Tes urine untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba digelar BNN Kabupaten Banyumas di Lapas Kelas IIA Purwokerto setelah salah satu pegawainya ditangkap terkait kasus narkoba.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sebanyak 99 petugas di Lapas Kelas II A Purwokerto menjalani tes urine yang digelar oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Banyumas setelah ditangkapnya seorang pegawai oleh Polres Cilacap karena diduga memasok narkoba ke dalam lapas. Sanksi pemberhentian menanti pegawai jika terbukti bersalah di pengadilan.
”Oknum sekarang posisinya ditahan Polres Cilacap. Secara kepegawaian berdasarkan PP 53, apabila yang bersangkutan sudah resmi ditahan otomatis secara kepegawaian diusulkan pemberhentian sementara karena asas praduga tak bersalah,” kata Kepala Lapas Kelas IIA Purwokerto Sugito kepada wartawan di Purwokerto, Kamis (17/6/2021).
Sugito mengatakan, pihaknya berupaya melakukan pencegahan dan pembinaan supaya para pegawai tidak terjerat kasus narkoba. Pihaknya juga secara rutin melakukan razia di dalam lapas terkait keberadaan narkoba dan atau telepon seluler.
Kami melihat ada kesulitan dari aparat untuk menangkap pengedar gelap karena modus yang semakin berkembang karena Covid-19. (Wicky Sri Erlangga)
”Sejak Januari hingga kini, kami bersinergi dengan aparat lain dan melakukan dua kali razia gabungan. Untuk narkoba nihil. Ada beberapa telepon seluler (ponsel) yang ada di dalam. Tindak lanjutnya akan dimusnahkan,” tuturnya.
Menurut Sugito, dalam enam bulan terakhir ditemukan 5 unit HP di dalam lapas. Kini di lapas itu terdapat 680 narapidana, sedangkan total kapasitas lapas itu 488 orang. ”Ponsel sering dilempar dari luar dibungkus pakai plakban dan dilempar di jam-jam tertentu. Namun, periode Mei-Juni tidak ada pelemparan karena informasinya tukang lemparnya sudah ditangkap polres,” kata Sugito.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kabupaten Banyumas Wicky Sri Erlangga Aditya menyampaikan, dari 99 petugas yang diperiksa, semuanya dinyatakan negatif. Ada dua yang positif, tetapi disebabkan oleh konsumsi obat jantung serta jamu.
Menurut Wicky, tes urine narkoba bisa digunakan untuk mendeteksi penyalahgunaan narkoba, tapi tidak bisa dipakai untuk mendeteksi peredaran gelap narkoba. ”Pernah ada kasus seseorang yang mengedarkan, tetapi tidak menyalahgunakan maka tidak akan terdeteksi dengan tes urine. Maka, pembinaan secara berkala suatu instansi kepada pegawainya itu tetap diperlukan,” kata Wicky.
Menurut Wicky, di masa pandemi Covid-19 ini, peredaran dan penyalahgunaan narkoba tetap ada dan tampaknya ada kesulitan dari aparat untuk menangkap pengedar.
”Kami melihat ada kesulitan dari aparat untuk menangkap pengedar gelap karena modus yang semakin berkembang karena Covid-19. Misalnya saat menangkap harus pakai prokes, modus peredaran juga pakai online, sekarang jarang sekali mereka COD sehingga sulit juga untuk dilakukan tangkap tangan,” tutur Wicky.