Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap 19 kapal yang mencari ikan secara ilegal di sejumlah perairan Indonesia. Sebanyak 12 di antaranya kapal asing dan tujuh lainnya kapal Indonesia.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 19 kapal penangkapan ikan ilegal di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Penangkapan tersebut terjadi dalam operasi pengawasan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara virtual di Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (10/6/2021), mengatakan, operasi pengawasan dilakukan dalam rangka memperingati Hari Internasional Memerangi Penangkapan Ikan secara Ilegal, Tidak Diatur dan Tidak Dilaporkan (IUU Fishing).
”KKP memperingatinya melalui kerja keras aparat kami. Awak kapal pengawas perikanan yang terus menjaga setiap jengkal wilayah perairan, memastikan agar sumber daya kelautan dan perikanan terlindungi dari IUU Fishing,” ujarnya.
Lebih lanjut, Menteri Trenggono menjelaskan, KKP melaksanakan operasi selama seminggu, mulai 3 Juni sampai 8 Juni ini. Dari operasi tersebut, KKP menangkap 3 kapal berbendera Malaysia, 7 kapal berbendera Vietnam, 2 kapal berbendera Filipina, dan 7 kapal berbendera Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyampaikan apresiasinya kepada awak kapal pengawas perikanan yang telah bekerja keras di lapangan sebagai benteng KKP dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan. Trenggono berjanji akan terus memperkuat pengawasan, termasuk dengan penguatan infrastruktur.
”Dari sisi infrastruktur, tahun ini kami sudah menambah dua armada baru dan akan terus kami tambah dengan kapal-kapal pengawas sekelas kapal fregat secara bertahap,” ujarnya.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Direktorat Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono yang memimpin langsung operasi kapal pengawas membeberkan lebih detail pelaksanaan operasi pengawasan tersebut. Empat kapal pengawas, yaitu KP Hiu 11, KP Hiu Macan 1, KP Hiu Macan Tutul 2 dan KP Orca 3, berhasil menangkap tiga kapal berbendera Malaysia serta tujuh kapal berbendera Vietnam. ”Saat ini tren kapal-kapal asal Vietnam mengincar teripang/mentimun laut,” ungkapnya.
KP Hiu 15 di Laut Sulawesi berhasil menangkap dua kapal ikan asing ilegal berbendera Filipina yaitu FBCA ”John Rec” dan Dudots Phanie. ”Ini kapal-kapal yang mengincar ikan tuna di Laut Sulawesi, ukurannya tidak besar, tapi sangat efektif,” katanya.
Terkait dengan penangkapan kapal ikan berbendera Indonesia, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PSDKP yang juga Sekretaris Jenderal KKP, Antam Novambar, menyampaikan, KKP juga menunjukkan sikap tegasnya terhadap kapal Indonesia yang tidak mematuhi ketentuan. Sebanyak tujuh kapal yang tidak memiliki dokumen dan mengoperasikan alat tangkap trawl juga ditangkap di Selat Malaka.
”Kapal Indonesia juga kami tertibkan apabila beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan kerusakan sumber daya perikanan,” kata Antam.
Sepanjang tahun 2021, KKP telah menangkap 113 kapal yang terdiri dari 77 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 36 kapal ikan asing yang mencuri ikan. Kapak asing terdiri dari sembilan kapal berbendera Malaysia, empat kapal berbendera Filipina dan 23 kapal berbendera Vietnam. KKP juga menangkap 62 pelaku penangkapan ikan dengan cara yang merusak (destructive fishing), seperti bom ikan, setrum maupun racun.
Kapal Indonesia juga kami tertibkan apabila beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan kerusakan sumber daya perikanan.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, walaupun telah meningkatkan pengawasan di Laut Natuna Utara, kapal ikan Vietnam masih nekat masuk dan melakukan aktivitas pencurian ikan. Oleh karena itu, KKP dan otoritas pengawasan perlu mengembangkan strategi pengamanan di Natuna, termasuk opsi melakukan tindakan tegas untuk memberikan efek jera.
Banyaknya kapal Vietnam yang melakukan pencurian ikan patut mendapat perhatian khusus. ”Seperti ada pembiaran Pemerintah Vietnam kepada warganya untuk melakukan pencurian ikan di laut Indonesia dan ini bisa mencederai semangat ASEAN untuk memerangi IUUF,” kata Abdi.
Selain keberadaan kapal ikan Vietnam, saat ini pemerintah juga mempunyai pekerjaan rumah mengurus sekitar 500 anak buah kapal (ABK) Vietnam di rutan dan pangkalan Angkatan laut di Ranai, Natuna.
”Kami mendapat laporan, tidak ada upaya serius dari pemerintah Vietnam untuk memulangkan ratusan warganya di Natuna dan saat ini keberadaan mereka telah mulai menimbulkan masalah sosial dengan warga lokal,” kata Abdi.
Rutan yang makin penuh, keterbatasan anggaran lauk-pauk untuk tahanan, menyebabkan kelonggaran penjagaan terhadap para ABK tersebut. “Beberapa di antara mereka telah berbaur dengan warga dan ada yang menjadi pengemis di Natuna,” kata Abdi.
Pihaknya meminta Pemerintah Indonesia menggunakan jalur diplomasi untuk menekan Vietnam agar mengupayakan penanganan IUUF ini dapat dilakukan secara bersama-sama agar tidak menjadi urusan Indonesia semata.
Keterbatasan armada pengawasan, hari operasi, keterbatasan personel, biaya dan proses pengadilan dan penanganan tahanan merupakan rangkaian dan implikasi yang harus ditangani oleh Pemerintah Indonesia. ”Perlu ada strategi baru dan lebih cerdas dalam penanggulangan IUUF oleh pemerintah saat ini,” kata Abdi.
Peneliti DFW Indonesia, Subhan Usman, mengatakan, tindakan tegas terhadap pelaku IUUF dapat terus konsisten dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. ”Aparat kita di garis depan bekerja dengan penuh risiko mendapatkan perlawanan balik dari pelaku kejahatan oleh kapal asing,” kata Subhan.
Dirinya menyarankan agar tindakan tegas perlu diambil oleh aparat kepada pelaku IUUF di lapangan. ”Perlu dipikirkan tindakan langsung untuk memberikan efek jera guna meningkatkan wibawa Indonesia dalam penegakan hukum di laut Natuna,” kata Subhan.