Polisi Masih Selidiki Pembakaran Pos Jaga Hutan Harapan di Batanghari
Upaya memulihkan hutan alam tersisa terhadang masuknya perambah. Hutan alam dibuka, di antaranya, untuk kebun sawit warga demi memasok kebutuhan industri pengolahan minyak sawit di sekitar hutan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Resor Batanghari menindaklanjuti kasus pembakaran pos dan penyanderaan petugas jaga Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Hingga Selasa (22/6/2021), sejumlah saksi pada kedua belah pihak berkonflik dimintai keterangan.
”Proses hukum berjalan. Tim kami sedang di lapangan untuk mengecek dan meminta keterangan dari saksi-saksi, baik dari pihak perusahaan maupun warga,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Batanghari Ajun Komisaris Piet Yardi.
Seperti diberitakan, sekelompok orang merusak dan membakar pos-pos jaga hutan serta menyandera dua petugasnya di dalam kawasan Restorasi Ekosistem Hutan Harapan, Kamis (17/6/2021) sore. Baru Jumat dini hari petugas kepolisian datang memediasi. Para penyandera menuntut uang Rp 450 juta untuk melepas dua petugas tersebut. Namun, dari hasil negosiasi, mereka melepaskan kedua sandera tanpa pembayaran uang tuntutan.
Menurut Piet, pihaknya juga telah menerima surat laporan penyanderaan dan pembakaran pos. ”Pengelola Hutan Harapan sudah menyampaikannya secara resmi Kamis lalu,” tambahnya.
Manajer Perlindungan Hutan Harapan, TP Damanik, mengatakan, tiga pos dibakar, yakni Pos Simpang Macan, Pos Sungai Kandang, dan Pos 51. Dua petugas jaga disandera. Meski telah dilepaskan, mereka dalam kondisi shock. Pihaknya berharap aparat penegak hukum bertindak tegas menangani persoalan ini.
Hutan alam yang merupakan restorasi ekosistem seluas 98.000 hektar tersebut mengalami deforestasi hingga 20.000 hektar akibat perambahan dan pembalakan liar. Kedua aktivitas melanggaran hukum itu pun jadi pemicu kebakaran hutan di sana.
Masuknya para penggarap lahan di hutan itu menjadi sumber konflik. Upaya memulihkan hutan alam tersisa terhadang oleh praktik-praktik merusak lingkungan.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Ahmad Bestari mengatakan, untuk mengatasi konflik, telah disiapkan sejumlah solusi dalam skema perhutanan sosial. Pendatang boleh tinggal di sana dan bermitra pada pengelola hutan. Program kemitraan diharapkan dapat menjaga kelestarian hutan sekaligus mengangkat kesejahteraan masyarakat. Masalahnya, ada sebagian kelompok lain menolak bermitra dan memaksakan klaim lahan sebagai milik sendiri.
”Ini yang jadi masalah. Ada kelompok pendatang yang memaksa enclave,” jelas Bestari.
Hutan Harapan yeng terletak di perbatasan Jambi dan Sumsel merupakan satu-satunya areal hutan alam dataran rendah tersisa yang masih baik kondisinya. Dunia menilai sangat penting membantu Indonesia menyelamatkan hutan itu.
Kondisi hutan yang masih baik itu, di sisi lain dilirik cukong tanah. Sejak lebih dari 10 tahun terakhir, kawasan itu menjadi target perambahan liar dan jual beli lahan untuk kebun sawit.
Posisi Hutan Harapan memang dikelilingi perkebunan swasta dan pabrik sawit. Masalahnya, sejumlah pabrik tak memiliki kebun sehingga kehadiran industri tanpa kebun membuka peluang masuknya sawit dari areal perambahan liar, termasuk dari Hutan Harapan, untuk memasok kebutuhan pabrik minyak sawit.
Padahal, hutan itu merupakan habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik.
Sebanyak 26 spesies di antaranya berstatus langka dan kritis, seperti harimau sumatera, gajah sumatera, tapir, ungko, anjing hutan, trenggiling, dan rangkong juga menempati hutan itu. Ada lagi 1.300 spesies tanaman, yang sebagian besar bermanfaat sebagai bahan makanan dan obat bagi komunitas adat di sana.
Yang tak kalah penting, Hutan Harapan merupakan tempat hidup bagi 200-an keluarga komunitas adat Batin Sembilan. Kehadiran mereka merupakan salah satu kunci kelestarian dalam hutan itu bertahun-tahun lamanya.