Keramba Tak Bertuan di Danau Maninjau Diangkat Pekan Kedua Juli
Pemerintah Kabupaten Agam akan mengangkat keramba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau yang tidak aktif dan tidak berpemilik mulai 10 Juli 2021. Ini merupakan langkah untuk menata danau yang telah kelebihan daya dukung.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Agam, Sumatera Barat, bakal mengangkat keramba jaring apung atau KJA di Danau Maninjau yang tidak aktif dan tidak berpemilik mulai 10 Juli 2021. Selain menandai dimulainya revitalisasi danau, langkah ini juga sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat.
Bupati Agam Andri Warman di Padang, Kamis (24/6/2021), mengatakan, selain pemkab, pengangkatan juga melibatkan anggota forum komunikasi kepala daerah. Posko segera disiapkan untuk mengangkat KJA yang sudah tidak aktif tersebut.
”Kami coba dulu, minimal bisa terangkat 100 keramba. Setidaknya kami giring ke pinggir. Biar tampak kami sudah mulai bergerak. Tanggal 10 Juli, gotong royong, mungkin dua hari,” kata Andri dalam rapat di Istana Gubernur Sumbar, Kamis.
Menurut Andri, saat ini banyak KJA yang tidak aktif di Danau Maninjau. Salah satu penyebabnya diduga karena pemilik keramba sudah tidak punya modal karena sering terjadi kematian ikan massal. KJA itu ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya sebab tidak punya biaya untuk mengangkatnya.
Andri menjelaskan, selain keramba nonaktif dan tak bertuan, ada pula keramba milik warga lokal dan pengusaha luar daerah. Keramba milik pengusaha menjadi prioritas untuk dikurangi, sesuai dengan daya tampung danau sekitar 6.000 petak.
”Pengusaha ada yang punya keramba lebih dari 100 petak. Apakah mereka miskin? Satu keramba modalnya Rp 40 juta,” kata Andri.
Pemilik keramba sudah tidak punya modal karena sering terjadi kematian ikan massal.
Data Dinas Perikanan Kelautan dan Perikanan Sumbar menyebutkan, pada 2021 terdapat 17.417 petak KJA di Danau Maninjau. Dari jumlah itu, 10.450 petak KJA masih aktif dan 6.967 petak tidak lagi digunakan.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy mengatakan, pengurangan KJA dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pengangkatan keramba tidak aktif dan tak bertuan. Sementara itu, untuk KJA yang masih aktif mesti dipetakan dulu siapa pemiliknya dan alamatnya agar bisa dilakukan alih profesi.
”Untuk isu lingkungan, sudah jelas solusinya, yaitu penyedotan dan pengurangan keramba. Namun, dengan pengurangan, akan muncul isu ekonomi dan sosial. Itu harus dipetakan,” kata Audy.
Audy melanjutkan, pemprov segera membentuk tim dari perwakilan setiap lembaga. Nama-nama perwakilan sudah ada dan tinggal diberikan surat keputusannya (SK). Hal ini perlu agar upaya revitalisasi danau prioritas nasional itu jelas lini masanya dan progresnya.
Sementara itu, bentuk alih profesi yang disiapkan bagi para pemilik keramba, kata Audy, antara lain pekerjaan di sektor pariwisata, UMKM, kerajinan, pertanian, peternakan, dan perikanan tangkap. Walakin, hal ini masih harus dibicarakan lebih lanjut.
Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Toni Harmanto mengingatkan, pemetaan para pemilik keramba dan akar persoalan di Danau Maninjau harus detail dan jelas. Ini perlu untuk mengantisipasi konflik sosial upaya pengurangan keramba. ”Potensi konfliknya besar dan biaya pemulihannya sangat besar,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2017, sebesar 90 persen penyebab pencemaran Danau Maninjau adalah akibat sedimen sisa pakan KJA (Kompas.id, 18/6/2021). Sementar daya dukung danau maksimal 6.000 petak KJA.
Adapun anggaran untuk pengalihan mata pencarian masyarakat diperkirakan Rp 42 miliar dan dibebankan kepada Pemprov Sumbar dan Pemkab Agam. Sementara itu, anggaran untuk menyelesaikan persoalan sedimentasi di dasar danau diperkirakan Rp 237 miliar dari anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.