sulit bagi kapal untuk bisa seimbang lagi,” ungkapnya.
Bulan Juni hingga Agustus, lanjut Pandu, memang musim angin tenggara. Musim di mana alun di Selat Bali sedang dalam puncak tertingginya.
Baca juga: Fokus Pencarian Korban KMP Yunicee

Tangkapan layar dari video upaya pencarian dan pertolongan (SAR) dalam musibah KMP Yunicee di perairan kawasan Gilimanuk, Jembrana, Bali, Rabu (30/6/2021). KMP Yunicee tenggelam di perairan Selat Bali, Jembranan, Selasa (29/6). Dokumentasi Basarnas Bali.
Dalam catatan Kompas, kapal landing craft tank (LCT) Kaltim Mas II tenggelam di Selat Bali tahun 1994. Setahun setelahnya, LCT Trisila Pratama juga tenggelam di Selat Bali. KMP Citra Mandala Bakti juga pernah jadi korban keganasan arus Selat Bali pada tahun 2000.
Peristiwa terakhir sebelum tenggelam KMP Yunicee terjadi pada tahun 2016. Kapal penumpang Rafelia II tenggelam saat menyeberang dari Pelabuhan Gilimanuk di Jembrana, Bali, menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (4/3) pukul 13.07.
Dari 82 penumpang, 5 penumpang meninggal dan 1 orang hilang. Kapal tenggelam karena beban berat yang dibawa. Saksi mata saat itu melihat ada air yang masuk ke lambung kapal.
Yansen, Ari dan Pandu juga tidak tahu solusi apa yang bisa digunakan untuk menghadapi kondisi alam seperti itu. Namun ketiganya sepakat, kondisi alam dan tantangan perairan yang sulit dapat dihadapi bila kapal-kapal yang menyeberang Selat Bali ialah kapal-kapal yang tangguh.
“Kalau sudah kapalnya tidak dalam performa terbaik, ABK-nya juga tidak terbiasa dengan karakteristik Selat Bali, saya khawatir dengan keselamatan penyeberangan. Ini bukan kali pertama, kapal ferry tenggelam di Selat Bali,” ujar Yansen berpesan.
Pemahaman pelaut terhadap karakteristik Selat Bali dan kondisi cuaca menjadi krusial untuk mencegah insiden kecelakaan kapal di perairan itu terulang kembali. Begitupun dengan kondisi kapal yang layak untuk mengarungi arus di perairan itu.