Redam Kebakaran Lahan, TMC Mulai Diterapkan di Sumsel
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mulai menjalankan teknologi modifikasi cuaca di Sumatera Selatan dalam bentuk hujan buatan. Teknologi ini memanfaatkan potensi awan hujan di masa transisi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mulai menjalankan teknologi modifikasi cuaca di Sumatera Selatan dalam bentuk hujan buatan. Teknologi ini memanfaatkan potensi awan hujan di masa transisi. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga tingkat kebasahan lahan agar risiko kebakaran lahan dapat diredam.
Komandan Pangkalan Udara (Lanud) TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang Palembang Kolonel (Pnb) Hermawan Widhianto di Palembang, Kamis (10/6/2021), mengatakan, teknologi modifikasi cuaca (TMC) ini dilakukan untuk mengantisipasi kebakaran lahan di Sumatera Selatan. Setidaknya dalam satu hari, TMC akan dilakukan 1-2 kali bergantung pada kondisi awan hujan.
Untuk sementara area operasi masih di sekitar kawasan Sumatera Selatan. Namun, jika ada permintaan, bukan tidak mungkin TMC dilakukan ke beberapa wilayah seperti Jambi. TMC kali ini menggunakan pesawat CASA C-212 yang didatangkan dari Skuadron IV Pangkalan TNI Angkatan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. ”Dalam setiap kali penerbangan, kru akan membawa sekitar 800 kilogram garam yang akan disemai ke awan hujan dengan ketinggian 8.000-10.000 kaki,” ujar Hermawan.
Operasi TMC akan berlangsung mulai Kamis (10/6/2021) sampai 15 hari ke depan. ”Namun, jika diperlukan, operasi bisa saja diperpanjang,” ucap Hermawan.
Ada beberapa indikator yang diperhatikan sebelum melakukan penyemaian awan hujan, antara lain, potensi adanya awan hujan, tingkat titik panas, dan lokasi lahan yang rentan terbakar, terutama lahan gambut.
Tidak hanya pencegahan melalui TMC, pemadaman dengan helikopter bom air juga dilaksanakan di Sumsel. Untuk tahap awal, ujar Hermawan, dua helikopter bom air disiapkan untuk memadamkan kebakaran di lokasi yang sulit dijangkau melalui jalur darat.
Koordinator Bidang Pelayanan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Sutrisno mengatakan, efektivitas TMC sangat bergantung pada kondisi awan hujan. Itu karena mekanisme TMC, yakni dengan mencari awan kumulus yang kemudian disemai dengan harapan dapat menimbulkan hujan di daerah tertentu. Biasanya, lokasi turunnya hujan buatan tidak akan jauh dari tempat penyemaian. ”Itu tergantung dari kecepatan dan arah angin ketika awan itu disemai,” ujarnya.
Dalam 10 tahun terakhir, lanjut Sutrisno, musim transisi dari musim hujan menuju musim kemarau di Sumsel biasanya terjadi pada Juni. Sementara di bulan-bulan berikutnya jumlah awan hujan akan terus menipis. ”Karena itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan TMC,” ucapnya.
Pelaksanaan TMC bertujuan untuk membasahi lahan yang rawan terbakar. ”Apabila lahan itu tetap basah, potensi kebakaran lahan bisa diminimalisasi,” ujar Sutrisno.
Rutin digelar
Pelaksanaan TMC rutin digelar sejak tahun 2010 hingga saat ini. Pada tahun 2020, lanjut Sutrisno, TMC di Sumsel terbilang sukses karena dapat menghasilkan sekitar 2 miliar meter kubik air hujan atau ada penambahan curah hujan sekitar 60 persen dibandingkan dengan intensitas curah hujan alami.
Sutrisno mengatakan, tahun lalu adalah kemarau basah di mana potensi awan hujan di Sumsel masih cukup besar walau sudah memasuki musim kemarau. Sementara tahun ini Sumsel mengalami musim kemarau normal yang berarti potensi awan hujan tidak akan sebesar tahun lalu.
”Dalam kondisi seperti ini, peningkatan intensitas curah hujan diprediksi akan lebih rendah dibanding tahun lalu. Jika ada penambahan curah hujan 30-40 persen dibandingkan curah hujan alami, itu sudah cukup baik,” ujar Sutrisno.
Terdapat empat kategori wilayah yang akan diutamakan, di antaranya adalah daerah yang memiliki potensi awan menjadi hujan, daerah yang memiliki titik api, dan daerah bergambut.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanti mengatakan, TMC hingga kini masih diyakini menjadi salah satu solusi untuk mengatasi karhutla yang cukup jitu.
Oleh karena itu, TMC ini dilakukan kembali pada tahun ini sebagai upaya pencegahan karhutla, apalagi pada 2021 diperkirakan relatif lebih kering dibandingkan tahun lalu yang mengalami kemarau basah.
Untuk itu, KLHK mengandeng berbagai pihak terkait untuk melakukan TMC, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU, BMKG, BNPB, dan Sinar Mas Group.
“Melalui upaya bersama ini diharapkan hujan dapat turun sehingga membasahi areal gambut yang sangat rawan terbakar saat musim kemarau,” kata dia.
Direktur APP Sinar Mas Soewarso mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya TMC ini sebagai salah satu langkah efektif pencegahan karhutla.
“Sebagai perusahaan yang berbisnis di sektor kehutanan tentunya kami memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan, termasuk dari ancaman karhutla. TMC ini diharapkan dapat membasahi lahan gambut yang selama ini selalu terbakar saat musim kemarau,” kata Soewarso.
Sinar Mas sangat menyambut baik bahwa kegiatan ini melibatkan multipihak dengan mengandeng BPPT sebagai lembaga yang kompeten dalam teknologi TMC.
Pelaksanaan TMC yang diinisiasi oleh KLHK ini diharapkan dapat semakin bermanfaat dan efektif dalam upaya pencegahan karhutla di Sumsel.
Sementara itu, atas peran serta dari kalangan swasta ini, Gubernur Sumsel Herman Deru mengucapkan terima kasih. “Saat ini menjadi momen yang tepat untuk TMC karena bibit awan masih ada di udara Sumsel terutama di Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin dan Banyuasin. Kita semua berdoa semoga Sumsel tahun ini zero karhutla,” Herman Deru.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan mengatakan, hampir 80 persen wilayah Sumatera Selatan sudah memasuki musim kemarau dengan intensitas rata-rata 0-50 milimeter per dasarian. Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak agar segera melakukan beragam upaya pencegahan, salah satunya adalah menjaga lahan tetap basah.
Terkait TMC, ujar Desindra, itu bisa dilakukan sepanjang masih ada potensi awan hujan. Untuk di Sumsel, potensi awan hujan masih bisa muncul hingga dasarian ke III bulan Juni. Sumsel akan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus. Saat itu, hari tanpa hujan (HTH) bisa 20 hari bahkan satu bulan.
Desindra mengatakan, karakteristik kemarau pada tahun 2021 hampir mirip dengan kemarau pada tahun 2019. Saat itu HTH 60 hari yang tergolong cuaca ekstrem. Jika tidak dilakukan intervensi, termasuk TMC, potensi kebakaran lahan akan sangat tinggi.