Belajar Tatap Muka Terbatas di Kota Bandung Dimulai, Minat Orangtua Siswa Masih Rendah
Kasus Covid-19 di Kota Bandung menyentuh angka 20.000 orang. Penundaan pembelajaran tatap muka terbatas menjadi opsi jika kasus Covid-19 di Kota Bandung melonjak tidak terkendali.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Simulasi pembelajaran tatap muka terbatas di Kota Bandung, Jawa Barat, mulai dilaksanakan Senin (7/6/2021) hingga dua pekan ke depan. Namun, karena masih tingginya kasus penularan Covid-19, pembelajaran ini belum terlalu diminati banyak orangtua siswa di sebagian sekolah.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan, simulasi ini dilaksanakan di 330 sekolah. Sejauh ini, sekolah yang tersebar di 30 kecamatan tersebut dianggap layak untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas dari total 3.523 sekolah di Kota Bandung.
”Sekolah diminta konsisten melaksanakan simulasi. Jika ada yang tidak layak (selama simulasi), akan gugur. Kesiapan ini mulai dari sarana prasarana sekolah hingga pengaturan di kelas,” ujarnya.
Di samping itu, dinamika kasus Covid-19 di Kota Bandung menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan tatap muka di sekolah. Ema menyatakan akan mempertimbangkan penundaan pembelajaran tatap muka jika ada lonjakan kasus di Kota Bandung demi kesehatan dan keselamatan siswa serta tenaga pengajar.
”Pada prinsipnya sekolah siap. Tapi, kalau melihat dinamika (Covid-19) mengkhawatirkan, saya akan beri masukan untuk ditunda. Semuanya bersepakat keselamatan dan nyawa manusia jauh lebih penting. Ditunda pun tidak ada hambatan karena semua bisa daring,” ujarnya saat memantau simulasi tatap muka terbatas di SD dan SMP Santo Yusup.
Satu siswa
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar) hingga Senin pukul 18.00, jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kota Bandung mencapai 20.325 orang. Peningkatan kasus harian pun cukup tinggi. Rata-rata temuan kasus harian selama tujuh hari terakhir mencapai 74 kasus.
Kondisi ini disinyalir berdampak pada partisipasi siswa dalam melaksanakan simulasi. SMAN 22 Bandung, misalnya, dari 100 siswa yang bersedia menghadiri simulasi hari pertama, hanya seorang siswa yang melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Untuk percobaan pertama kami memang menyebarkan formulir kesediaan hadir untuk siswa kelas X dan ada 100 orang yang menyetujui. Namun, yang datang cuma satu orang.
Menurut Kepala SMAN 22 Bandung Hadili, kondisi ini terjadi karena beberapa hal, termasuk keraguan orangtua siswa untuk mengizinkan anaknya belajar tatap muka. Meski telah disiapkan, keputusan pembelajaran tatap muka tetap diserahkan kepada setiap orangtua.
”Untuk percobaan pertama, kami memang menyebarkan formulir kesediaan hadir untuk siswa kelas X dan ada 100 orang yang menyetujui. Namun, yang datang cuma satu orang. Kami tetap mengadakan simulasi dan nanti akan ada rapat daring lagi dengan orangtua untuk meyakinkan mereka sekolah telah siap untuk tatap muka terbatas,” ujarnya.
Kepala SD Santo Yusup Kota Bandung Yohana Dhita mengungkapkan, sebagian orangtua siswa memang menyetujui pembelajaran tatap muka terbatas. Namun, di sisi lain, masih ada orangtua yang memilih anaknya untuk tetap melaksanakan pembelajaran daring.
Menurut Yohana, pilihan untuk tetap daring dilakukan karena orangtua dan siswa telah terbiasa dengan metode itu. Selain itu, mereka juga tidak mau mengambil risiko kesehatan untuk siswa dan anggota keluarga lainnya.
”Kami tetap menyediakan layanan dengan metode hybrid learning (pembelajaran campuran). Daring dan luring tetap berlaku sehingga layanan pendidikan anak tetap terpenuhi. Jadi, guru tetap memberikan pembelajaran dengan video streaming di dalam kelas,” ujarnya.