Lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, sulit teratasi dengan PPKM, tetapi dengan pembatasan sosial berskala besar, karantina wilayah, atau penguncian alias ”lockdown” yang lebih tegas,
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron menerbitkan surat edaran pembatasan kegiatan masyarakat, Rabu (16/6/2021), untuk meredakan pandemi Covid-19 yang melonjak dua pekan terakhir di kabupaten terbarat Pulau Madura, Jawa Timur, tersebut.
Dalam warkat yang ditandatangani pada Rabu itu tertulis Bangkalan berstatus Zona Merah atau risiko tinggi penyebaran Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2), terutama mutasinya (B.1.617.2 Delta).
”Kepada seluruh masyarakat agar membatasi aktivitas dan tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan kerumuman, mulai dari kegiatan sosial budaya, pendidikan, ibadah, wisata, hingga kuliner,” kata Abdul Latif.
Aparatur pemerintah, TNI, Polri, ulama atau tokoh agama, dan tokoh masyarakat agar memaksimalkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. Satuan polisi pamong praja dibantu TNI dan Polri dapat meningkatkan pengawasan dengan menerapkan operasi yustisi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan.
”Seluruh masyarakat agar tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M,” ujar Abdul Latif. Lima langkah itu ialah memakai masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas atau interaksi.
Namun, menurut epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, kebijakan itu terlalu lemah karena PPKM berbasis mikro terbukti gagal menekan potensi lonjakan kasus di Bangkalan. Yang ideal ditempuh ialah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau karantina wilayah, bahkan jika memungkinkan adalah penguncian (lockdown).
Kepada seluruh masyarakat Bangkalan agar membatasi aktivitas dan tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan kerumuman.
Data memperlihatkan lonjakan teridentifikasi sejak Sabtu (5/6/2021). Hingga Rabu ini, peningkatan kasus di Bangkalan masih tertinggi di antara 38 kabupaten/kota lainnya.
Bahkan, selama kemarin yang datanya diumumkan hari ini tercatat penambahan 86 kasus dengan kematian 7 orang. Jumlah kasus aktif atau pasien Covid-19 dari Bangkalan mencapai 655 orang atau bertambah 56 orang dari kemarin.
Secara akumulatif, Covid-19 telah menjangkiti 2.470 orang Bangkalan dengan kematian 239 orang. Sebanyak 1.576 orang berhasil sembuh. Tingkat kesembuhan tidak menggembirakan, yakni 63,8 persen jauh di bawah rerata provinsi yang 90,5 persen. Tingkat kematian mencemaskan karena tinggi, yakni 9,7 persen, atau di atas rerata provinsi yang 7,4 persen.
Tidak diantisipasi
”Karena sejak lonjakan tidak diantisipasi dengan baik, dampaknya mulai terasa di daerah lain di Pulau Madura,” kata Windhu.
Sampang, kabupaten yang berbatasan dengan Bangkalan di timur, menurut laman resmi https://covid19.go.id dan http://infocovid19.jatimprov.go.id, berstatus zona oranye atau risiko sedang. Sebelum lonjakan, Sampang berada di zona kuning atau risiko rendah atau terkendali.
Peningkatan kasus harian dari tiga orang naik dua-tiga kali lipat menjadi 6-10 orang. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan lebih tegas, dampak penyebaran Covid-19 di Bangkalan dapat memperburuk situasi pandemi di seluruh Pulau Madura yang terdiri dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, kebijakan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi semua pengendara dari Pulau Madura yang melintasi Jembatan Suramadu dan penyeberangan Ujung-Kamal belum akan diakhiri. Kebijakan itu sudah berlangsung sejak lonjakan di Bangkalan atau Sabtu (5/6/2021).
Selama kebijakan diberlakukan, tim terpadu telah melaksanakan wajib tes antigen terhadap 29.000 orang. Dari sana, 1.000 orang di antaranya harus lanjut tes usap PCR karena terindikasi terjangkit. Lebih dari 360 orang terkonfirmasi positif dari hasil tes usap PCR sehingga menjalani perawatan di Surabaya.
”Bahkan, di luar itu, ada hampir 600 warga mayoritas dari luar Surabaya yang menghindari tes, tetapi meninggalkan KTP di pos pemeriksaan,” kata Eri.
Di Suramadu, pengendara tidak diperkenankan masuk Surabaya jika tidak membawa dokumen kesehatan tes yang hasilnya negatif atau mengikuti tes antigen dan hasilnya negatif. Sebelum tes, petugas akan meminta KTP. Ternyata banyak warga yang memilih menghindar atau kabur dari tes antigen meski harus rela meninggalkan KTP. Padahal, kalau ingin mengambil KTP, mereka harus tes antigen, bahkan jika memungkinkan tes usap PCR.