Desa dan Kelurahan di Jabar Sediakan Ruang Isolasi untuk Pasien Covid-19 Bergejala Ringan
Desa dan kelurahan di Jawa Barat diwajibkan menyediakan ruang isolasi bagi pasien Covid-19. Penggunaan fasilitas ini diharapkan menekan tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 yang hampir penuh.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Menghadapi lonjakan kasus Covid-19, desa dan kelurahan di Jawa Barat diwajibkan menyediakan ruang isolasi pasien Covid-19. Fasilitas itu diperuntukkan bagi pasien bergejala ringan hingga sedang.
Penggunaan ruang isolasi tersebut diharapkan menekan tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memastikan pasien di ruang isolasi desa dan kelurahan tetap dipantau kesehatannya oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
”Kalau (pasien bergejala) ringan dan sedang, dirawatnya di desa saja, yaitu di puskesmas atau ruang isolasi yang sudah ada. Tidak usah ke rumah sakit,” ujarnya seusai meninjau RSUD Sayang Cianjur, Kabupaten Cianjur, Selasa (22/6/2021).
Sebelum ke RSUD Sayang Cianjur, Kamil meninjau ruang isolasi di Cimacan, Kecamatan Cipanas. Fasilitas itu menggunakan rumah yang dilengkapi dengan beberapa kamar dan kasur.
”Anggarannya dari dana desa sekitar 8 persen diperuntukkan bagi penyediaan ruang isolasi,” ucapnya.
Menurut Kamil, masih ada pasien bergejala ringan dan sedang menjalani isolasi di rumah sakit, seperti di RSUD Sayang Cianjur. Padahal, tempat isolasi di rumah sakit sangat dibutuhkan oleh pasien bergejala berat.
”Setelah kami bedah (data), ternyata sebagian adalah pasien yang sebenarnya tidak perlu dirawat di rumah sakit karena gejalanya ringan dan sedang,” ujarnya.
Penggunaan ruang isolasi di desa dan kelurahan diharapkan menekan tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19.
Kamil mengingatkan agar keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit terjaga di bawah 60 persen. Jika sudah mendekati 70 persen, rumah sakit diminta menambah rasio tempat tidur dari sebelumnya 20 persen menjadi 30-40 persen.
Kombinasi penguatan ruang isolasi di desa dan kelurahan dengan penambahan kamar di rumah sakit dinilai menjadi cara terbaik dalam mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19. Namun, konversi tempat tidur untuk pasien Covid-19 tetap berisiko pada penurunan layanan bagi pasien umum, seperti kecepatan layanan dan kesediaan tenaga kesehatan di saat bersamaan.
Oleh sebab itu, Kamil mengimbau warga mematuhi protokol kesehatan. Sebab, semakin sedikit pasien Covid-19 masuk rumah sakit, semakin leluasa pula penggunaan kamar untuk semua pasien.
”Jangan terlena. Covid-19 mengajarkan siapa yang terlena pasti akan tersergap oleh kelengahan itu,” katanya.
Kasus Covid-19 di Indonesia, terutama di Jawa, meningkat tajam pascalibur Lebaran 2021. Di Jabar, misalnya, saat Idul Fitri, 13 Mei lalu, kasusnya berjumlah 295.179 kasus. Akan tetapi, saat ini melonjak menjadi 347.287 kasus atau naik 17,65 persen.
Keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit juga naik tajam dari 29 persen menjadi 88 persen. Rumah sakit terancam penuh jika laju penularan tidak segera dikendalikan.
Penguatan SDM
Penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 mesti disertai dengan peningkatan dan penguatan sumber daya manusia (SDM), baik tenaga kesehatan maupun non-kesehatan. Hal itu dilakukan agar penanganan pasien berjalan optimal.
Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jabar Marion Siagian mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat edaran ke rumah sakit untuk mengonversi 30-40 persen dari total tempat tidur untuk tempat perawatan pasien Covid-19.
”Kemudian di internal rumah sakit dilakukan refocusing tenaga-tenaga yang melayani non-Covid-19 untuk merawat pasien Covid-19,” ucapnya.