Derap Langkah Merawat ”Karbon Biru” di Jantung Industri Jatim
Pelestarian kawasan ekosistem esensial Ujungpangkah di Gresik, Jawa Timur, berpacu dengan alih fungsi untuk kepentingan ekonomi dan industri, serta permukiman penduduk.
Usulan menjadikan Kawasan Ekosistem Esensial Ujungpangkah Gresik, sebagai situs Ramsar atau lahan basah dunia menjadi momentum menekan dampak bahaya lingkungan, seperti polusi udara, tekanan suhu, dan kerentanan terhadap perubahan iklim di jantung ekonomi Jawa Timur. Pekerjaan itu harus berpacu dengan derap industri, laju pertumbuhan kawasan bisnis, perdagangan, serta hunian.
Lebih dari 17 jenis tanaman mangrove ditanam di area pembibitan Banyuurip Mangrove Center (BMC) di Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Jumat (11/6/2021). Bibit itu disiapkan untuk menyulami kawasan hutan seluas sekitar 500 hektar (ha) yang menjadi sabuk hijau di muara Bengawan Solo, agar terjaga kelestariannya.
”Tahun 1990-an, abrasi besar menghancurkan puluhan hektar tambak warga. Kejadian serupa kembali terjadi 2007 sehingga membuat masyarakat kehilangan sumber pekerjaan. Sejak itulah, kesadaran menanam mangrove mulai tumbuh meski banyak rintangan,” ujar Kepala Desa Banyuurip Ihsanul Haris.
Sejak hutan mangrove terjaga kelestariannya, abrasi tak lagi mengancam tambak warga. Nelayan yang dulu hanya mengandalkan hasil tangkapan di laut, mulai membudidayakan kerang hijau sebagai tambahan penghasilan. Kepiting dan udang juga melimpah sehingga nelayan tak khawatir bakal mengalami masa paceklik saat cuaca tidak mendukung untuk melaut.
Para istri nelayan dan ibu-ibu rumah tangga bergeliat mengolah kerang demi mendapatkan nilai tambah. Saat harga kerang jatuh Rp 17.000 per kilogram (kg) pada musim panen raya, sebagian diolah menjadi kerang krispi dan kerupuk kerang. Saat harga tinggi, Rp 35.000 per kg, nelayan menjual mentah, tanpa diolah.
Seiring semakin lebatnya hutan mangrove, satwa yang hidup dan bermukim pun kian beragam. Selain monyet, satwa air, dan burung-burung pesisir banyak yang membangun sarang di rerimbunan tanaman mangrove dari akar hingga dedaunan. Buah mangrove yang mulai berlimpah pun siap diolah menjadi beragam makanan siap saji bernilai ekonomi tinggi.
”Ada stik mangrove, kopi, dan sirup. Ibu-ibu masih terus belajar agar bisa mengembangkan lebih banyak varian produk dari buah mangrove,” kata Ketua Kelompok KUBE Tirta Mandiri Zulisfaroh.
Seiring waktu, pesona mangrove tak hanya memikat masyarakat Banyuurip. Peneliti, mahasiswa, hingga wisatawan pun mulai berdatangan. BMC sejatinya hanya bagian kecil dari hutan mangrove Ujungpangkah yang luasnya 1.554,27 ha. Hutan ini tersebar di tiga desa, yakni Banyuurip, Pangkah Wetan, dan Pangkah Kulon.
Kawasan ekosistem esensial
Sejak 2020, Ujungpangkah ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), melengkapi keberadaan KEE lain di Jatim seperti Pantai Taman Kili-Kili Trenggalek, Teluk Pangpang Banyuwangi, dan Pulau Musakambing Sumenep. Selain kaya koleksi jenis mangrove yang jarang dijumpai di tempat lain, Ujungpangkah juga menjadi tempat singgah 72 jenis burung air, termasuk 29 jenis burung migran dari berbagai belahan dunia, seperti Pelican Australia dan Trinil Lumpur Asia dari Mongolia.
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Asep Sigiharta, Kamis (3/6/2021), di Gresik mengatakan kekayaan keanekaragaman hayati itulah yang mendasari pengusulan Ujungpangkah sebagai situs Ramsar atau lahan basah. Situs ini bakal menjadi satu-satunya di dunia yang lokasinya berada di luar hutan konservasi.
Baca juga: Rayuan Maut Hutan Mangrove
Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani mengatakan pengusulan sebagai warisan dunia ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Gresik bahkan Jatim. Pihaknya pun berkomitmen mengawal pelestarian hutan mangrove dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang tingginya kekayaan keanekaragaman hayati dan manfaatnya bagi kelestarian ekosistem dunia.
Sebagai kota industri, Gresik menjadi incaran investor nasional dan internasional. Jumlah industri skala besar dan menengah lebih dari 800 perusahaan, melebihi jumlah desa dan kelurahan sebanyak 356. Bentang alam pantai utara yang menjadi lokasi KEE Ujung Pangkah pun dikepung industri.
Di sisi lain, bagi Gresik, mangrove menjadi tumpuan mereduksi dampak bahaya lingkungan terutama polusi udara yang disebabkan oleh pelepasan emisi karbon dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor, serta aktivitas lain. Mangrove memiliki daya serap dan daya simpan karbon (karbon biru) lebih banyak dibandingkan dengan hutan tropis.
Namun, Fandi menyadari, pengusulan sebagai salah satu warisan dunia menghadirkan tantangan tersendiri. Berkaca pada Surabaya, merawat tanaman mangrove bukan hal mudah. Ditambah lagi harus berhadapan dengan derap laju industri, pengembangan kawasan bisnis, dan permintaan hunian yang kian merangsek lahan basah.
Sebagai kota industri, Gresik menjadi incaran investor nasional dan internasional. Jumlah industri skala besar dan menengah lebih dari 800 perusahaan, melebihi jumlah desa dan kelurahan sebanyak 356. Bentang alam pantai utara yang menjadi lokasi KEE Ujung Pangkah pun dikepung industri.
Di sebelah utara, misalnya, terdapat industri dok kapal dan Perusahaan Gas Negara. Sementara itu di sebelah selatan, berdiri Java Industrial and Port Estate (JIIPE) yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan menjadi salah satu ikon kawasan industri terbesar Indonesia. KEE dan KEK ini berhadapan langsung.
Baca juga: Pendekatan Lanskap Berkelanjutan dalam Restorasi Ekosistem Lahan Basah
Selain Gresik, pengembangan hutan mangrove sebagai upaya mitigasi bencana sekaligus mereduksi dampak bahaya lingkungan juga dilakukan oleh Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo. Surabaya memiliki hutan mangrove seluas 200 ha di pantai timur (pamurbaya) yang dikenal dengan Wisata Mangrove Surabaya. Lokasinya di Wonorejo dan Gunung Anyar yang masih berada dalam satu kawasan.
Sementara itu, Sidoarjo memiliki hutan mangrove sekitar 200 ha di muara Sungai Brantas. Lokasinya di Pulau Lumpur Sidoarjo (Lusi) sekitar 100 ha dan Pulau Sarinah sekitar 90 ha. Pemkab Sidoarjo tengah berupaya agar bisa terlibat aktif dalam pengelolaan mangrove yang kewenangannya dipegang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
”Sidoarjo berharap bisa berkontribusi lebih besar dalam pengelolaan hutan mangrove Pulau Lusi, karena manfaatnya yang luar biasa bagi lingkungan dan implikasi ekonominya bagi masyarakat sekitar,” ujar Ahmad Muhdlor.
Data Pemprov Jatim menyebutkan, total luas lahan basah mencapai 1,8 juta ha, atau sepertiga dari luas wilayah provinsi dengan 38 kabupaten dan kota ini. Dari 1,8 juta ha tersebut, terbesar berupa sawah atau lahan pertanian. Adapun luas hutan mangrove sekitar 14.000 ha.
Tidak mudah mempertahankan
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, hutan mangrove di perkotaan menjadi kebutuhan karena manfaatnya dalam menjawab persoalan lingkungan, terutama sebagai carbon capture atau menangkap karbon. Selain itu, mangrove berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan menjadi sarana hiburan atau wisata.
Meski demikian, Emil mengakui tidak mudah mempertahankan lahan basah sebagai penyangga ekosistem di wilayahnya, terlebih di Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) yang menjadi jantung ekonomi Jatim. Hutan mangrove di kawasan dengan nilai ekonomi tinggi rawan jadi incaran alih fungsi lahan. Ditambah lagi tekanan populasi manusia yang tinggi.
”Lebih dari 60 persen pertumbuhan ekonomi Jatim ditopang oleh sektor industri, dan sebaran industri terbesar, lebih dari 50 persen ada di Surabaya Raya,” kata Emil.
Pelestarian lingkungan, menurut dia, memerlukan perubahan paradigma dalam pembangunan, agar tak sekadar mengisi perut. Industri memang penting demi menjaga roda ekonomi. Namun, menjaga keberlangsungan lingkungan tidak kalah pentingnya demi perbaikan kualitas hidup masyarakat saat ini dan nanti.
Data Kompas, alarm kepedulian lingkungan di Surabaya berdering lebih keras karena risiko bahaya lingkungannya yang terus meningkat. Risiko itu kombinasi polusi udara, pasokan air menipis, tekanan suhu, dan kerentanan terhadap perubahan iklim. Laporan Verisk Maplecroft, perusahaan konsultan asal Inggris, Surabaya berada di urutan keempat kota di dunia paling berisiko akan bahaya lingkungan.
Tidak mudah mempertahankan lahan basah sebagai penyangga ekosistem di wilayahnya, terlebih di Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) yang menjadi jantung ekonomi Jatim. Hutan mangrove di kawasan dengan nilai ekonomi tinggi rawan jadi incaran alih fungsi lahan. Ditambah lagi tekanan populasi manusia yang tinggi. (Emil Elestianto Dardak)
Dalam laporan yang dirilis 12 Mei 2021, selain polusi udara, persoalan sampah juga membahayakan bagi keberlangsungan lingkungan hidup. Ironisnya, dalam laporan tersebut, dari 12 negara yang disurvei, masyarakat Indonesia masih tergolong abai terhadap isu lingkungan (Kompas.id, 6/6/2021).
Baca juga: Generasi Milenial Bisa Berdonasi untuk Membantu Konservasi Mangrove
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam berbagai kesempatan mengatakan, beragam daya pelestarian lingkungan sejatinya telah dikerahkan. Dalam upaya mengurangi sampah, wisatawan atau pengunjung mangrove Wonorejo dilarang membawa makanan atau minuman berkemasan plastik sekali pakai. Selain untuk melindungi tanaman dan satwa dari cemaran sampah plastik, juga menanamkan kesadaran warga tentang bahaya plastik bagi lingkungan.
Upaya lain ditempuh dengan pendekatan ekonomi berkonsep ramah lingkungan. Contohnya budidaya bandeng sistem silvofishery, yakni pengelolaan dan pemanfaatan tambak yang memperhatikan kelestarian hutan bakau.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian LHK Wiratno dalam diskusi internasional tahunan World Wetlandsday dengan tema Lahan Basah dan Air, Kamis (3/6/2021), di Gresik, mengatakan tantangan terberat pelestarian lingkungan, menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi.
”Oleh karena itulah butuh konsistensi tinggi menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan lingkungan agar keduanya berjalan beriringan. Manusia menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan dan manusia pula yang bisa menyelamatkan,” ujar Wiratno.
Salah satu instrumen yang bisa digunakan dalam pelestarian lingkungan, pengaturan tata ruang dan wilayah yang baik dan rigid. Selain itu, penegakan aturan tata ruang menjadi kunci untuk memastikan keberadaan kawasan konservasi ini terlindungi dari kooptasi kepentingan lain.
Pekerjaan pelestarian lingkungan ini tampaknya masih panjang dan membutuhkan kolaborasi luar biasa dari berbagai kalangan. Selain itu butuh komitmen tinggi dan konsistensi kebijakan dari para pemangku kepentingan untuk mengawal jalan panjang perjuangan.