Sulteng Kembali Berlakukan Tes Antigen untuk Pelaku Perjalanan Darat
Provinsi Sulteng kembali memperketat perbatasan dengan provinsi lain dan mengharuskan pelaku perjalanan dari dan ke daerah itu menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah kembali memberlakukan pemeriksaan hasil tes Covid-19 di perbatasan daerah itu dengan provinsi lain. Pelaku perjalanan dari dan ke Sulteng harus menunjukkan hasil negatif tes Covid-19 dari metode tes cepat antigen atau reaksi berantai polimerase (PCR). Pengawasan mobilitas orang itu dilakukan untuk mengendalikan kasus Covid-19 yang dalam seminggu terakhir kembali meningkat.
Kepala Bagian Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng Adiman menyatakan, Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan Sulteng akan membuka pos pemeriksaan dokumen hasil tes Covid-19 setelah rapat koordinasi dengan kabupaten-kabupaten di perbatasan. ”Kapan mulainya, masih menunggu rapat dengan gubernur,” katanya, di Palu, Rabu (30/6/2021).
Dibukanya kembali pos pemeriksaan hasil tes Covid-19 dengan metode antigen atau PCR tersebut salah satu poin surat edaran Gubernur Sulteng Rusdy Mastura terkait pengendalian penularan Covid-19. Disebutkan, surat keterangan hasil tes negatif untuk pelaku perjalanan darat dari dan ke Sulteng itu minimal berlaku 2 x 24 jam sejak hasilnya diterbitkan.
Pemeriksaan hasil tes Covid-19 dari dan ke Sulteng via darat untuk semua pelaku perjalanan pernah diberlakukan tahun lalu hingga awal 2021. Seiring menurunnya kasus, pos-pos tersebut ditutup. Pos sempat dibuka kembali untuk penyekatan mudik Idul Fitri lalu.
Pos-pos pengecekan itu didirikan di perbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di Kabupaten Donggala, perbatasan dengan Gorontalo di Parigi Moutong, perbatasan Sulawesi Selatan di Poso, dan perbatasan Sulawesi Tenggara di Morowali.
Merujuk pertimbangan dalam surat edaran tersebut, Adiman menyatakan, peraturan itu semata-mata untuk mengendalikan penularan Covid-19. Mobilitas warga memunculkan risiko tinggi penularan Covid-19.
Kasus penularan Covid-19 di Sulteng meningkat dalam seminggu terakhir. Pada Selasa (29/6/2021), ada tambahan 75 kasus baru, angka tertinggi setelah melonjak drastis pada rentang Januari-Maret 2021. Sejak minggu lalu, tambahan kasus harian sudah lebih dari 30 kasus. Padahal, sebelumnya, tambahan kasus harian paling banyak 20, sekali-sekali hingga 30 kasus.
Total kasus di Sulteng saat ini 13.577 dengan 12.743 orang (93 persen) terinfeksi Covid-19 sudah sembuh. Sebanyak 444 orang dirawat di sejumlah rumah sakit dan menjalani isolasi mandiri di rumah. Dari jumlah kasus positif, 400 orang meninggal (2,9 persen).
Juru bicara penanggulangan Covid-19 Kota Palu, Rachmat Yasin, menyatakan, pengetatan perbatasan darat setidaknya bisa menekan penyebaran virus dari daerah lain. Dengan cara itu, ditambah dengan pembatasan di kabupaten/kota di Sulteng, wabah diharapkan bisa dikendalikan. Di Palu, misalnya, diberlakukan jam malam untuk tempat usaha, antara lain restoran, warung kopi, kedai, dan kafe.
Dari contoh di Palu, kasus penularan terjadi di lingkungan keluarga. Hal itu berarti ada anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah atau melakukan perjalanan dan menjadi pembawa virus ke rumah.
Namun, pengetatan perbatasan itu dinilai akan membebani pelaku perjalanan dengan tingkat frekuensi tinggi. Aris (38), warga Kota Palu, yang harus keluar dan masuk Sulteng sampai empat kali sebulan, menuturkan, dirinya akan mengeluarkan biaya besar untuk tes cepat antigen.
”Saya dukung upaya untuk pengendalian Covid-19, tapi kami juga mesti diperhatikan. Kalau ada skema subsidi untuk tes antigen, itu lebih baik,” kata warga yang bekerja di sektor distribusi alat-alat pertanian itu.