Pergerakan Warga Tak Terkendali, Kasus Covid-19 Tinggi
Salah satu penyebab peningkatan kasus Covid-19 adalah mobilitas di luar rumah. Untuk mengatasinya, diperlukan pembatasan yang turut dibarengi kepatuhan warga.
Oleh
Albertus Krisna
·5 menit baca
Pergerakan masyarakat di luar rumah menjadi salah satu penyebab peningkatan kasus Covid-19. Sejumlah kebijakan pembatasan pergerakan telah diterapkan dan saat aturan tersebut dipatuhi oleh masyarakat, hal itu terbukti mampu menekan angka penularan Covid-19.
Tinggal di rumah saja atau stay at home kini menjadi sepenggal kalimat yang tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Seruan ini terus dikampanyekan pemerintah sejak awal pandemi Covid-19. Bagi warga Jakarta, 10 April 2020 menjadi awal mula pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mewajibkan masyarakat untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Pembatasan aktivitas di luar rumah tersebut diadopsi wilayah lainnya. Hingga 5 Mei 2020, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat ada empat provinsi dan 22 kabupaten/kota yang turut menerapkannya. Tiga bulan di awal pandemi, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa untuk beraktivitas di dalam rumah dan meminimalisasi aktivitas di luar rumah.
Kebiasaan masyarakat untuk stay at home mampu menekan lonjakan kasus Covid-19. Hal tersebut terlihat dari analisis korelasi yang dilakukan Kompas, antara variabel kasus harian Covid-19 dan angka pergerakan masyarakat di area permukiman dari Google.
Hasil korelasi dari data periode 15 Februari 2020 hingga 7 Juni 2021 menunjukkan angka minus 0,23. Angka korelasi menunjukkan hubungan yang lemah di antara dua variabel tersebut karena ada faktor lain yang memengaruhi penurunan kasus Covid-19, selain aktivitas di dalam rumah. Faktor lainnya seperti tingkat kepatuhan pada protokol kesehatan.
Adapun angka minus menunjukkan adanya korelasi terbalik di antara dua variabel yang digunakan. Semakin banyak warga yang beraktivitas di luar rumah, kasus Covid-19 terus meningkat. Sebaliknya, saat warga lebih banyak tinggal di rumah, kasus cenderung menurun.
Hingga saat ini, sejumlah pembatasan sosial masih diberlakukan pemerintah. Di DKI Jakarta, tercatat ada lima pembatasan yang telah diterapkan, mulai dari PSBB sejak 10 April 2020, PSBB transisi (5/5/2020), kembali pada PSBB (14/9/2020), dan PSBB transisi (12/10/2020). Berlanjut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro pada 11 Januari 2021 hingga sekarang.
Jakarta menjadi kiblat bagi wilayah lain di Indonesia dalam pemberlakuan pembatasan mobilitas. Kondisi ini juga yang memengaruhi tren pergerakan warga secara nasional dari waktu ke waktu. Terlihat dari dinamika pergerakan di permukiman ataupun pergerakan di luar rumah, seperti tempat rekreasi, pasar, taman, dan stasiun serta halte transit.
Dari kebijakan pembatasan tersebut, PSBB pertama dan kedua sebelum penerapan adaptasi kebiasaan baru, serta PPKM mikro pada 2021, merupakan kebijakan yang berhasil mendorong masyarakat untuk berdiam diri di rumah.
Pada PSBB awal pandemi (April-Juni), peningkatan pergerakan di permukiman mencapai puncaknya hingga 25 persen pada 26 April 2020. Sementara pergerakan di luar rumah turun paling tajam 53,3 persen pada 1 Mei 2020.
Memasuki PSBB transisi (5 Juni-10 September 2020), pergerakan di luar rumah mulai naik perlahan. Dari minus 31,3 persen pada 7 Juni 2020 hingga mencapai minus 2,8 persen di 30 Juli 2020.
Tren peningkatan pergerakan warga ini pun terus belanjut hingga awal pemberlakuan PSBB tahap kedua. Aturan PSBB kedua yang membatasi operasional kantor, pusat perbelanjaan, dan moda transportasi berhasil menahan pergerakan di luar rumah. Hingga 20 September, pergerakannya menurun menjadi minus 23 persen.
Namun, memasuki PSBB transisi berikutnya (12/10/2020-17/1/2021), mobilitas masyarakat di luar rumah mulai naik lagi. Puncaknya terjadi pada 9 Januari 2021 dengan nilai minus 20,3 persen. Hal ini karena saat PSBB transisi aturan pembatasan mobilitas kembali dilonggarkan.
Saat penerapan PPKM mikro dengan pembatasan mobilitas yang lebih ketat dari PSBB transisi, pergerakan warga di luar rumah kembali menurun. Penurunan tajam terjadi pada 16 Januari 2021 hingga 32,8 persen.
Hari libur
Meski pembatasan demi pembatasan telah diberlakukan, hasrat warga untuk keluar rumah tetap tinggi. Kondisi ini terlihat saat hari libur yang ditandai peningkatan ekstrem pergerakan warga di luar rumah.
Sepanjang tahun 2020 terdapat lima hari libur yang menciptakan kondisi seperti ini. Begitu juga dengan empat hari libur hingga pertengahan 2021.
Contohnya periode PSBB pertama dengan masa libur Lebaran pada 24 Mei 2020. Saat hari-H terjadi penurunan pergerakan warga di luar rumah hingga 46,3 persen. Namun, masa persiapan Lebaran H-3 justru terjadi peningkatan pergerakan paling tinggi selama masa pembatasan itu mencapai minus 20 persen.
Sama halnya ketika PSBB transisi tahap pertama. Di tengah peningkatan tren pergerakan warga di luar rumah, muncul momen libur panjang, di antaranya Idul Adha 31 Juli 2020, Kemerdekaan RI 17 Agustus 2020, dan Tahun Baru Hijriah 20 Agustus 2020. Tiga hari libur itu menciptakan kenaikan pergerakan paling tinggi masing-masing minus 2,8 persen saat Idul Adha; minus 4,5 persen kemerdekaan; dan minus 6,5 persen di libur Tahun Baru Hijriah.
Kenaikan mobilitas tersebut memicu lonjakan kasus harian Covid-19. Contohnya tren kenaikan kasus pascahari libur di PSBB transisi pertama. Diketahui antara seminggu sebelum dan minggu ketiga setelah libur panjang Hari Kemerdekaan RI terjadi peningkatan kasus akumulasi mingguan sebanyak 9.432 kasus atau naik 40,3 persen.
Hal ini pun kembali terjadi ketika masa PSBB transisi kedua. Khususnya pascalibur Maulid Nabi Muhammad SAW pada 29 Oktober 2020, Natal 2020, dan Tahun Baru 2021. Pergerakan warga di tiga hari libur itu terpantau lebih tinggi dibandingkan kondisi normal sebelum pandemi. Masing-masing tercatat 0,0 persen; plus 0,3 persen; dan plus 3,5 persen.
Tak pelak, ledakan kasus Covid-19 terjadi beberapa minggu setelahnya. Tepatnya ketika muncul konfirmasi kasus harian tertinggi 14.283 kasus pada 16 Januari 2021 dan 14.543 pada 30 Januari 2021. Meski demikian, kondisi parah kala itu dapat diantisipasi dengan PPKM mikro yang mampu menekan pergerakan warga dan berimbas pada tren penurunan kasus sejak Februari 2021.
Kini kembali menjadi peringatan bersama terkait tren pergerakan di luar rumah pascalebaran 2021. Tren pergerakan warga lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Diawali 5 Mei 2021 yang mulai menembus plus 0,8 persen. Kemudian naik ekstrem pada 12 Mei 2021 (plus 11,3 persen), 26 Mei 2021 (plus 11 persen), dan 1 Juni 2021 (plus 13,8 persen).
Menengok tren peningkatan pergerakan warga yang sangat tinggi tersebut, diharapkan ledakan kasus Covid-19 pada PSBB transisi tahap kedua tidak kembali terulang. Salah satu upaya mengantisipasinya yaitu melalui pemberlakuan kembali pembatasan mobilitas dengan tegas. Itu pun akan berhasil jika dibarengi kesadaran penuh dari masyarakat untuk mematuhinya.