Sarapan di Bandung, Bangunlah Lebih Pagi Agar Tidak Gigit Jari
Banyak kuliner andalan Kota Bandung tidak memberi kesempatan mereka yang doyan bangun siang. Tidak hanya mengenyangkan perut, kehadirannya ampuh memberi energi baik untuk memulai hari.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2F20200718TAM-09_1595088929.jpg)
Antrean pembeli kupat tahu Gempol di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (4/7/2020). Kini, saat kasus Covid-19 meningkat lagi, semua pesanan wajib dibawa pulang.
Terlambat bangun di pagi hari bisa berujung penyesalan bagi pencinta kuliner di Bandung, Jawa Barat. Ganjarannya siap-siap gigit jari. Banyak makanan legendaris di kota itu sering ludes, bahkan sebelum matahari sempat meninggi.
Satria (26) buru-buru memarkir sepeda motornya di Jalan Gempol Kulon, Bandung, Rabu (23/6/2021) pukul 08.30. Ia melangkah cepat bergabung dalam antrean pembeli lainnya di depan lapak kupat tahu gempol.
Warga Tamansari tersebut datang lebih awal dari sehari sebelumnya. Ia tak ingin kembali kecewa karena datang terlalu siang sehingga pulang dengan penyesalan.
”Kemarin (Selasa) datang pukul 11.30. Soalnya bangunnya kesiangan. Kupat tahu sudah habis. Kecewa sekali,” ujarnya.
Pagi itu, ia memesan dua porsi untuk membalas kekecewaannya. Satu untuk sarapan. Seporsi lainnya lagi bakal disantap saat makan siang.
Setelah membayar Rp 40.000, Satria menenteng kantong plastik putih berisi dua bungkus kupat tahu. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, pelanggan diwajibkan langsung membawa pulang makanannya. Layanan makan di tempat ditutup untuk mencegah penularan virus korona baru.
Satria adalah satu dari ratusan pelanggan yang singgah ke lapak kupat tahu gempol setiap pagi. Terkadang, beberapa pembeli sudah datang sejak pukul 06.00 untuk menghindari antrean.
Mayoritas pembeli merupakan pelanggan setia. Satria, misalnya, sudah rutin sarapan di tempat itu sejak lima tahun lalu. Bahkan, sebelum pandemi, ia sering singgah bersama teman-temannya.
Dengan perpaduan potongan tahu, lontong, dan taoge yang disiram bumbu kacang, sepintas kupat tahu gempol terkesan sama dengan kupat tahu umumnya. Namun, konsistensi menjaga kualitas cita rasa sejak 56 tahun lalu menjadi faktor pembeda.
Baca Juga: Mengabuburit, Tahan Diri Merayakan Tradisi
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F20210623TAM-08_1624613693.jpg)
Kupat tahu gempol merupakan salah satu kuliner legendaris di Kota Bandung, Jawa Barat, yang telah berdiri sejak 1965. Kuliner ini menjadi incaran warga dan pengunjung sejak pagi hari.
Keistimewaan rasa itu lahir dari bahan-bahan makanan pilihan. Tahu, misalnya, dipasok dari perajin di Cibuntu, Kelurahan Warung Muncang, Bandung. Teksturnya lembut, rasanya gurih, dan dijamin tanpa pengawet sintetis.
”Sejak dahulu beli tahu dari tempat Pak Haji Uha. Orangnya sudah meninggal. Sekarang usahanya diteruskan oleh anaknya,” ujar Mariyah (78), pemilik kupat tahu gempol.
Salah satu ”senjata” kupat tahu gempol adalah kelezatan bumbu kacangnya. Mariyah memakai kacang tanah dari Tuban serta bawang goreng asal Sumenep yang wangi dan renyah.
Rasanya yang khas membuat kuliner ini terus diburu, bukan hanya oleh warga Bandung, melainkan juga wisatawan domestik dan mancanegara. Di hari biasa, pembelinya tidak kurang dari 700 orang, sementara pada akhir pekan dan masa liburan jumlah pembeli bisa melonjak dua kali lipat.
Kelezatan kupat tahu gempol tidak hanya tersiar di Bandung atau Jawa Barat. Cita rasanya sudah dikenal lewat berbagai ajang pameran kuliner di sejumlah kota di Indonesia, bahkan hingga tingkat dunia.
April 2015, kupat tahu gempol dipilih mewakili kuliner khas Indonesia dalam World Street Food Congress 2015 di Kawasan Bugis, Singapura. Tiga kuliner legendaris Indonesia lainnya adalah gudeg Yu Nap (Bandung), ayam Taliwang (Lombok, Nusa Tenggara Barat), dan soto ambengan Pak Sadi (Surabaya, Jawa Timur).
Hanya berjarak 250 meter dari kupat tahu gempol, Bubur Ayam Mang Oyo setia memanjakan lidah penggila sejak pukul 06.00. Kekhasan kuliner ini yang berdiri pada 1970-an itu ada pada kekentalan tekstur buburnya.
Di depan tempat berjualan terdapat spanduk bertuliskan, ”Bubur Ayam Mang Oyo. Dibalik Tidak Tumpah”. Kalimat itu menjadi jargon sekaligus mengampanyekan keunikan teksturnya.
Keistimewaan tekstur itu pula yang membuat banyak pelanggan tetap setia meskipun lokasi berjualannya telah beberapa kali pindah lokasi. ”Belum pernah nemu bubur ayam yang teksturnya sekental di sini. Selain itu, porsinya juga banyak,” ujar Rifki (42), warga Cigadung, Bandung.
Sebelum pandemi Covid-19, Rifki biasanya mampir ke warung Bubur Ayam Mang Oyo setiap Minggu pagi sehabis bersepeda dengan rekan sekantornya. Namun, beberapa kali mereka sarapan bubur terlebih dahulu karena takut kehabisan.
”Kalau sekarang, wajib makan (bubur) di rumah. Sesekali suka iseng tuang bubur ke piring plastik terus dibalik. Pembuktian kalau buburnya tidak tumpah,” ujarnya disertai tawa.
Tidak sekadar mengisi perut kosong di pagi hari, sarapan juga bisa memperbaiki suasana hati. Menu yang menggugah selera menciptakan energi positif untuk menjalani hari.
Beri energi baik
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F92f71c2f-b5db-45f7-acae-76cb3caa8df2_jpg.jpg)
Salah satu pelanggan berbelanja di Toko Roti Gempol, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/6/2021). Toko roti telah berjualan sejak 1958 dan banyak menyediakan menu sarapan.
Tidak sekadar mengisi perut kosong di pagi hari, sarapan juga bisa memperbaiki suasana hati. Menu yang menggugah selera menciptakan energi positif untuk menjalani hari. Karena itu, di tengah keterbatasan akibat pandemi, para pelanggan selalu mencari cara agar bisa menikmati sarapan kembali.
Windy (38), warga Mandalajati, Kota Bandung, merasa sarapan mampu membuat harinya menjadi lebih baik. Salah satu tempat sarapan favoritnya, Bellamie Boulangerie, menawarkan energi positif itu dalam setiap hidangan dan suasana restorannya.
Bellamie Boulangerie terletak di Jalan Cihapit, Kota Bandung. Restoran dan Kafe ini menawarkan menu makanan ala Eropa, terutama untuk sarapannya. Pilihan menu mulai dari, salad, omelet, hingga croissant siap dihidangkan kepada para pelanggan, termasuk vietnam roll yang menjadi favorit Windy.
”Kira-kira empat tahunan ini saya sering ke sana, minimal sebulan sekali kalau sebelum pandemi. Buat saya, makan enak itu berkaitan dengan mood, jadi memang menyempatkan sarapan di tempat favorit, seperti Bellamie,” ujarnya.
Akan tetapi, sarapan di Bellamie menjadi sulit akibat pandemi Covid-19 sejak Maret 2021. Windy pun terpaksa menahan diri berkunjung dan sarapan ke tempat-tempat favoritnya, termasuk Bellamie.
Bagi Windy, sarapan di Bellamie tidak hanya sekadar makan. Ada suasana yang tidak bisa didapatkan kalau sekadar membungkus makanan lalu pulang. Apalagi, di tengah pandemi ini dia memilih untuk sering sarapan di rumah.
Karena itu, dia pun selalu mencari waktu di mana suasana restoran masih sepi dan pengunjung belum ramai saat jeda antara sarapan dan makan siang sekitar pukul 10.00. Meskipun sarapannya terlambat, setidaknya bisa tetap merasakan suasana sarapan untuk memperbaiki suasana hatinya.
Lantai dua pun menjadi salah satu lokasi favorit Windy menikmati harinya. Ruangan ini berdesain modern dengan penerangan yang baik dari lampu-lampu gantung. Selain itu, lukisan beserta hiasan pot tanaman memberikan kesan nyaman dipadukan dengan jendela kaca.
”Kalau tidak salah hanya empat kali saya makan di sana selama pandemi. Di Bellamie, saya tidak hanya mencari sarapan saja. Suasana, platter (hidangan), itu yang membuat restoran ini menarik. Saya suka duduk di dekat etalase roti yang menggugah selera,” ujarnya sambil tertawa.
Baca Juga: Uji Diri Ketangguhan Bandung Kala Pandemi
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F06%2F3b72f854-222e-4f36-a6ab-9bb552d017ba_jpg.jpg)
Beberapa pegawai toko beraktivitas di depan Toko Roti Mom’s Artisan Bakery di Jalan Progo, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/6/2021).
Tidak hanya dengan mencuri-curi waktu luang, mendatangi lokasi sarapan di awal hari pun dilakukan agar bisa menikmati hidangan yang dicari. Amiril Muslimin (37) memilih untuk singgah ke Mom’s Artisan Bakery di Jalan Progo, sekitar pukul 07.00, tepat saat toko roti ini buka.
”Sesuai dengan saran istri, kami datang pagi-pagi pas toko buka. Ternyata benar, selang 30 menit tempat ini ramai. Siapa yang duluan datang, dia bebas memilih tempat yang nyaman. Yang datang duluan berarti dapat antrean paling depan,” ujarnya.
Datang di awal hari membuat Amir dan keluarga leluasa menentukan menu hidangannya. Apalagi, sandwich (roti lapis) dari Mom’s Bakery disajikan dengan komposisi isi sesuai selera, seperti daging, salad, ayam, tuna, dan lainnya. Amir memilih isi tuna dan tempe karena ini makanan favoritnya.
”Tuna dan tempenya fresh, tidak amis. Apalagi, saya asli orang Malang yang terkenal dengan tempe. Jadi, saya terbiasa membedakan rasa tempe segar dan tidak. Di sini enak. Satu lagi, porsinya juga besar. Saya bisa kenyang sampai jam makan siang,” tuturnya.
Meski terakhir makan di Mom’s Bakery sekitar awal tahun 2019, Amir tetap ingin merasakan kelezatan sarapan di sana. Selain saat ini tinggal di Cikarang, Kabupaten Bekasi, kondisi pandemi juga membuatnya memilih untuk menahan diri dan menanti saat Covid-19 telah terkendali.
Aktivitas penikmat kuliner yang menyusuri jalan utama hingga gang kecil di permukiman padat penduduk menghidupkan suasana Bandung di pagi hari. Mereka tidak sekadar mencari sarapan, tetapi juga untuk mengawali hari dengan lebih berseri.
Baca Juga: Kearifan Lokal dalam Tumpukan Burger Nabati