Pembukaan Ekowisata Efektif Cegah Perambahan Hutan di Papua
Pembukaan ekowisata menjadi solusi dalam upaya konservasi hutan, aneka flora fauna endemik, serta wilayah pesisir di Papua dan Papua Barat. Masyarakat juga mendapatkan pemasukan dari aktivitas tersebut.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pembukaan ekowisata di sejumlah kabupaten di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat berdampak positif. Selain menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat, upaya ini juga efektif mencegah kerusakan lingkungan, terutama hutan.
Dari pantauan Kompas dan data organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) Progam Papua, terdapat sejumlah ekowisata yang berhasil dijalankan warga, seperti di Kampung Rhepang Muaif di Kabupaten Jayapura, Papua, dan Kampung Aisandami di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Ekowisata di Aisandami terdiri dari areal hutan seluas 1.500 hektar dan wilayah perairan yang juga terdapat empat pulau. Ekowisata di Aisandami dibuka sejak tahun 2016.
Ketua Kelompok Ekowisata Aisandami Tonci Alfius Somisa, saat dihubungi dari Jayapura, Selasa (22/6/2021), mengatakan, 84 warga terlibat dalam pengelolaan ekowisata. Penghasilan dari kunjungan wisatawan ke Aisandami bisa mencapai hingga Rp 200 juta per tahun.
Di Aisandami, wisatawan bisa melihat langsung aneka satwa endemik, termasuk beberapa jenis burung cenderawasih; menikmati hutan mangrove; dan menyelam di perairan yang jernih. Terdapat penginapan dengan jumlah 13 kamar di sana.
”Kami berhasil membuka ekowisata berkat pendampingan dari WWF Papua dan dukungan dari pemda setempat. Dengan ekowisata ini, masyarakat bisa mendapat pemasukan dari lingkungannya sendiri,” kata Tonci.
Ia menuturkan, sejak pembukaan ekowisata, aktivitas perambahan hutan terhenti. Warga juga tidak lagi berburu burung cenderawasih dan beberapa satwa di laut, seperti hiu, penyu, dan dugong. ”Dulu masyarakat sering menebang pohon jenis merbau untuk kebutuhan sehari-hari. Kini, masyarakat lebih fokus menjaga hutan agar ekowisata ini terus beroperasi,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Ekowisata Rhepang Muaif di Kabupaten Jayapura Alex Waisimon mengatakan, pembukaan ekowisata pemantauan burung cenderawasih di kampungnya berhasil mencegah perambahan hutan selama enam tahun terakhir. Sekitar 50 warga setempat bekerja di ekowisata Rhepang Muaif.
Kawasan ekowisata di Kampung Rhepang Muaif berada di areal hutan seluas 200 hektar. Ekowisata Rhepang Muaif, yang juga salah satu lokasi pendampingan WWF Papua, menawarkan wisata pendakian dan melihat langsung kehidupan 74 jenis satwa burung di alam liar, salah satunya cenderawasih.
”Ekowisata menjadi solusi utama untuk menjaga hutan di tanah Papua dan juga memberdayakan masyarakat selaku pemilik hak ulayat. Setiap tahun kami bisa mendapat pemasukan hingga Rp 500 juta,” ungkap Alex.
Manajer WWF Indonesia Program Papua Wika Rumbiak mengatakan, ekowisata merupakan salah satu implementasi pengembangan jasa lingkungan yang berbasis masyarakat adat dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati.
Wika berharap adanya dukungan dari berbagai pihak, terutama pemda setempat, sehingga bisa tersedia infrastruktur yang memadai. Tujuannya agar wisatawan dapat merasa nyaman saat berkunjung ke ekowisata yang dikelola warga.
”Kehadiran pemda sangat penting untuk membantu masyarakat. Tidak hanya fokus mengelola ekowisata di tengah pandemi Covid-19, diperlukan juga pendampingan kepada masyarakat agar bisa memproduksi hasil hutan non-kayu,” kata Wika.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Aries Toteles Ap mengaku, ekowisata merupakan salah satu program unggulan di instansinya. Dengan kehadiran ekowisata, lanjut Aris, masyarakat tetap mendapatkan manfaat ekonomi di tengah upaya konservasi hutan adat miliknya.
Aries pun memaparkan, pihaknya telah memfasilitasi masyarakat untuk pembukaan ekowisata di sejumlah kabupaten di Papua, seperti Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Mimika, dan Jayapura.
”Tahun ini kami akan membuka lagi beberapa lokasi ekowisata di sejumlah daerah. Misalnya, areal perbukitan di sekitar Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, hutan mangrove di Kota Jayapura, dan wisata air terjun di Biak Numfor,” kata Aris.