Surabaya Perlu Tambahan Sukarelawan Pemulasaraan Jenazah
Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur yang memburuk turut menyulitkan penanganan pasien dan pemulasaraan jenazah. Aparatur perlu merespons dengan penerapan kebijakan yang tepat dan tegas untuk meredakan wabah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Jaringan rumah sakit rujukan Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, memerlukan tambahan sukarelawan untuk pemulasaraan jenazah. Sukarelawan diperlukan untuk mengatasi kelambatan pemulasaraan jenazah pasien dalam situasi pandemi Covid-19 yang memburuk.
Direktur RSUD Dr Soetomo Joni Wahyuhadi, Sabtu (26/6/2021), mengatakan, RSUD Dr Soetomo kedatangan 30-40 pasien Covid-19 baru di instalasi gawat darurat (IGD) dan sudah dalam kondisi berat. Ketika pasien ditangani dalam kondisi berat, sulit dipastikan peluangnya selamat meski tenaga kesehatan mengerahkan segala upaya.
Di sisi lain, lanjut Joni, pemulasaraan jenazah pasien juga membawa tantangan tersendiri. RSUD Dr Soetomo terus menerima protes dari keluarga pasien karena dianggap lamban menangani jenazah. Padahal, tenaga atau sukarelawan pemulasaraan jenazah amat terbatas sehingga sulit untuk mencapai kecepatan layanan yang dituntut oleh publik.
”Kami baru ketambahan tiga sukarelawan dari kebutuhan minimal belasan,” kata Joni yang juga Ketua Rumpun Kuratif Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur.
RSUD Dr Soetomo merupakan salah satu rujukan utama penanganan pasien Covid-19 di Jatim. Ada lebih dari 100 RS se-Jatim yang masuk dalam jaringan penanganan pasien. Lebih dari separuhnya berada di Surabaya, ibu kota Jatim.
Di sisi lain, situasi pandemi di Jatim memburuk. Hal itu terlihat dari peningkatan kasus harian yang tiga hari ini mendekati 1.000 orang, terakhir kali terjadi pada Januari. Lonjakan kasus saat ini juga dikaitkan dengan serangan mutasi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2), yakni B.1.1.7 Alpha, B.1.351 Beta, dan B.1.617.2 Delta yang lebih cepat menular dan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan pasien.
Kami baru ketambahan tiga sukarelawan dari kebutuhan minimal belasan.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim Herlin Ferliana mengatakan, penularan Covid-19 melalui mutasi baru itu sudah dalam tahap transmisi lokal. Gambaran itu didapat dari hampir 20 warga Bangkalan yang kedapatan terjangkit Covid-19 dari varian Delta. Penularannya sudah bukan dari masuknya seseorang terjangkit mutasi, melainkan sudah antarmanusia di suatu daerah.
Menurut Satgas Jatim, saat ini keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio atau BOR) isolasi di Surabaya sudah 90 persen. Dipan-dipan di unit rawat intensif (ICU) terisi 85 persen. Keterisian tempat tidur khusus 89 persen. Situasi ini kritis dan berpotensi membahayakan pasien-pasien dari Surabaya yang bisa jadi kehabisan tempat penanganan.
Kasus aktif yang mencerminkan jumlah pasien di Surabaya sebanyak 418. Namun, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di semua fasilitas kesehatan di Surabaya menembus 2.381 orang atau 37,4 persen dari 6.360 pasien se-Jatim. Kondisi ini menyulitkan semua tenaga kesehatan dan sukarelawan dalam penanganan pandemi.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, kembali menyarankan pemerintah untuk menempuh kebijakan lebih tegas. Saat ini sedang ditempuh pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro yang dipertebal. Namun, kebijakan ini dipandang belum efektif untuk mempercepat penanganan pandemi sehingga kembali mereda.
Tepat dan tegas
Windhu mengatakan, situasi wabah di Surabaya sempat membaik, tetapi mulai bulan ini ada peningkatan kasus yang perlu direspons dengan tepat dan tegas. Tingkat kematian 5,5 persen yang, meski rendah se-Jatim, masih dua kali lipat dari situasi ideal 2 persen. Keterisian dipan juga amat tinggi, bahkan dalam batas kritis.
”Kecepatan dan cakupan testing dan tracing serta vaksinasi di Surabaya juga bagus, bahkan terbaik se-Jatim, tetapi dapat didorong lagi dengan penerapan kebijakan lebih tegas,” kata Windhu.
Kebijakan disarankan ialah pembatasan sosial berskala besar yang pernah ditempuh tahun lalu. Dengan PSBB, Surabaya dapat lebih berkonsentrasi menurunkan situasi pandemi sekaligus mendorong kembali percepatan cakupan vaksinasi dan pengetesan-pelacakan.
Sementara itu, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron telah menerbitkan surat edaran yang meminta masyarakat menunda mudik atau ”toron” Idul Adha untuk menekan penularan meluas kembali.
Edaran itu bertujuan memberikan rasa aman masyarakat dalam penyelenggaraan Idul Adha dan kurban dalam situasi pandemi yang belum mereda. Bangkalan masih berstatus zona merah atau risiko tinggi penularan sudah dua pekan terakhir.
Peribadatan pada prinsipnya masih bisa dijalankan, tetapi dengan kehadiran umat amat terbatas. Misalnya, takbiran hanya bisa dihadiri maksimal 10 persen dari kapasitas masjid atau mushala sekaligus memperhatikan protokol kesehatan. Takbir keliling tidak boleh diadakan untuk mencegah keramaian yang memicu penularan, tetapi bisa melalui siaran virtual.
”Shalat Idul Adha dilaksanakan di lapangan terbuka, tetapi belum bisa pada kelurahan/desa berstatus zona merah dan zona oranye,” kata Abdul Latif. Penentuan status risiko suatu wilayah menjadi kewenangan Satgas Bangkalan.
Untuk kurban, penyembelihan hewan dilaksanakan selama tiga hari untuk menghindari kerumunan warga di lokasi. Penyembelihan dikonsentrasikan di rumah pemotongan hewan ruminasia (RPH-R). Jika kapasitas melampaui, penyembelihan dapat dilaksanakan di luar RPH-R, tetapi mendapat pengawasan dari satgas untuk penerapan protokol. Pendistribusian daging hewan kurban harus memperhatikan protokol, yakni meminimalisasi kontak dengan sasaran.