17 Kabupaten/Kota di NTT Mengalami Kekeringan Ekstrem
Sebanyak 17 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan ekstrem dan diperkirakan bakal meluas memasuki puncak kemarau tahun ini. Petani sebaiknya memilih jenis tanaman umur pendek,
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 17 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan ekstrem dan diperkirakan bakal meluas memasuki puncak kemarau tahun ini. Petani sebaiknya memilih jenis tanaman umur pendek, tahan panas, dan memanfaatkan air sesuai kebutuhan.
Staf Badan Meteorologi Stasiun El Tari, Kupang, Fera, dalam diskusi daring terkait masalah kekeringan di NTT, di Kupang, Sabtu (19/6/2021), mengatakan, setiap memasuki musim kemarau, NTT tidak pernah lepas dari masalah hari tanpa hujan.
”Tahun ini ada 17 kabupaten masuk kategori Awas dengan hari tanpa hujan lebih dari 61 hari,” katanya.
Ketujuh belas kabupaten yang mengalami kekeringan ekstrem dan patut diwaspadai itu adalah Kabupaten Alor, Belu, Ende, Flores Timur, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Lembata, Malaka, Rote Ndao, Sikka, Sumba Timur, Sumba Barat, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Manggarai Barat, Sikka, dan Sabu Raijua. Kondisi air bersih bagi warga di 17 kabupaten itu pun sangat memprihatinkan.
Selain itu, Fera mengatakan, 13 kabupaten berstatus Siaga dengan hari tanpa hujan lebih dari 31 hari. Tiga kabupaten berstatus Waspada dengan hari tanpa hujan lebih dari 21 hari. Meski demikian, kekeringan dengan status Awas dan Siaga tersebut tidak menyeluruh terjadi di kabupaten itu, tetapi hanya pada titik-titik tertentu.
Tahun ini ada 17 kabupaten masuk kategori Awas dengan hari tanpa hujan lebih dari 61 hari.
Diskusi ini disponsori forum pengurangan risiko bencana berbasis komunitas dengan moderator Elfrid Veisal dari Yayasan Cis Timor.
Fera mengusulkan agar petani memilih tanaman umur pendek, tidak butuh banyak air, dan tahan panas. Jenis-jenis tanaman seperti itu perlu dipahami petani sehingga tidak salah pilih bibit dan tidak asal tanam. Karena itu, perlu ada bimbingan terhadap mereka.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT Lucky Koli mengatakan, kondisi ini terjadi setiap tahun di NTT. Ini soal alam sehingga dianggap hal normal. Namun, paling penting bagaimana pemda membantu petani agar selalu ada ketersediaan air bagi lahan pertanian itu.
”Musim hujan memang pendek, yakni 2-3 bulan, tetapi ketersediaan air cukup tersebar di spot-spot tertentu. Itu bisa dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering. Universitas Nusa Cendana memiliki program studi pertanian lahan kering. Kita minta mereka melakukan penelitian jenis-jenis komoditas apa saja yang bisa tahan panas, tidak konsumsi air dalam jumlah banyak, dan usia produksi relatif pendek,” kata Lucky.
Pemprov NTT telah mendorong petani dan semua pemangku kepentingan di sektor pertanian agar selama musim hujan air tidak boleh dialirkan langsung ke laut. Air itu harus dibendung dan dialirkan ke lahan pertanian warga sesuai kebutuhan.
Musim tanam pertama Oktober 2020-Maret 2021, untuk jenis padi seluas 230.000 hektar (ha), jagung 308.000 ha, dan kacang-kacangan 30.000 ha. Selama musim kemarau Apri-November, lahan pertanian yang digarap hanya 10 persen padi dan jagung 29-30 persen.
Manajemen air perlu dilakukan dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Namun, musim hujan tahun ini sejumlah embung dan empang rusak akibat badai Seroja sehingga kondisi debit air selama musim kemarau mengalami penurunan yang cukup drastis.
Lucky menyebutkan, apabila setiap pemerintahan desa, kecamatan, dan kabupaten berhasil membendung 20 persen air selama musim kemarau, bisa menyumbang 2,5 persen PAD daerah.
Saat ini pemda sedang mencari varietas (komoditas) yang tahan panas dan umur pendek. Padi itu hanya cocok di wilayah barat Indonesia. NTT cocok dengan jagung, tetapi jagung yang ada butuh waktu produksi selama 80-110 hari. Tenggat produksi tersebut dinilai terlalu lama, semestinya 30-50 hari.
Meski demikian, program Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengenai tanam jagung panen sapi (TJPS) dinilai telah berhasil di beberapa wilayah. Sampah jagung sebagai pakan ternak sekaligus produksi jagung sebagian dijual untuk membeli bibit sapi bagi petani.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kupang Pandopatan Sialagan mengatakan, dalam musim tanam II, April-Juni telah menanam padi sawah seluas 17.000 ha dan jagung 21.000 ha. Petani telah diajari mengatur pemanfaatan air sedemikian rupa sehingga tanaman itu bisa berproduksi sesuai harapan.
”Program TJPS sejak tahun 2020/2021 telah mencapai 2.500 ha jagung, tersebar di Amfoang Timur. Amfoang Utara, dan Amfoang Barat Laut dengan memanfaatkan air tersisa. Pemprov juga bantu pipa empat dim sepanjang 2.000 meter untuk menyalurkan air Sungai Leloboko untuk kebutuhan TJPS di Amfoang Selatan,” kata Sialagan.
Putra Sumatera Utara ini juga sedang mengembangkan tanaman hortikultura seluas 14 ha di Desa Buraen, Kecamatan Amarasi Selatan, bersama kelompok tani ”Bingung Sore”. Kelompok tani ini juga sedang mengembangkan tanaman perkebunan berupa pinang, pala, dan pisang di areal seluas 20 ha.