Mobilitas Tinggi Memicu Kenaikan Kasus Covid-19 Pascaliburan di Jateng
Kasus Covid-19 di Jawa Tengah pascalibur panjang selalu naik. Selain transmisi dari luar, mobilitas masyarakat yang tinggi makin meningkatkan jumlah kasus. Di sisi lain, masyarakat makin abai pada protokol kesehatan.
Usai libur panjang membuahkan kenaikan kasus Covid-19 di Jawa Tengah. Transmisi virus dari luar wilayah dan dinamika pergerakan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan semakin meningkatkan risiko penyebaran Covid-19 di Jateng saat liburan.
Tingginya paparan virus di Jateng setelah liburan ditengarai dipengaruhi beberapa faktor. Hasil analisis Kompas, penularan berasal dari luar yang dibawa oleh pendatang saat liburan/mudik.
Namun, di sisi lain, tingginya mobilitas masyarakat yang diikuti penurunan kedisiplinan pada protokol kesehatan juga turut memengaruhi. Ada kecenderungan, semakin banyak pergerakan diluar rumah, pertambahan kasus semakin banyak.
Mobilitas yang tinggi ini karena tidak ada pembatasan mobilitas, seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), di Jawa Tengah. Jawa Tengah melaksanakan Program Jogo Tonggo, yang melibatkan seluruh masyarakat hingga level rumah tangga, dalam mengurangi penyebaran virus. Adapun kebijakan pembatasan berupa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) baru diterapkan di Jateng pada awal Januari lalu hingga sekarang.
Namun, program ”menjaga tetangga” tersebut tidak membatasi pergerakan masyarakat. Program yang melibatkan seluruh masyarakat hingga level RT/RW tersebut hanya mencatat pergerakan masyarakat yang keluar masuk wilayah dan para penderita Covid-19. Jogo Tonggo juga membantu masyarakat yang kesulitan ekonomi karena terdampak pandemi.
Tujuan mudik
Sebelum periode liburan di Jateng, kasus cenderung landai dan tidak terjadi lonjakan kasus positif. Libur Lebaran 2021, misalnya, kasus mingguan sepekan sebelum Lebaran dibandingkan tiga pekan sebelumnya menurun 3,9 persen. Begitu juga saat Lebaran 2020, kasus cenderung turun 22 persen.
Pola tersebut menguatkan bahwa salah satu sumber paparan virus adalah dari luar wilayah. Penularan saat libur Lebaran dibawa oleh pemudik dan saat liburan periode lainnya berasal dari wisatawan.
Potensi penularan semakin besar saat daerah asal kaum migran tersebut sudah mengalami kenaikan kasus. Bisa jadi para pemudik membawa paparan virus. Seperti saat mudik Lebaran Mei lalu, dari 28 provinsi daerah asal pemudik, Sumatera Barat dan Jawa Barat telah mengalami kenaikan kasus sebelum Lebaran.
Juga saat libur momen cuti bersama tahun 2020. Jawa Tengah mendapatkan kunjungan wisatawan lebih banyak dibandingkan bulan-bulan non-liburan.
Sebagai indikator adalah data kedatangan domestik di beberapa bandara Jawa Tengah. Berdasarkan data BPS, bulan Desember saat libur akhir tahun, jumlah penumpang yang tiba di Bandara Surakarta dan Semarang meningkat 7,06 persen menjadi 76.909 penumpang. Angka tersebut tertinggi selama 2020.
Catatan lainnya mengutip dari data Jasa Marga. Sebanyak 356.010 kendaraan telah meninggalkan Jakarta dari H-2 sampai dengan H-1 libur Natal. Angka tersebut naik 35,8 persen dibandingkan lalu lintas normal. Mayoritas kendaraan tersebut (50 persen) menuju timur yang diindikasikan menuju Jawa Tengah.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak di Provinsi Tujuan Mudik
Mobilitas Lebaran
Selain karena mobilitas masyarakat menuju Jateng saat liburan, peningkatan kasus juga karena pergerakan masyarakat antarwilayah di Jateng. Pergerakan internal ini karena tidak ada larangan pergerakan antar-kawasan aglomerasi oleh Pemprov Jateng. Pemerintah pusat hanya mengeluarkan larangan mudik selama Lebaran 2020 dan 2021.
Ada perbedaan pola mobilitas saat Lebaran 2020 dan 2021. Laporan mobilitas Google menunjukkan saat Lebaran 2021, mobilitas masyarakat di luar rumah lebih tinggi dari tahun lalu.
Lebaran 2020, masyarakat masih lebih banyak berdiam di rumah. Pasar menjadi lokasi yang banyak diakses masyarakat sebelum Lebaran. Tercatat, angka puncak terjadi pada 20-22 Mei (17 persen).
Saat Lebaran, masyarakat lebih banyak bergerak di area permukiman. Bisa jadi karena saat itu pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap beribadah di rumah saja.
Lokasi lainnya, seperti obyek wisata dan taman, juga menunjukkan ada peningkatan pergerakan sebelum Lebaran, tetapi setelah itu menurun. Namun, pergerakan di obyek wisata dan taman jauh dibawah pergerakan di rumah.
Mobilitas masyarakat yang relatif rendah tersebut membuat kenaikan kasus di Jateng saat Lebaran 2020, lebih rendah dibandingkan Lebaran tahun ini. Hingga pekan ketiga Lebaran, terjadi kenaikan 386 kasus atau 72 persen dibandingkan sepekan sebelum Lebaran.
Lonjakan mobilitas
Berbeda halnya dengan Lebaran tahun ini. Mobilitas masyarakat Jateng sebelum Lebaran relatif lebih tinggi di luar rumah, seperti di pasar dan pusat perbelanjaan. Atapun di obyek wisata setelah Lebaran.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menilai, jika mudik memicu penyebaran virus ke daerah lain, kerumunan di tempat keramaian adalah pemicu penularan. ”Di tempat wisata, di mal, sebelum Lebaran itu minta ampun. Saya ingin menangis melihat itu. Itu kerumunannya besar sekali. Saya takut ledakan terjadi,” kata Miko yang dihubungi akhir Mei lalu.
Catatan mobilitas Google, pergerakan tertinggi terjadi di pasar. Angka mobilitas ini mulai naik dua minggu sebelum Lebaran (12 persen) dan mencapai puncaknya H-1 (80 persen).
Setelah itu disusul di obyek wisata yang juga mulai meningkat dua pekan sebelum Lebaran. Puncaknya H-1 Lebaran (35 persen). Setelah itu menurun, tetapi kembali naik seminggu setelah Lebaran. Pergerakan di taman polanya berbeda, mulai naik (51 persen) H-3 hingga H+3.
Pergerakan yang tinggi di tempat rekreasi juga dipengaruhi oleh dibukanya obyek wisata saat libur Lebaran.
Pembukaan obyek wisata, menurut pakar biostastik Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, jelas berpengaruh pada penyebaran Covid-19 di masa Lebaran. Sebab, di obyek wisata, kepatuhan dalam menjaga jarak antarpengunjung sulit diterapkan meski kapasitas dikurangi 50 persen, misalnya. ”Menurut saya, ini juga harus dilarang, bukan cuma mudik saja,” kata Iwan.
Pola pergerakan di luar rumah yang cukup tinggi berakibat pada lonjakan kasus di Jateng. Angka kenaikannya hingga minggu keempat hampir tiga kali lipat dibandingkan seminggu sebelum Lebaran atau naik 8.871 kasus.
Berdasarkan data Pemprov Jateng, kasus aktif Covid-19 per 15 Juni mencapai 14.892 kasus. Kasus terbanyak ada di Kota Semarang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kudus, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Magelang.
Kepatuhan menurun
Lebaran tahun ini masyarakat mulai kembali melaksanakan tradisi Lebaran. Namun, protokol kesehatan dilupakan. Pantauan Gugus Tugas Covid-19, tingkat kepatuhan menjaga jarak di Jateng selama Mei lalu selalu di bawah rata-rata nasional (85 persen), berkisar pada 73-83 persen.
Meski di atas kertas angka kepatuhan memakai masker tinggi (87 persen), nyatanya banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker saat bersilaturahmi ataupun berwisata.
Saat itulah terjadi penyebaran virus hingga muncul beberapa kluster keluarga, permukiman, lapas, dan agama di Jawa Tengah. Masuknya varian baru virus yang lebih menular ke Kudus semakin meningkatkan risiko penyebaran virus.
Seperti yang terjadi di Kudus, pergerakan internal tinggi, saling kunjung antartetangga, halalbihalal dalam kota. Prokes memakai masker dan menjaga jarak pun diabaikan (Kompas, 8/6/2021). Inilah yang membuat angka Covid-19 di Kudus pascalebaran melonjak hingga sekitar 360 kasus per hari dari sebelumnya hanya 100-150 kasus aktif (Kompas, 9/6/2021).
Tak hanya Kudus, tingkat kepatuhan di Kabupaten Cilacap juga sangat rendah. Pantauan Gugus Tugas Covid-19 per 16 Mei 2021, angka kepatuhan menggunakan masker 75 persen dan menjaga jarak 45 persen. Hasilnya, kasus Covid-19 per 15 Juni 2021 masuk peringkat lima besar kasus tertinggi di Jateng dengan 9.222 kasus.
Mobilitas libur panjang
Tiga periode libur panjang tahun 2020 juga meningkatkan mobilitas masyarakat di luar rumah. Berbeda dengan Lebaran, saat libur panjang, taman menjadi pusat pergerakan masyarakat.
Saat libur kemerdekaan, mobilitasi di taman mencapai puncaknya pada 17 Agustus (42 persen) dan 20 Agustus (27 persen). Meski fluktuasi pergerakannya lebih banyak di taman, tetapi pascaliburan, kasusnya melonjak dua kali lipat dari 2.569 kasus menjadi 4.530 kasus.
Selanjutnya saat libur Maulid Nabi. Lokasi yang paling banyak masih seputar taman dan pasar. Tercatat pada saat libur (29/10/2020), angka pergerakan di taman naik hingga 41 persen. Adapun pergerakan di pasar hanya naik 14 persen pada 29 Oktober 2020. Pergerakan tinggi di taman tersebut membuat angka kenaikan kasus tiga minggu setelah Lebaran mencapai 1.961 kasus.
Libur akhir tahun, mobilitas masyarakat di luar rumah semakin tinggi. Tak hanya ke pasar dan taman, tetapi juga mulai ada pergerakan ke rekreasi. Tercatat, ada kenaikan di tanggal 24 Oktober di pasar (20 persen) dan taman (18 persen) yang angkanya melebihi angka mobilitas di rumah (14 persen). Pada tanggal yang sama, juga ada kenaikan di rekreasi (4 persen), tetapi angkanya di bawah rumah.
Tiga hari jelang akhir tahun, ada pola pergerakan naik di pasar (31 persen) dan taman (18 persen) yang melebihi rumah (12 persen). Mobilitas di obyek wisata juga naik (5 persen), tetapi ada di bawah rumah.
Berkurangnya pergerakan di tempat wisata agaknya karena adanya pengetatan aturan dan pembatasan jam operasional obyek wisata.
Namun, tidak adanya pelarangan mobilitas antarwilayah membuka kemungkinan adanya transmisi dari luar dari pemudik. Hingga terjadi lonjakan kasus mencapai sekitar 7.000 kasus. Angka ini tertinggi selama periode liburan.
Jawa Tengah pascalebaran tahun ini masih berjibaku untuk mengatasi lonjakan kasus di beberapa wilayah. Adanya pemudik yang masuk ke Jateng terbukti menyebabkan peningkatan kasus. Di sisi lain, masyarakat lokal mulai abai pada protokol kesehatan dan tidak membatasi pergerakan antarkota.
Ke depan, bisa jadi Jateng akan selalu menghadapi problem yang sama jika tidak ada pelarangan mobilitas dari pemerintah dan kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi mobilitas.
Baca juga: Jurnalisme Data: Libur Panjang, Kasus Covid-19 Melonjak?