Mereka seperti Kehabisan Tujuan Mencari Tempat Perawatan
Sebagian pasien bahkan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit atau saat masih berada di rumah. Ada juga laporan terkait kesulitan warga mendapat ambulans untuk mengangkut jenazah ke pemakaman.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga/Abdullah Fikri Ashari/Stefanus Ato
·4 menit baca
Ari Budiman (45) memacu ambulans dari Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, membawa warganya yang terpapar Covid-19 menuju RSUD Soreang, Jumat (11/6/2021) sore. Begitu tidak ada tempat tidur di RSUD Soreang, dia kemudian melaju ke RS Unggul Karsa Media, yang juga tak mampu menampung pasien lagi.
Perjalanan Kepala Seksi Kesejahteraan Pemerintah Desa Tenjolaya tersebut mencari rumah sakit berakhir di RS Paru A Rontisulu pukul 23.30. ”Di IGD (instalasi gawat darurat) masih harus antre. Pasien dapat kamar itu jam 04.00,” ujar Ari, Selasa (29/6/2021).
Tiga minggu terakhir, hampir tiap hari Ari dan rekannya mengantar warga yang terpapar Covid-19. Selama itu pula ia kelimpungan mencari ruang isolasi di lima rumah sakit. Jika dihitung, ia menghabiskan 12 jam di jalan.
”Kalau enggak tahan, saya paling tidur di emperan sambil pakai APD (alat pelindung diri),” ucap bapak dua anak ini. Sebelum pulang ke rumah, ia hanya meminta istrinya memasak air panas untuk mandi. Pantang baginya berjumpa keluarga sebelum membersihkan diri.
Kepala Desa Tenjolaya Ismawanto Soemantri berharap ada nomor telepon khusus untuk rujukan pasien Covid-19 yang bisa diakses langsung oleh perangkat desa. ”Jadi, ketika ada kasus, aparat dapat segera mengantarnya. Tidak harus pusing mendatangi rumah sakit untuk memastikan ketersediaan ruang isolasi,” ujarnya.
Terlebih lagi, belum ada tanda-tanda tugas mereka mereda. Hingga Selasa, Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar mencatat, keterisian ruang isolasi di rumah sakit mencapai 91,6 persen. Okupansi ini naik tiga kali lipat dibandingkan dengan satu setengah bulan lalu.
Di RSUD Gunung Jati, Kota Cirebon, Jabar, tim forensik semakin sibuk dua pekan terakhir seiring meningkatnya angka kematian akibat Covid-19. Hingga Selasa siang, misalnya, tim memulasarakan 11 jenazah. ”Ini yang paling tinggi selama pandemi. Dalam 15 hari ini, rata-rata kami menangani lima jenazah per hari,” kata Usman, petugas RSUD Gunung Jati.
Sebenarnya, penanganan jenazah hanya berkisar 30 menit. Namun, proses sebelumnya memakan banyak waktu. Misalnya, petugas menunggu kesepakatan keluarga jenazah terkait tempat pemakaman.
Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan RSD Gunung Jati Maria Listiawaty mengatakan, sebagian besar pasien Covid-19 yang meninggal karena datang dalam kondisi perburukan. Gejala pasien, sesak dan saturasi oksigen jauh di bawah 95 persen.
”Bahkan, ada yang 70 persen. Kami sudah mengupayakan sebaik mungkin, bahkan memasang ventilator. Tetapi, ini sudah di luar kemampuan kami,” ujar Maria.
Kondisi di Rumah Sakit Umum Daerah Chasbullah Abulmadjid, Kota Bekasi, Jabar, setali tiga uang. Mereka kian kesulitan melayani pasien Covid-19 yang terus berdatangan. Sebagian warga terpaksa mencari oksigen sendiri untuk membantu keluarganya yang terbaring tak berdaya di tenda darurat halaman rumah sakit rujukan Covid-19 itu.
Dari pantauan pada Selasa (29/6/2021) siang, kondisi di halaman RSUD Kota Bekasi ramai dengan pasien yang keluar masuk. Achmad Mulyono (50), keluarga pasien, saat ditemui tak jauh dari RSUD Kota Bekasi mengatakan, ia menunggu adiknya yang terbaring tak berdaya di tenda darurat di halaman RSUD Kota Bekasi. Adik kandungnya mengeluhkan sesak napas dan membutuhkan alat bantu pernapasan.
”Saya tadi diminta petugas cari oksigen sendiri. Katanya, rumah sakit sudah tidak ada oksigen,” ucapnya.
Kesulitan warga dalam mendapatkan layanan kesehatan ini juga terjadi saat ada keluarga yang membutuhkan layanan ambulans untuk mengambil jenazah anggota keluarga yang meninggal lantaran positif Covid-19 saat menjalani isolasi mandiri di rumah. Keluarga harus menunggu selama berjam-jam karena keterbatasan ambulans.
Dari data Satuan Tugas Covid-19 Kota Bekasi, Selasa malam, akumulasi kasus Covid-19 di Kota Bekasi mencapai 53.768 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 3.405 kasus dalam perawatan, 690 kasus meninggal, dan 49.673 kasus sembuh.
Situasi genting
Inisiator platform Laporcovid-19, Irma Hidayana, mengatakan, situasi penanganan Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi sudah masuk tahap genting. Sejak 14 Juni sampai saat ini, sudah sekitar 20 pasien yang dibantu tim Laporcovid-19 untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Mayoritas warga yang mengeluhkan kesulitan mendapat layanan kesehatan tersebar di Jabodetabek.
Sebagian pasien bahkan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit atau saat masih berada di rumah. Aktivis Laporcovid-19 juga mendapat laporan terkait kesulitan warga mendapat ambulans untuk mengangkut jenazah ke tempat pemakaman umum.
Sementara itu, RSUD Kabupaten Bekasi untuk sementara waktu mengkhususkan layanan instalasi gawat darurat (IGD) bagi pasien Covid-19. Direktur RSUD Kabupaten Bekasi Sumarti mengatakan, tempat tidur ruang rawat inap pasien Covid-19 telah terisi penuh walaupun pihaknya telah memfungsikan ruang IGD dan tenda darurat. Saat ini, ruang IGD dan area depan RSUD Kabupaten Bekasi sudah digunakan sebagai tempat tidur ruang rawat inap pasien Covid-19 lantaran sebagian besar pengunjung positif Covid-19.
”Banyak ibu melahirkan dan bersalin yang masuk ke RSUD itu juga positif Covid-19. Jadi, sementara IGD tidak menerima pasien non-Covid-19,” katanya.
Semakin terbatasnya rumah sakit menunjukkan kondisi saat ini sudah darurat sehingga keluarga pasien dan perangkat desa pun seperti kehabisan tujuan untuk menyelamatkan pasien Covid-19. Tanpa ketegasan pemerintah, penyebaran Covid-19 makin tak terbendung dan nyawa rakyat terus melayang. Jangan sampai mereka kehilangan tujuan.