Keseriusan Surabaya Hadang Penyebaran Virus Korona dari Madura
Situasi pandemi Covid-19 yang sedang memburuk di Bangkalan, Jawa Timur, menjadi peringatan bagi kabupaten dan kota lain untuk meningkatkan pencegahan penularan.
Aparatur terpadu di Surabaya seperti ”kebakaran jenggot” ketika mengetahui lonjakan kasus Covid-19 sedang terjadi di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Segala daya dikerahkan untuk membendung penularan Covid-19 dari Bangkalan agar tidak merembet ke ibu kota Jatim itu.
Dua hari terakhir, kasus Covid-19 di Bangkalan bertambah 65 orang dengan 6 orang di antaranya meninggal. Pasien berstatus warga Bangkalan yang dirawat sebanyak 115 orang. Sebagian dirawat di Bangkalan dan sebagian lagi dirujuk ke Surabaya sesuai arahan Pemerintah Provinsi Jatim.
Hingga Jumat (4/6/2021), situasi pandemi Covid-19 di Bangkalan landai. Namun, masuknya laporan 29 tenaga kesehatan di sana yang terjangkit Covid-19 sontak mengagetkan publik. Bahkan, sehari kemudian, diumumkan ada dua tenaga kesehatan meninggal berstatus positif Covid-19.
Satuan Tugas Covid-19 Bangkalan menerapkan penguncian sementara atau lockdown di Puskesmas Arosbaya dan Tongguh. Unit Organisasi Bersifat Khusus (UOBK) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syarifah Ambami Rato Ebu (Syamrabu) yang melaporkan peningkatan kasus signifikan juga dikunci sementara. Mereka kewalahan menghadapi Covid-19.
Situasi itu mendorong gugus tugas terpadu di Surabaya memberlakukan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi semua pengendara dari Bangkalan yang melintasi Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura). Kebijakan ini ditempuh sejak Minggu (6/6/2021) dan direncanakan sampai dua pekan. Mereka yang akan beraktivitas di ibu kota jatim itu wajib negatif Covid-19 agar situasi pandemi relatif bisa dikendalikan.
Lihat juga : Tak Mau Jalani Tes, Sebagian Warga Madura Pilih Putar Balik di Suramadu
Namun, kebijakan itu memicu penolakan dari sebagian warga Madura atau warga Surabaya keturunan Madura. Mereka seolah tidak takut Covid-19, atau meyakini penyakit yang sebenarnya mematikan ini tidak ada, atau bahkan merasa kebal. Anehnya, ketika menghadapi tes antigen massal di Jembatan Suramadu, tidak sedikit yang balik kanan atau kabur.
Lihatlah contoh kurang terpuji warga Bangkalan berinisial MS (34) yang kabur setelah pemeriksaan tes antigen di Jembatan Suramadu, Senin (7/6/2021) pagi. Hasil tes antigen memperlihatkan laki-laki ini positif Covid-19. MS meninggalkan kartu tanda penduduk (KTP).
Senin siang, warga ini didatangi ketika sudah kembali ke Bangkalan. MS kemudian dipaksa menjalani pemeriksaan tes usap PCR. Jika positif, MS dirawat di Bangkalan atau dirujuk ke Surabaya.
Contoh lain, RS Universitas Airlangga sempat kedatangan sejumlah warga Bangkalan yang kerabatnya dirawat karena positif Covid-19. Mereka sempat dites antigen dan beberapa di antaranya positif. Saat diminta untuk melanjutkan tes usap PCR, mereka kabur dan belum diketahui keberadaannya.
Jika kembali ke Bangkalan, diharapkan mereka terlacak dan bersedia mengikuti tes usap PCR. Jika positif, semoga mereka bersedia dirawat dan isolasi sampai sembuh atau dinyatakan boleh pulang.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, penyekatan dan kewajiban tes antigen juga diberlakukan di penyeberangan Ujung-Kamal, Pelabuhan Tanjung Perak. Operator penyedia jasa, yakni PT ASDP, telah menyanggupi hanya melayani penumpang yang membawa dokumen kesehatan negatif Covid-19 dari tes antigen atau tes usap PCR.
Penyekatan
Penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi pengendara diberlakukan di Dermaga Ujung dan Jembatan Suramadu wilayah Surabaya. Selain itu, dilakukan pula di Dermaga Kamal dan Jembatan Suramadu wilayah Bangkalan. Sebelum ada jembatan, penyeberangan Ujung-Kamal berperan sangat vital untuk pergerakan masyarakat, barang, dan jasa dari dan ke Madura. Adanya penyekatan, terutama di Bangkalan, berdampak terjadinya antrean kendaraan meski masih dalam kewajaran.
Baca juga : Kasus Covid-19 di Bangkalan Melonjak, Surabaya Jadi Tempat Rujukan
Antrean kendaraan di Jembatan Suramadu karena ada penyekatan mengingatkan kembali dengan kebijakan pembatasan mobilitas pada 22 April-24 Mei 2021. Di dalamnya, 6-17 Mei 2021, berlaku kebijakan larangan mudik di mana Jatim, termasuk Madura, merupakan salah satu tujuan pemudik.
Dalam masa itu, di Jembatan Suramadu diberlakukan penyekatan dan tes antigen secara acak. Hasilnya cukup mengejutkan, amat minim pelintas positif. Gambaran itu membuat Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sempat berkelakar saat ditanya media massa dengan menyebut orang Madura sakti-sakti.
Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Ajun Komisaris Besar Ganis Setyaningrum mengingat, di masa larangan mudik, petugas sempat mencegat beberapa kendaraan dari Madura yang berisi rombongan warga di Jembatan Suramadu.
Mereka berencana ziarah ke Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, Surabaya. Mereka berjubel di dalam mobil dan banyak yang tidak bermasker. Ketika dinasihati agar patuh protokol kesehatan dan sebaiknya tes antigen, rombongan justru terus-menerus menekan petugas.
Berbagai gambaran kenekatan itu, secara sosiologis, memperlihatkan penolakan atau malah pembangkangan oleh masyarakat. Dalam pemberitaan di masa larangan mudik juga terjadi pendobrakan barikade penyekatan oleh pemudik seperti di Jabar.
Berbagai pihak mengingatkan, dampak ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan akan dirasakan setidaknya dua-tiga pekan setelah Lebaran atau bulan ini. Peringatan itu akhirnya terbukti.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menduga kuat, peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Jatim sangat terkait dengan kecenderungan masyarakatnya bermobilitas dan mengabaikan protokol kesehatan. Situasi yang terjadi di Bangkalan merupakan bukti bahwa ketidakdisiplinan dan sikap meremehkan Covid-19 akhirnya berujung petaka.
”Sudah semestinya diberlakukan respons yang tegas dan tepat setidaknya untuk menekan potensi meluasnya kembali sebaran Covid-19,” kata Windhu.
Baca juga : Banyak Pasien Parah, Bangkalan Butuh Puluhan Alat Bantu Napas
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengungkapkan, tes antigen sejak Minggu sampai Senin petang telah diberlakukan terhadap 5.500 pengendara. Hasilnya 100 orang positif sehingga diadakan tes usap PCR. Hasil yang telah keluar, 31 orang positif Covid-19 sehingga menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit di Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim Herlin Ferliana mengatakan, pihaknya telah menunjuk enam RS di Surabaya sebagai rujukan pasien Covid-19 dari Bangkalan. Keenamnya adalah RSUD Dr Soetomo, RSU Haji, RS Universitas Airlangga, RS Primasatya Husada Citra, RS Adi Husada Undaan, dan RS Al Irsyad. Namun, beberapa RS lainnya juga siap dan telah menerima pasien limpahan, misalnya RS Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 dan RSUD Dr Mohamad Soewandhie.
Peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Jatim diduga kuat sangat terkait dengan kecenderungan masyarakatnya bermobilitas dan mengabaikan protokol kesehatan. Situasi yang terjadi di Bangkalan merupakan bukti bahwa ketidakdisiplinan dan sikap meremehkan Covid-19 akhirnya berujung petaka. (Windhu Purnomo)
Windhu menilai, langkah Surabaya untuk menyekat dan tes massal sudah semestinya ditempuh mengingat situasi memburuk di Bangkalan. Kebijakan ini juga perlu menjadi perhatian kembali ketika tetangga Surabaya mengalami situasi yang memburuk, misalnya apabila terjadi di Gresik, Sidoarjo, atau Mojokerto.
”Apalagi sekarang mobilitas warga sudah tidak dibatasi lagi sehingga daya tangkal ancaman perluasan penularan berada di gugus tugas kampung tangguh,” ujar Windhu.
Di Madura, situasi yang sedang memburuk di Bangkalan sebaiknya menjadi perhatian daerah tetangga, yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Keempat kabupaten di Pulau Madura itu perlu meningkatkan pengetesan dan pelacakan. Sejak awal pandemi pada Maret 2020 sampai sekarang, Madura tertinggal dalam pengetesan dan pelacakan.
Berdasarkan peta zonasi, Madura termasuk dalam zona kuning atau risiko penularan rendah. Namun, ledakan kasus di Bangkalan menjadi peringatan dan bukti bahwa zonasi itu ternyata semu. Covid-19 di wilayah itu nyata dan berbahaya.