Menjaga Asa Wisata di Kuta
Beberapa kali mengalami tragedi, kawasan wisata Pantai Kuta yang menjadi ikon Bali selalu mampu bertahan dan bangkit kembali. Kini, tantangan lebih sulit untuk bangkit justru hadir saat pandemi Covid-19.
Saat tragedi ledakan Bom Bali I tahun 2002 dan Bom Bali II tahun 2005, kehidupan pariwisata di Kuta memang goyah. Namun, jantung obyek wisata Kabupaten Badung itu mampu bangkit. Kawasan wisata yang berdampingan dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, itu pun nyaris tidak pernah terlelap.
Nyoman Sudiana (43), warga Banjar Pengabetan, Kuta, Kabupaten Badung, mengisahkan, peristiwa Bom Bali I dan II mengakibatkan Kuta sepi pengunjung. Turis yang berkunjung berkurang drastis selama berbulan-bulan.
Dengan segala upaya, masyarakat bersama pemerintah berusaha membalikkan keadaan Kuta setelah tragedi peledakan bom di Kuta. Dalam hitungan bulan pula, Bali kembali ramai didatangi wisatawan dan kehidupan pariwisata di Kuta kembali bergerak.
”(Kuta sepi) itu cerita dulu,” katanya, Kamis (17/6/2021).
Jro Made Supatra Karang (65), pelaku usaha wisata di Kuta, mengungkapkan, pascatragedi Bom Bali 2002, komunitas di Kuta mengadakan promosi wisata besar-besaran untuk memulihkan pariwisata Bali, khususnya Kuta. Salah satunya melalui festival seni budaya bertajuk Kuta Karnival.
Baca juga : Bali Paling Terpukul Pandemi
Ketika Kuta kembali diempaskan oleh ledakan Bom Bali II pada 1 Oktober 2005, masyarakat merespons tragedi itu dengan menggelar karnaval. Tujuannya untuk memulihkan kepercayaan wisatawan terhadap Bali.
”Kuta Karnival diakui menjadi salah satu event pariwisata yang paling berpengaruh,” kata Jro Supatra ketika ditemui di Mimpi Bungalow, penginapan wisata milik Jro Suparta di Kuta, Rabu (9/6/2021).
Melalui festival dan aktivitas seni budaya, warga Kuta di Badung menunjukkan perlawanan mereka terhadap aksi keji terorisme. Setelah tragedi peledakan bom, kepercayaan dunia terhadap keamanan Bali mulai pulih. Kuta kembali ramai didatangi pelancong.
Namun, kondisi berbeda dialami Sudiana ataupun Jro Supatra serta sekitar 4,3 juta penduduk Bali selama lebih dari satu tahun terakhir. Pandemi Covid-19 jadi ”tsunami” yang nyaris melumpuhkan Bali dan membuat pariwisata di Bali sepi sejak Maret 2020. Selama 2020, perekonomian Bali terpuruk, minus 9,31 persen.
Baca juga : Pemerintah Akan Buka Kembali Pariwisata Bali
Dalam pertemuan dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno di Kuta, Badung, Sabtu (12/6/2021), sejumlah tokoh Kuta mengadukan kondisi Kuta yang terpuruk akibat terdampak pandemi Covid-19.
Sudiana mengungkapkan, ruas Jalan Poppies, Kuta, yang biasanya ramai dilalui orang yang melintas dari Pantai Kuta atau akan menuju Pantai Kuta, selama satu tahun terakhir lengang. Sekitar 10 hotel dan penginapan di sepanjang Jalan Poppies 1 atau dikenal sebagai kawasan Poppies Lane, sudah lama tidak menerima tamu.
Pandemi Covid-19 jadi ”tsunami” yang nyaris melumpuhkan Bali dan membuat pariwisata di Bali sepi sejak Maret 2020. Selama 2020, perekonomian Bali terpuruk, minus 9,31 persen.
Karyawan sebuah studio tato di Jalan Poppies 1 Kuta, Wayan Suranata (49), menyatakan, sebelum Kuta terdampak pandemi Covid-19, pendapatan studio tato di tempatnya bekerja pernah mencapai Rp 100 juta dalam satu bulan. Sejak wisatawan sepi akibat pandemi Covid-19, studio tato tersebut hanya menghasilkan pemasukan sekitar Rp 5 juta dalam setahun terakhir.
Suasana di Kuta, terutama di kawasan Legian dan sekitarnya, yang lengang itu direkam dan kemudian turut ditampilkan sutradara Erick EST dalam klip video dari lagu berjudul ”Tears and Blood”.
Baca juga : Pariwisata Bali Digencarkan
Menyepi
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menyebutkan, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali turun tajam pada 2020. Jumlah kedatangan wisman ke Bali, baik melalui bandara maupun pelabuhan, pada 2020 sebanyak 1,069 juta kunjungan.
Pada 2019, Bali masih dikunjungi sekitar 6,275 juta wisman. Pada tahun yang sama, Bali juga dikunjungi lebih dari 10,5 juta wisatawan Nusantara. Akibat pandemi Covid-19, Jro Supatra terpaksa merumahkan enam karyawan. Kolam renang di penginapan bernuansa tropis miliknya kini dijadikan kolam lele. Usaha penginapan bagi pelancong yang dirintis sejak 1980-an itu terancam tutup.
Dampak ”tsunami” pandemi Covid-19 juga dirasakan Wayan Tara, juru masak restoran di pinggir Jalan Raya Kuta, Badung. Ia mengaku sudah dirumahkan sementara sejak setahun lalu. Restoran tempat Tara bekerja selama hampir tiga dekade itu masih ditutup. Selain karena sepi, restoran itu kini juga sedang direnovasi.
”Saya kembali menjadi anak pantai seperti masa kecil dahulu,” kata Tara yang kini berjualan aneka minuman dan jajan di Pantai Kuta, tak jauh dari sebuah mal besar di Jalan Pantai Kuta, Badung.
Baca juga : Membangun Dua Sisi ”Bumi Keris” Badung
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mengakui, Kuta menjadi daerah paling terdampak pandemi Covid-19. Kawasan Kuta, Legian, dan Seminyak yang biasanya ramai dengan aktivitas pariwisata kini lengang sejak pandemi.
”Dari sekitar 146.000 kamar hotel di seluruh Bali, sekitar 103.000 kamar hotel berada di Badung,” kata Suryawijaya, Rabu (16/6/2021).
Dengan jumlah kedatangan tamu sekitar 7.000 orang per hari selama pandemi Covid-19, menurut Suryawijaya, pengelola hotel dan akomodasi pariwisata di Bali, terutama di Badung, kesulitan membiayai pengoperasian kamar hotel dan akomodasi pariwisata mereka. ”Kalau hotel dibuka malah merugi karena biaya operasional lebih tinggi,” katanya.
Sebagian pengelola hotel berupaya bertahan dengan mengoptimalkan operasional restorannya. Tidak sedikit yang bahkan melayani pemesanan makanan untuk diantar ke rumah konsumen.
Dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat di Kuta, Badung, Sabtu (12/6/2021), Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah menyiapkan langkah pemulihan dari pandemi Covid-19, termasuk pemulihan pariwisata. Fokus utama pada penanganan pandemi Covid-19 agar terkendali, serta penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 secara ketat.
Dari sekitar 146.000 kamar hotel di seluruh Bali, sekitar 103.000 kamar hotel berada di Badung. (I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya)
Di bidang pariwisata, upaya yang dilakukan di antaranya pemberlakuan sertifikasi protokol kesehatan berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan (CHSE). Upaya lainnya adalah mendorong perluasan cakupan vaksinasi Covid-19.
Pemerintah menyiapkan skema travel corridor arrangement (TCA) dalam rangka pembukaan pariwisata Bali, Batam, dan Bintan. Kebijakan TCA itu akan diawali dengan uji coba pada Juli 2021. Negara yang diusulkan menjadi sasaran TCA adalah Singapura dan Uni Emirat Arab (Kompas.id, 15/6/2021).
Dalam acara media briefing di Jakarta, Senin (14/6/2021), Sandiaga menyatakan, pemerintah terus mengupayakan tercapainya pemenuhan prakondisi kebutuhan protokol kesehatan.
Terkait hal itu, Suryawijaya mengatakan, pengusaha pariwisata di Bali, terutama dari kalangan perhotelan dan penginapan wisata, masih mengalami kesulitan untuk segera membuka kembali kamar hotel setelah lebih dari setahun tidak diisi tamu. Pengusaha membutuhkan suntikan modal kerja agar dapat memperbaiki dan menyiapkan akomodasi wisata mereka.
”Kami dukung pemerintah agar tak berjuang sendiri menyiapkan pembukaan pariwisata Bali,” kata Suryawijaya.
Tantangan menggeliatkan kembali sektor pariwisata Bali kala pandemi memang tidak mudah. Bahkan, jauh lebih sulit ketimbang pemulihan saat tragedi teror bom Bali.
Sebagai ikon pariwisata Indonesia, Bali tetap berupaya bangkit. Kata kuncinya memang penanganan pandemi Covid-19 mesti terkendali agar sektor pariwisata dan roda perekonomian pada umumnya bisa bergerak kembali.