Pemerintah Kabupaten Bangkalan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah saatnya mengambil pembatasan sosial berskala besar atau karantina wilayah untuk meredakan lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan, Jawa Timur, memburuk dengan penambahan kasus harian tembus 100 orang dan delapan orang meninggal, Jumat (18/6/2021). Situasi itu menuntut penerapan kebijakan lebih tegas daripada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro.
Lonjakan di Bangkalan berlangsung sejak Minggu (6/6/2021) yang mencerminkan situasi sehari sebelumnya. Awal lonjakan, penambahan kasus harian dari empat orang dengan nol kematian menjadi 25 orang dengan dua kematian. Kasus terus menanjak dengan penambahan kasus harian menyentuh angka 40, 43, 65, 75, 80, 82, 90, dan 100. Kematian juga meningkat dari 0 menjadi 1, 2, 4, 6, 7, 8, dan 10.
Di Bangkalan, tercatat 791 kasus aktif yang mencerminkan jumlah pasien Covid-19. Angka itu setara dengan 20 persen dari 3.949 kasus aktif di Jatim. Banyaknya pasien mengakibatkan gangguan layanan di Bangkalan, termasuk di Surabaya sebagai rujukan utama kasus Covid-19 di Jatim. Kapasitas di Unit Organisasi Bersifat Khusus RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu (Syamrabu) sudah ditambah 126 dipan menjadi 216 dipan. Keterisian dipan mencapai 186 dipan (86 persen). Di unit rawat intensif (ICU), ada 13 dipan dan sudah terisi 8 dipan (62 persen).
Selain itu, keterisian di Gedung Balai Diklat 54 persen dari 74 dipan. Di Gedung Balai Latihan Kerja untuk isolasi buruh migran 16 persen dari 50 dipan. Di Gedung Badan Pengembangan Wilayah Suramadu, keterisiannya 92 persen dari 139 dipan atau tersisa 13 tempat tidur isolasi.
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron mengatakan, lonjakan kasus salah satunya terkait dengan serangan mutasi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2), yakni B.1.617.2 Delta. Varian ini menular dan berdampak fatal dua kali lipat. Sejauh ini diketahui ada empat warga yang terjangkit Covid-19 varian B.1.1617.2 Delta.
Kasus Covid-19 banyak terungkap setelah pemberlakuan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi seluruh pengendara dari Pulau Madura di Jembatan Suramadu dan penyeberangan Ujung-Kamal. Kebijakan itu pada prinsipnya menggencarkan pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T).
”Gencarnya 3T akan mengangkat kasus-kasus yang selama ini tersembunyi melalui penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen,” kata Abdul Latif di sela memantau kebijakan tersebut di Bangkalan.
Untuk meredakan pandemi, lanjut Abdul Latif, telah dikeluarkan surat edaran yang menegaskan PPKM. Masyarakat agar membatasi aktivitas dan tidak berkegiatan sosial budaya, pendidikan, ibadah, wisata, dan kuliner yang menimbulkan kerumunan. Aparatur pemerintah, TNI, Polri, ulama atau tokoh agama, dan tokoh masyarakat bisa memaksimalkan PPKM.
Pengawasan ditingkatkan dengan operasi yustisi dan penegakan hukum pelanggaran protokol kesehatan. Disiplin prokes ialah memakai masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas atau interaksi.
Gencarnya 3T akan mengangkat kasus-kasus yang selama ini tersembunyi melalui penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen.
Secara terpisah, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, terus menempuh berbagai upaya persuasif untuk meredakan wabah di Bangkalan. Ada inisiatif dari pondok pesantren melalui program rumah sehat untuk mengurangi keterbatasan ruang isolasi pasien Covid-19. Mereka yang terjangkit, terutama tidak bergejala, tidak perlu ditangani di RS.
”Satgas juga memberlakukan sequencing terhadap seseorang dengan cycle threshold (CT) di bawah 25 untuk mengetahui seberapa banyak yang terjangkit varian baru,” kata Emil. Penanganan pasien terjangkit varian baru harus dipisahkan dengan orang lain mengingat daya tular dan dampaknya yang luar biasa.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, amat menyarankan Bupati Bangkalan dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengambil kebijakan lebih tegas daripada PPKM dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam regulasi itu ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau karantina wilayah. PSBB pernah ditempuh di Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, Sidoarjo) dan Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang serta Batu) pada tahun lalu untuk meredakan pandemi.
”Meski ketika itu banyak pertentangan, tetapi PSBB bisa lebih tegas dalam upaya pendisiplinan protokol kesehatan dan menggencarkan 3T. Surabaya sempat zona merah seperti Bangkalan saat ini, tetapi penanganan yang gencar akhirnya dapat menurunkan risikonya,” kata Windhu. PSBB diharapkan kembali diterapkan di Surabaya Raya plus Bangkalan bahkan Madura. Sebisa mungkin lalu lalang manusia dibatasi atau diperketat dengan pemeriksaan tes kesehatan.
Kasus-kasus yang tersembunyi bisa diangkat dengan menggencarkan 3T dan terus menerus sosialisasi disiplin prokes. Untuk Madura, lanjut Windhu, peran ulama amat penting dan perlu terus diajak dalam sosialisasi guna menumbuhkan pemahaman dan kesadaran kolektif.