Banyak Pelintasan Sebidang, di Sumbar Rawan Kecelakaan Kereta Api
Sumatera Barat termasuk daerah rawan kasus kecelakaan kereta api dan pengendara lain akibat banyaknya pelintasan sebidang. Evaluasi dan pengelolaan pelintasan sebidang mesti dilakukan untuk meningkatkan keselamatan.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pengguna sepeda motor berusaha melewati palang kereta api saat kegiatan sosialisasi keamanan berkendara di pelintasan sebidang sebelah barat Stasiun Klaten, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (4/12/2020). Kegiatan sosialisasi itu untuk meningkatkan kewaspadaan pengguna jalan saat melintasi pelintasan sebidang kereta api guna mengurangi risiko kecelakaan.
PADANG, KOMPAS — Sumatera Barat termasuk daerah rawan kasus kecelakaan kereta api dan pengendara akibat banyaknya pelintasan sebidang. Evaluasi dan pengelolaan pelintasan sebidang mesti dilakukan untuk meningkatkan keselamatan laju kereta dan masyarakat yang melintas.
Berdasarkan data PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional (Divre) II Sumbar, selama 2021, ada 22 kasus kecelakaan di pelintasan sebidang. Kecelakaan tersebut menyebabkan 2 orang meninggal, 1 luka berat, dan 11 luka ringan.
Kepala PT KAI Divre II Sumbar Miming Kuncoro di Padang, Rabu (9/6/2021), mengatakan, angka kematian kecelakaan kereta api di Sumbar memang relatif rendah. Namun, dari segi frekuensi kejadian, jumlahnya tinggi.
”Data itu cuma yang tercatat, belum termasuk yang tidak dilaporkan. Ini cuma puncak gunung es,” kata Miming, seusai diskusi kelompok terfokus ”Keselamatan Perjalanan Kereta Api di Pelintasan Sebidang di Wilayah Divre II Sumbar”, Rabu.
Menurut Miming, tingginya frekuensi kecelakaan karena jumlah pelintasan sebidang di Sumbar banyak. Saat ini, ada sekitar 450 titik pelintasan sebidang di jalur kereta api yang tersebar di Padang, Padang Pariaman, dan Pariaman. Dari jumlah itu, baru sekitar 25 titik perlintasan resmi.
Terkait masih banyak pelintasan sebidang itu, menurut dia, pemangku kebijakan terkait dalam diskusi berkomitmen menatanya. Pelintasan sebidang diidentifikasi, ditata sesuai aturan, lalu diberi nomor.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kereta bandara Minangkabau Ekspres dari Stasiun Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, tiba di Stasiun Pulau Aie, Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (11/2/2021). Stasiun Pulau Aie kembali beroperasi sejak Rabu (10/2/2021) setelah 44 tahun mati.
Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Suprapto mengatakan, jumlah pelintasan sebidang di Indonesia hingga Oktober 2020 mencapai 4.680 titik dengan 73 persen di antaranya tidak dijaga. Hal tersebut membahayakan lalu lintas kereta api dan pengguna jalan.
Data itu cuma yang tercatat, belum termasuk yang tidak dilaporkan. Ini cuma puncak gunung es. (Miming Kuncoro)
Berdasarkan data PT KAI secara Nasional, kata Suprapto, selama Januari-Oktober 2020, tercatat 207 kecelakaan di pelintasan sebidang dengan 44 korban meninggal, 47 luka berat, dan 64 luka ringan. ”Kondisi mesti menjadi perhatian bersama para pemangku kebijakan,” kata Suprapto.
Suprapto menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dan Jalan, pelintasan sebidang mesti berizin. Masa berlaku izinnya setahun dengan dua kali perpanjangan. Setelah izinnya habis, pelintasan mesti dibuat tidak sebidang.
Akan tetapi, pemangku kebijakan tidak serta-merta bisa menghapuskan semua pelintasan sebidang. Penataan pelintasan sebidang pun mesti dilakukan secara bertahap dengan melakukan evaluasi terlebih dahulu. Wewenang pelintasan sebidang di jalan nasional ada di pemerintah pusat, di jalan provinsi di pemprov, dan jalan kabupaten hingga desa, wewenang pemkab dan pemkot.
Perlu dibatasi
”Pelintasan sebidang harus dibatasi jumlahnya. Pelintasan sebidang yang lebarnya di bawah 2 meter mutlak harus ditutup. Yang lebih dari 2 meter dievaluasi lagi, mana yang mesti dijaga dan mana yang mesti disiapkan palang pintu perlintasan. Ini disesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang ada tetapi jelas harus ada upaya, harus ada progres,” ujarnya.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Suprapto berbicara dalam diskusi kelompok terfokus ”Keselamatan Perjalanan Kereta Api di Pelintasan Sebidang di Wilayah Divre II Sumbar” di Padang, Sumatera Barat, Rabu (9/6/2021).
Sementara itu, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Sumbar Kementerian Perhubungan Suranto mengatakan, tidak semua pelintasan sebidang di provinsi ini bisa ditutup. Sebab, sebagiannya juga merupakan jalur evakuasi saat terjadi tsunami sehingga mengurangi akses masyarakat apabila ditutup.
Oleh sebab itu, selain penataan pelintasan sebidang, pemasangan alat sensor peringatan dini di pelintasan sebidang. Alat ini, kata Suranto, memberikan peringatan kepada pengendara/masyarakat yang melintas ketika kereta api datang.
”Biayanya murah dan efektif. Targetnya ini dipasang Desember 2021 apabila konsep ini disetujui. Kalau oke, kami bawa ke Jakarta untuk meminta persetujuan konsep sistem ini,” kata Suranto.
Dalam diskusi tersebut, para pemangku kebijakan dari KNKT, PT KAI, dinas perhubungan provinsi dan kabupaten/kota, kepolisian, dan lainnya menandatangani komitmen bersama untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api di pelintasan sebidang.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Suasana diskusi kelompok terfokus ”Keselamatan Perjalanan Kereta Api di Pelintasan Sebidang di Wilayah Divre II Sumbar” di Padang, Sumatera Barat, Rabu (9/6/2021).