Kabut Kematian Mendadak Wakil Bupati Sangihe, Penolak Tambang Emas
Kematian Helmud mendorong publik berspekulasi adanya kaitan dengan penolakannya terhadap kehadiran pertambangan emas di Pulau Sangihe. Helmud satu-satunya figur pemerintahan di Sangihe yang resmi menolak tambang.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI/RENY SRI AYU/COKORDA YUDHISTIRA
·4 menit baca
Perjalanan udara dengan Lion Air JT 740 dari Denpasar, Bali, menuju Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6/2021), menjadi perjalanan terakhir Wakil Bupati Helmud Hontong. Masih setengah perjalanan, ia mengeluh kepada ajudannya yang duduk di sebelahnya, Harmen Kontu, lehernya terasa sakit. Beberapa laporan menyebut, dia merasakan gatal-gatal di tenggorokan.
Helmud kemudian meminta air minum, tetapi setelah minum dia terbatuk. Dari hidung dan mulutnya keluar darah, kemudian ia hilang kesadaran. Meski sempat mendapat pertolongan pertama oleh awak kabin dan seorang dokter dalam satu penerbangan dengannya, nyawa Helmud tak terselamatkan.
Setibanya di Bandara Sultan Hassanudin, Maros, tim Kantor Kesehatan Pelabuhan Makassar memeriksanya, lalu menyatakan telah meninggal dunia pada 16.22 WITA. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Selatan Komisaris Besar E Zulpan mengatakan, dugaan sementara penyebab kematian adalah serangan jantung.
”Perlu otopsi untuk mengetahui lebih jelasnya (penyebab kematian). Tetapi sejauh ini keluarga tidak meminta dan mereka menerima,” kata Zulpan, Jumat (11/6/2021).
Melalui keterangan tertulis yang diterima Jumat (11/6/2021), Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro menerangkan, penerbangan Lion Air nomor JT-740 dari Bali ke Makassar itu sudah disiapkan dengan baik. Semua penumpang dan awak pesawat sudah menjalani pemeriksaan kesehatan Covid-19 dan dinyatakan negatif sebelum masuk pesawat. Pengoperasian pesawat juga sudah sesuai prosedur pemeriksaan sebelum keberangkatan dan pesawat dinyatakan laik terbang.
Pesawat itu terbang pukul 15.08 Wita dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, dan dijadwalkan tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, pukul 16.08 Wita. Saat kejadian, awak kabin melakukan prosedur kedaruratan, termasuk berkoordinasi dengan pilot untuk mengabarkan situasi di bandara tujuan.
Jenazah Helmud tiba Manado pada Kamis (10/6/2021) pagi. Jenazahnya disemayamkan di Ruang VVIP Bandara Sam Ratulangi untuk menerima penghormatan dari jajaran pemerintah provinsi. Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw mengatakan, pemprov dan masyarakat Sulut merasa sangat kehilangan atas kepergian Helmud.
Sore harinya, jenazah diberangkatkan ke Tahuna, Kepulauan Sangihe, dan tiba pada Jumat (11/6/2021). Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana menyebut daerahnya kehilangan seorang teman yang juga pemimpin dalam jabatan wakil bupati. Berbagai agenda ibadah duka dan penghiburan telah disiapkan.
”Kami juga sudah perintahkan pemasangan bendera setengah tiang selama seminggu ke depan,” kata Jabes. Kendati begitu, Jabes belum memiliki informasi jelas tentang penyakit yang menyebabkan Helmud meninggal.
Tambang
Kematian Helmud mendorong publik berspekulasi adanya kaitan dengan penolakannya terhadap kehadiran pertambangan emas di Pulau Sangihe. Helmud satu-satunya figur di kalangan eksekutif dan legislatif Kabupaten Kepulauan Sangihe yang menyatakan penolakan secara resmi. ”Saya berdiri bersama rakyat karena rakyat memilih saya menjadi wakil bupati,” katanya.
Selama 33 tahun ke depan sejak 29 Januari 2021, PT Tambang Mas Sangihe (TMS) mendapatkan izin aktivitas pertambangan emas di lahan seluas 42.000 hektar di Pulau Sangihe. Daerah itu lebih dari setengah luas Pulau Sangihe yang hanya 73.698 hektar.
Pada 28 April 2021, Helmud melayangkan surat resmi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, meminta mempertimbangkan pembatalan izin operasi pertambangan PT TMS. Dalam surat itu, Helmud menyatakan usaha pertambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Helmud juga menyatakan aktivitas pertambangan akan merusak hutan, pantai, hutan bakau, terumbu karang, dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Di samping itu, masyarakat akan kehilangan hak atas tanah dan kebun, serta secara terstruktur akan terusir dari kampungnya sendiri.
”Belajar dari pengalaman wilayah lain, secara khusus di Sulut, kegiatan pertambangan hanya memberi keuntungan kepada pemegang kontrak karya, tetapi tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Gelombang penolakan dari rakyat terjadi secara masif dan berpotensi menimbulkan kerusuhan,” kata Helmud dalam surat itu.
Posisi ini berseberangan dengan Jabes, Bupati Sangihe saat ini, yang menyatakan ketetapan pemerintah pusat tidak mungkin dilawan oleh pemerintah daerah. Jabes mengaku mengetahui penolakan resmi Helmud terhadap tambang.
Koalisi masyarakat yang menolak kehadiran PT TMS, Save Sangihe Island, menyadari adanya kemungkinan keterkaitan kematian Helmud dengan penolakannya terhadap tambang emas. ”Seandainya kematian almarhum Helmud diakibatkan penolakannya terhadap Tambang Mas Sangihe, kami tidak takut dan tidak akan diam. Kami akan terus menolak kehadiran tambang (emas),” demikian pernyataan resmi koalisi itu pada postingan di Instagram.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan mengatakan, pihaknya tidak berhak menyelidiki kematian Helmud, apakah terkait dengan penolakan terhadap tambang. ”Lagi pula, tidak ada tanda-tanda lain yang menyebutnya pembunuhan atau lainnya,” katanya.
Bupati Kepulauan Sangihe 2004-2007 Winsulangi Salindeho menilai, penolakan Helmud terhadap tambang adalah bentuk perhatiannya kepada masyarakat. Sebab, menurut dia, Helmud yang ia ”orbitkan” sebagai politisi dari Partai Golkar adalah sosok yang selalu dekat dengan rakyat. ”Sudah terlihat sejak dia menjadi anggota DPRD Sangihe pada 2009, bahkan sampai terpilih dua kali,” kata Winsulangi.