Penyekatan dan Kewajiban Tes Antigen di Suramadu Ditentang
Penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen di Jembatan Suramadu untuk meredakan pandemi Covid-19 perlu diteruskan meski ditentang kalangan masyarakat Pulau Madura untuk keselamatan publik dalam situasi darurat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Warga Pulau Madura yang tergabung dalam Koalisi Masyarat Madura Bersatu berunjuk rasa menentang penyekatan Jembatan Suramadu di depan Balai Kota Surabaya, Jatim, Senin (21/6/2021).
SURABAYA, KOMPAS — Kebijakan penyekatan dan tes antigen bagi pelintas Jembatan Suramadu dan penyeberangan Ujung-Kamal ditentang oleh kelompok warga yang menyebut diri Koalisi Masyarakat Madura Bersatu. Di sisi lain, banyak pihak mendorong penyekatan dan tes antigen untuk terus dijalankan guna mencegah kian luasnya penyebaran Covid-19.
Senin (21/6/2021), Koalisi Masyarakat Madura berkumpul di Bangkalan dan menyeberangi Jembatan Suramadu tanpa pemeriksaan tes antigen. Massa yang diperkirakan berjumlah 500 orang memakai mobil pikap dan sepeda motor untuk berunjuk rasa di Balai Kota Surabaya. Mereka bubar setelah ditemui Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Komandan Komando Resor Militer 084/Bhaskara Jaya Brigadir Jenderal Herman Hidayat Eko Atmojo.
Menurut salah satu perwakilan dan orator, Faesol Dear, koalisi menilai penyekatan dan wajib tes antigen diskriminatif bagi warga Nusa Garam, julukan Pulau Madura. Kebijakan itu juga dipandang tidak berkoordinasi dengan Pemprov Jatim dan aparatur di empat kabupaten Pulau Madura.
”Lonjakan kasus tidak hanya terjadi di Pulau Madura sehingga penyekatan dan wajib tes itu diskriminatif terhadap masyarakat,” kata Faesol, pegiat dari Pamekasan.
Warga Pulau Madura yang tergabung dalam Koalisi Masyarat Madura Bersatu melintasi pos penyekatan seusai melintasi Jembatan Suramadu untuk menuju Balai Kota Surabaya menentang penyekatan, Senin (21/6/2021).
Sebelumnya, secara terpisah, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron menyatakan, kebijakan yang ditempuh oleh Surabaya sejak Sabtu (5/6/2021) terkait lonjakan kasus di kabupaten terbarat Pulau Madura itu sudah dikoordinasikan terlebih dahulu. ”Sekali lagi, itu bukan diskriminasi karena Bangkalan juga menempuh kebijakan serupa. Surabaya justru membantu Bangkalan untuk mendorong gencarnya pengetesan guna mengungkap kasus-kasus tersembunyi,” kata Abdul Latif Amin Imron.
Selain itu, pejabat tinggi negara yang pernah datang ke Bangkalan juga mendorong peningkatan pengetesan, pelacakan, dan perawatan (testing, tracing, treatment atau 3T). Mereka antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang juga putra Madura, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Sekali lagi, itu bukan diskriminasi karena Bangkalan juga menempuh kebijakan serupa. Surabaya justru membantu Bangkalan untuk mendorong gencarnya pengetesan guna mengungkap kasus-kasus tersembunyi.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa turut menegaskan, kebijakan itu juga telah dikoordinasikan antara provinsi, Surabaya, dan Bangkalan untuk meredakan pandemi Covid-19. Sejauh ini, telah ditemukan 19 warga Bangkalan yang terjangkit mutasi B.1.617.2 Delta yang lebih cepat menular dan memperburuk kondisi kesehatan pasien Covid-19 daripada virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Kompas/Bahana Patria Gupta
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan keterangan di hadapan warga Pulau Madura yang tergabung dalam Koalisi Masyarat Madura Bersatu yang berunjuk rasa menentang penyekatan Jembatan Suramadu di depan Balai Kota Surabaya, Senin (21/6/2021).
Menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, penambahan kasus di Bangkalan dari kemarin tercatat 98 orang dengan kematian 17 orang, yang tertinggi selama ini. Bangkalan masih berstatus zona merah atau risiko tinggi penularan. Secara akumulatif, Covid-19 telah menjangkiti 2.858 orang di Bangkalan dengan kematian 285 orang. Jumlah pasien sembuh 1.683 orang. Pasien yang masih dalam perawatan 890 orang, jumlah ini tertinggi di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Jumlah pasien atau kasus aktif 890 itu setara dengan 19,6 persen dari total 4.540 se-Jatim.
Kalangan ulama di Madura juga telah mengingatkan masyarakat akan pandemi Covid-19 yang nyata dan berbahaya. Masyarakat diminta proaktif mengikuti program 3T dan disiplin protokol kesehatan. Rais Aam Nahdlatul Ulama sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Miftachul Akhyar mendorong para ulama se-Madura untuk menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan dan bahaya Covid-19.
Dalam silaturahmi Menko Polhukam dengan alim ulama di Bangkalan, Selasa (15/6/2021), lebih dari 40 ulama mendukung langkah-langkah aparatur terpadu untuk menangani pandemi Covid-19 di Madura. Mereka turut mengimbau masyarakat untuk disiplin protokol kesehatan dan mengikuti kebijakan yang sedang ditempuh demi keselamatan publik.
Warga Pulau Madura yang tergabung dalam Koalisi Masyarat Madura Bersatu yang berunjuk rasa menentang penyekatan Jembatan Suramadu di mobil komando di depan Balai Kota Surabaya, Senin (21/6/2021).
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, kewajiban tes antigen telah dilaksanakan untuk 49.092 pelintas dari dan ke Madura. Sebanyak 1.517 orang melakukan tes usap PCR untuk menentukan positif atau negatif terjangkit Covid-19. Dari jumlah 1.517 orang itu, warga yang positif sehingga harus dirawat sebanyak 812 orang dan hasil untuk 25 orang belum keluar.
Eri juga mengatakan telah menerbitkan surat edaran bagi perusahaan dengan karyawan dari luar ibu kota Jatim tersebut untuk memperbarui hasil tes antigen setiap tiga hari. Pegawai dapat mengikuti tes antigen secara rutin dengan biaya sendiri atau ditanggung perusahaan. Permintaan ini bertujuan mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 di Surabaya.
”Untuk penyekatan dan wajib tes antigen pada dasarnya kami membantu Bangkalan dan telah berkoordinasi. Warga Surabaya juga amat banyak yang berasal dari Madura sehingga kebijakan ini perlu dipandang sebagai bagian dari perlindungan terhadap mereka,” kata Eri.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, terus mendorong aparatur provinsi dan kabupaten/kota yang sedang mengalami lonjakan kasus untuk menempuh kebijakan tegas. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) meski saat ini dipertebal terbukti kurang efektif meredakan pandemi Covid-19.
”Perlu kebijakan lebih tegas dalam penanganan karena situasinya darurat dengan pembatasan sosial berskala besar atau karantina wilayah sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” kata Windhu.