Ajak Anak Muda Kupang Jadi Agen Gerakan Moderasi Beragama
Anak muda di Kota Kupang diajak terlibat dalam gerakan moderasi beragama. Mereka diharapkan tampil membuka cara pandang orang agar bersikap terbuka dan mau menerima perbedaan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN/KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Gerakan intoleran hingga terorisme atas nama agama menyasar berbagai komunitas perlu secepatnya dihadang lewat gerakan moderasi beragama dengan menjadikan anak muda sebagai aktornya. Gerakan moderasi untuk memperkuat kerukunan itu pun harus dibangun atas alasan esensial bahwa kemanusiaan ada di atas segalanya.
Pandangan demikian mengemuka dalam kegiatan moderasi beragama yang melibatkan anak muda lintas agama di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (29/6/2021). Kegiatan itu diselenggarakan Kementerian Agama dan diikuti peserta terbatas dengan memperhatikan penerapan protokol kesehatan.
Gerakan moderasi beragama bertujuan untuk membuka cara pandang umat agar beragama secara moderat. Moderat dimaksud adalah bersikap luwes, terbuka, menerima perbedaan, dan tidak menyalahkan ajaran agama lain.
Kepala Kementerian Agama Kota Kupang Yakobus Beda Kleden mengatakan, kelompok anak muda menjadi kekuatan dalam menyebarluaskan gerakan moderasi beragama. Anak muda dimaksud berasal dari organisasi keagamaan ataupun dari organisasi kepemudaan yang mau membuka diri.
Gerakan yang sebetulnya sudah dimulai sejak lama itu untuk mengantisipasi adanya kekhawatiran akan gerakan intoleran. Kini, lanjutnya, gerakan itu menjadi perhatian Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang terkenal dengan ucapan bahwa agama merupakan inspirasi, bukan aspirasi.
Menurut dia, gerakan moderasi beragama harus dibangun atas alasan esensia. Alasan dimaksud sudah diajarkan dalam teologi agama-agama. Semua agama mengajarkan tentang kebaikan, bukan tentang kekerasan. Semua agama mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan.
”Di dalam agama Islam dikatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Di dalam Kristiani juga mengajarkan tentang cinta kasih bagi sesama manusia. Begitu juga ajaran pada agama-agama yang lain,” katanya.
Ia berharap anak muda perlu didorong untuk memperkuat gerakan moderasi beragama. Ia melihat sebagian kecil sudah melakukannya. Gerakan itu diawali dengan memulai dialog, sering terlibat dalam perjumpaan sosial, dan juga memperkuat sikap solider.
Lebih lanjut ia menambahkan, Kota Kupang dan NTT pada umumnya mempunyai kearifan lokal yang menjadi modal untuk memperkuat kerukunan. Salah satunya adalah budaya cium hidung kepada tamu. Kebiasaan itu untuk sementara waktu ditiadakan lantaran pandemi Covid-19.
Di dalam agama Islam dikatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Di dalam Kristiani juga mengajarkan tentang cinta kasih bagi sesama manusia. Begitu juga ajaran pada agama-agama yang lain.
Ia pun tidak menampik bahwa terkadang banyak gerakan menjaga kerukunan lewat dialog dan solider dibuat atas pertimbangan pragmatis. Pertimbangan itu sangat politis dan bergantung pada situasi tertentu sehingga dapat berubah seiring waktu.
Harus memulai
Ningsi Bunga, pegiat gerakan kerukunan di Kota Kupang, mengatakan, anak muda harus mengambil tanggung jawab dengan memulai kegiatan moderasi beragama. Kini, ia tergabung dalam Komunitas Peace Maker (Kompak) yang beranggotakan orang muda lintas agama Kota Kupang.
Menurut dia, isu utama yang menjadi konsen komunitas itu adalah isu kemanusiaan. Sebagai contoh, Kompak terlibat dalam pemulihan bencana badai Seroja yang menerjang NTT pada April lalu. Mereka ikut menyalurkan donasi. ”Kegiatan kemanusiaan itu yang merekatkan kami. Bahwa kita boleh berbeda keyakinan, tapi kita sama-sama manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Christo Kolimo, aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Kupang, menambahkan, selama ini mereka di kalangan mahasiswa juga sering melakukan diskusi lintas organisasi bernuansa agama. Namun, diskusi masih sebatas isu umum. Menurut dia, di ruang ini pemerintah perlu hadir memperkuat gerakan moderasi agama.