Tanpa Pengelolaan Sampah, Usia TPA Kota Cirebon Tersisa Tiga Tahun
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Kopi Luhur selama ini menampung seluruh sampah di Kota Cirebon, Jabar. Namun, kapasitasnya diprediksi penuh tiga tahun lagi. Pengelolaan sampah rumah tangga dibutuhkan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Tempat sampah dibagikan kepada setiap organisasi perangkat daerah Kota Cirebon dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021, di Alun-alun Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu (6/6/2021).
CIREBON, KOMPAS — Jumlah sampah di Cirebon yang terus meningkat membuat Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Kopi Luhur di Kota Cirebon, Jawa Barat, diperkirakan penuh tiga tahun lagi. Tanpa pengelolaan sampah di tingkat masyarakat, TPA tersebut tidak bisa digunakan lagi.
Hingga Senin (7/6/2021), berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sampah Kopi Luhur, sekitar 70 persen dari 11 hektar lahan pembuangan sampah sudah penuh. Bahkan, sampah sampai menggunung di beberapa titik. Setiap hari, sampah yang datang mencapai 350 meter kubik.
”Dari jumlah itu, sebagian sampah diambil pemulung. Kami berterima kasih kepada pemulung,” kata Kepala UPT Sampah Kopi Luhur Didi Supriadi. Selain mengandalkan pemulung, metode pengelolaan sampah di TPA yang berumur 23 tahun itu juga masih open dumping atau penimbunan terbuka.
Didi mengungkapkan, jika kondisi terus seperti itu, kemampuan TPA diprediksi tinggal tiga tahun lagi. Tahun ini, pihaknya berencana membebaskan lahan sekitar 1.800 meter persegi untuk menambah area TPA. Dengan demikian, TPA di Kelurahan Argasunya tersebut bisa beroperasi hingga lima tahun ke depan.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Bekas galian C di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (29/7/2019).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cirebon Kadini mengakui, tiga dari lima zona TPA Sampah Kopi Luhur sudah penuh. Apalagi, pihaknya hanya mampu menguruk sampah tiga kali dalam sepekan. Padahal, jumlah sampah terus bertambah di kota berpenduduk 340.000 jiwa tersebut. ”Saat siang hari, penduduk Cirebon itu 2 juta orang,” katanya.
Selain rumah tangga, lanjutnya, sampah juga berasal dari pusat perbelanjaan, pasar, dan rumah makan di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut. Cirebon selama ini menjadi pusat perekonomian di Jabar bagian timur.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong masyarakat mengolah sampah sedari rumah. Salah satu programnya adalah bank sampah di tingkat RW. Hingga kini, baru 70 dari 248 RW yang menerapkan progam daur ulang sampah tersebut. Pihaknya menargetkan bank sampah bertambah 100 RW lagi tahun ini.
”Tahun depannya, 100 RW lagi. Jadi, akhir 2023 semua RW punya bank sampah. Sekolah dan area perkantoran juga harus punya bank sampah. Dengan begini, sampah tidak sampai di TPA yang sudah overload (melebihi kapasitas),” ungkap Kadini.
Nendia Nur Isni dan kawan-kawan dalam artikel Upaya Teknis Rehabilitasi TPA Sampah Kopi Luhur dengan Sistem Lahan Urug Terkendali di Jurnal Ilmiah Lingkungan Kebumian (2019) menemukan indeks risiko lingkungan area itu senilai 575,3536 atau tergolong bahaya sedang. Tanah penutup dan lapisan kedap air, misalnya, masih minim di TPA. Saat hujan, air lindi melimpas ke bahu jalan.
Oleh karena itu, TPA Sampah Kopi Luhur seharusnya direhabilitasi dengan melengkapi fasilitas perlindungan. Fasilitas itu, antara lain, lapisan dasar, sistem drainase, jaringan pengumpul lindi, dan sistem pengendali gas.
Metode pemrosesan sampah juga perlu diubah dari open dumping menjadi controlled landfill atau pengurukan dengan dipadatkan dan ditutup menggunakan tanah penutup minimal tujuh hari. Dengan demikian, umur lahan uruk baru bisa mencapai 6,6 tahun.