Pemulangan Adelin Lis, Momentum Membuka Kasus Kehutanan yang Terbengkalai
Pemulangan Adelin Lis, buron selama 13 tahun dalam kasus pembalakan hutan di Mandailing Natal, Sumatera Utara, menjadi momen untuk menuntaskan penanganan kejahatan lingkungan yang terbengkalai.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pemulangan Adelin Lis, buron selama 13 tahun dalam kasus pembalakan hutan di Mandailing Natal, Sumatera Utara, menjadi momen untuk membuka kejahatan kehutanan yang masih terbengkalai. Komitmen negara untuk benar-benar menuntaskan kasus kejahatan lingkungan ditunggu.
Aktivis lingkungan di Sumut, Mangaliat Simarmata, mengapresasi langkah berbagai pihak yang menuntaskan kasus Adelin Lis. Pemulangan Adelin Lis menjadi momentum untuk menyelesaikan kasus-kasus kehutanan yang terjadi pada masa itu.
”Ada kasus-kasus pembalakan hutan yang muncul saat itu, namun yang diusut hanya kasus Adelin Lis,” kata Mangaliat, Kamis (17/6/2021).
Hal serupa disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut periode 2005-2008 Job Purba. Ia menilai, banyak kasus kejahatan lingkungan yang belum tuntas. Bahkan, yang sudah berkeputusan hukum tetap juga belum dieksekusi, seperti kasus Register 40 di Sumatera Utara.
”Kita lihatlah komitmen negara dalam menuntaskan kasus ini,” kata Job.
Namun ia merasa tidak perlu mengapresiasi kejaksaan atas ditemukannya Adelin Lis karena tidak yakin selama ini aparat benar-benar mencari buron itu. Ia justru mempertanyakan, bagaimana mungkin keberadaannya selama 13 tahun tidak terlacak.
”Apa selama ini benar-benar dicari, ini lebih karena kebetulan belaka ditangkap oleh pihak Singapura,” kata Job Purba.
Mangaliat juga lebih mendukung penuntasan kasus hukun Adelin Lis dilakukan di Jakarta daripada di Medan. Hal ini agar lebih terpantau dan menghindari pelanggaran.
”Pelarian dan vonis bebasnya menunjukkan ini kasus tingkat tinggi. Penuntasan kasus ini merupakan utang negara yang harus dibayar,” kata Mangaliat.
Adelin Lis ditangkap otoritas Singapura pada 2018 setelah imigrasi negara itu menemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Imigrasi Singapura lalu mengirimkan surat kepada Atase Imigrasi KBRI Singapura untuk memastikan kebenaran dua nama yang berbeda itu adalah sosok yang sama.
Dalam persidangan di Singapura, Adelin mengaku bersalah. Atas dasar itu, Pengadilan Singapura 9 Juni 2021 menjatuhi hukuman denda 14.000 dollar Singapura yang dibayar dua kali dalam periode satu minggu serta mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi ke Pemerintah Indonesia dan mendeportasi Adelin Lis ke Indonesia. (Kompas, 17/6/2021).
Penuntasan kasus ini merupakan utang negara yang harus dibayar. (Mangaliat Simarmata)
Sejak awal, kasus Adelin Lis menjadi perhatian publik karena pelariannya dan lolosnya dari jeratan hukum. Pengusaha besar di Sumut itu dinyatakan buron oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada Maret 2006. Pemilik PT Mujur Timber Group dan PT Keang Nam Development Indonesia itu diduga melakukan pembalakan liar di hutan Mandailing Natal sehingga merugikan negara Rp 227 triliun. Ia tertangkap di Beijing, China, akhir tahun 2006 saat akan memperpanjang paspornya di Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Adelin Lis dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan. Jaksa juga menuntut terdakwa wajib membayar ganti rugi dana provisi sumber daya alam senilai Rp 119,8 miliar serta dana reboisasi 2,9 juta dollar AS. Namun Pengadilan Negeri (PN) Medan pada 5 November 2007 memutus bebas.
Ia terbukti bersalah dalam hal pengelolaan kehutanan karena tidak menaati aturan tebang pilih tanam Indonesia (TPTI). Namun, menurut hakim, itu bukan pelanggaran pidana, hanya masalah administrasi. Menteri Kehutanan yang berhak menghukumnya (Kompas, 6/11/2007).
Berdasarkan surat yang dipaparkan Polda Sumut, pembebasan Adelin dari Rumah Tahanan Tanjung Gusta tertanggal 3 November 2007. Padahal putusan kasus itu dibacakan 5 November 2007.
Atas kasus bebas itu, lima anggota majelis hakim kasus Adelin Lis diperiksa Komisi Yudisial dan direkomendasikan diberhentikan selama 6- 12 bulan. Jaksa kasus ini juga dijatuhi hukuman disiplin.
Pidana
Pada 31 Juli 2008, Mahkamah Agung memidana Adelin Lis selama 10 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta dollar AS. Namun, kejaksaan mengaku kesulitan mengeksekusi terdakwa karena tidak diketahui keberadaannya hingga ditemukan di Singapura.
Dalam catatan Kompas, pada 27 November 2006, Menteri Kehutanan saat itu MS Kaban menyebutkan ada 26 pemegang hak pengusahaan hutan yang terancam dicabut izinnya, termasuk PT Mujur Timber, milik tersangka kasus pembalakan liar Adelin Lis.
Penahanan terhadap Adelin oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah peringatan bagi pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) lain. Ke-25 pemegang HPH melakukan pelanggaran yang sejenis dengan PT Mujur Timber (MT), yaitu menebang hutan di luar areal konsesinya.
Karena kasus ini, PT Mujur Timber, perusahaan pengolahan kayu di Sibolga, Sumatera Utara, ditutup pada 2006. Ribuan karyawannya diberhentikan. Namun, perusahaan dioperasikan kembali pada 21 November 2011 dan mulai merekrut karyawan kembali pada 2012. Saat ini produksi kayu olahannya bahkan telah diekspor.
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara, Mirza Nasution, mengatakan, dirinya melihat penegakan hukum di masa pemerintahan saat ini lebih memfokuskan pada pengembalian kerugian negara. ”Kasus ini menjadi kesempatan pagi pemerintah di era Jokowi untuk membuktikan (penuntasan kasus hukum) pada rakyat,” kata Mirza.