Kamis Ini, Jawa Timur Tembus 722 Kasus Covid-19 Baru
Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur memburuk dengan penambahan harian 722 kasus yang terakhir kali terjadi empat bulan lalu. Diperlukan kebijakan antisipasi yang lebih tegas untuk kembali meredakan wabah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur memburuk. Hal itu terlihat dari penambahan 722 kasus baru, Kamis (17/6/2021), sesuatu yang terakhir kali terjadi empat bulan lalu. Peningkatan tajam itu terutama terkait dengan lonjakan di Bangkalan dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur.
Peningkatan kasus harian di atas 700 terakhir kali terjadi pada 12 Februari 2021 di mana penambahannya 776 kasus baru. Situasi itu berulang empat bulan kemudian. Dengan penambahan 722 kasus dalam sehari, jumlah warga Jatim yang telah terjangkit Covid-19 sejak pertengahan Maret tahun lalu menjadi 161.385 orang. Coronavirus disease 2019 akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) dan mutasinya mengakibatkan kematian 11.981 jiwa. Sebanyak 145.728 orang bisa sembuh.
Mengutip laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id, Kamis ini, warga Jatim yang dirawat sebanyak 3.676 orang. Kebanyakan warga Bangkalan (735 orang), Kabupaten Madiun (213 orang), Surabaya (207 orang), Magetan (198 orang), dan Banyuwangi (190 orang). Kamis ini, penambahan kasus tertinggi terjadi di Bangkalan (90 orang), Ngawi (65 orang), Banyuwangi (56 orang), Magetan (52 orang), dan Surabaya (43 orang).
Menurut Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, kecuali Bangkalan, peningkatan kasus yang signifikan di kabupaten/kota lainnya belum terkonfirmasi apakah terkait serangan mutasi baru. Sebelumnya, lonjakan kasus di Bangkalan tercatat terjadi sejak Sabtu (5/6/2021) atau sudah dua pekan berlangsung. Lonjakan di kabupaten terbarat ”Nusa Garam”, julukan Pulau Madura, itu terkonfirmasi terjadi terkait dengan serangan mutasi B.1.617.2 Delta yang sebelumnya mengakibatkan ”ledakan” kasus dan kematian di India. Varian ini dua kali lipat lebih cepat menular dan mematikan daripada SARS-CoV-2.
Lonjakan di Bangkalan mengakibatkan daerah itu kini berstatus zona merah atau risiko tinggi. Kabupaten tetangga di timurnya, yakni Sampang, turut memburuk dengan perubahan risiko dari rendah (zona kuning) ke sedang (zona oranye). Peningkatan kasus harian di Sampang sudah dua-tiga kali lipat dari sebelumnya. Pamekasan dan Sumenep di sisi timur kemungkinan ikut terdampak jika tidak ada antisipasi yang tegas.
Situasi di Bangkalan juga berdampak ke Surabaya yang terhubung dengan Jembatan Suramadu dan penyeberangan Ujung-Kamal. Sejak lonjakan terjadi, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memberlakukan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi semua pengendara dari Pulau Madura. Dua hari ini, kebijakan serupa ditempuh oleh gugus tugas di Bangkalan untuk memastikan semua pengendara Pulau Madura dalam kondisi sehat atau negatif Covid-19.
Jumlah warga Bangkalan yang harus dirawat atau diisolasi tidak dapat ditangani oleh jaringan fasilitas kesehatan di kabupaten tersebut, bahkan di Pulau Madura. Kebanyakan warga Bangkalan ditangani di Surabaya yang memang menjadi pusat rujukan pasien Covid-19 di provinsi tersebut. Akibatnya ketersediaan tempat tidur di Rumat Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 Surabaya tersisa 28 dipan. Di sini ada 382 pasien dirawat dari kapasitas 410 tempat tidur atau keterisiannya 93,2 persen.
Jumlah warga Bangkalan yang harus dirawat atau diisolasi tidak dapat ditangani oleh jaringan fasilitas kesehatan di kabupaten tersebut, bahkan di Pulau Madura.
”Kami masih mempertimbangkan apakah kapasitas bisa ditambah lagi menjadi 450 karena berkonsekuensi dengan tim kesehatan,” kata Penanggung Jawab RS Lapangan Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara. Kapasitas optimal 450 pasien itu pernah tercapai di RS dalam kompleks Museum Kesehatan Dr Adhyatma MPH pada pertengahan-akhir Januari lalu. Ketika itu, jumlah pasien melonjak dua-tiga pekan seusai libur Natal-Tahun Baru.
Secara terpisah, Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron mengatakan telah menempuh kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Surabaya, yakni penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi semua pengendara ke Pulau Madura. ”Ini bukan diskriminasi terhadap warga Madura karena kebijakan itu juga berlaku bagi siapa saja yang hendak ke Madura,” katanya.
Menurut Abdul Latif, sosialisasi protokol kesehatan terus digencarkan terutama dengan menggandeng alim ulama, patron utama bagi warga Madura. Warga juga didorong untuk mengubah pendirian agar proaktif dengan mendukung pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T). Dengan program 3T, di satu sisi lonjakan kasus di Bangkalan berpeluang masih akan terjadi, tetapi dapat membantu penanganan menjadi lebih baik.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, gencarnya program 3T pernah ditempuh oleh ibu kota Jatim ini di masa kepemimpinan Tri Rismaharini (kini Menteri Sosial). Peningkatan kasus di Surabaya menjadi begitu tajam, bahkan sampai membuat ”Bumi Pahlawan”, julukan daerah ini, pernah dicap berstatus bukan lagi zona merah, melainkan zona hitam. Namun, justru dengan gencarnya 3T, banyak kasus tersembunyi dapat diungkap sehingga memberikan kemantapan aparatur untuk menempuh kebijakan-kebijakan tegas, misalnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Kebijakan ini juga masih kami berlakukan karena di Surabaya (kasusnya) mulai meningkat lagi,” kata Eri.