Kearifan Ekologis Warga di Sekitar Calon Ibu Kota Baru Penting Dijaga
Peneliti menyatakan, kearifan ekologis dan kerukunan antaretnis di sekitar lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur sudah terjalin lama. Hal itu penting dipertahankan ketika IKN dibangun kelak.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melihat kearifan ekologis dan kerukunan antaretnis di sekitar lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur sudah terjalin lama. Sejumlah kawasan direkomendasikan kepada pemerintah untuk dikonservasi karena memiliki nilai penting dan bermanfaat bagi warga sekitar.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional I Made Geria mengatakan, setidaknya ada 10 titik yang sudah diobservasi oleh timnya di sekitar lokasi calon IKN di perbatasan Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Dari penelusuran awal itu, terdapat nilai penting yang dipertahankan warga sampai saat ini. Salah satunya di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.
”Masyarakat mengelola hutan mangrove secara arif. Hal itu bukan baru dilakukan, tetapi sudah berlangsung sejak lama,” ujar Geria, di Balikpapan, Sabtu (5/6/2021).
Made mengatakan, masyarakat di kecamatan tersebut terdiri dari beragam etnis, seperti Jawa, Bugis, Dayak Paser, dan Banjar. Warga hidup berdampingan dan punya prinsip sama, yakni menjaga kawasan mangrove untuk daya dukung lingkungan mereka.
Selain itu, warga juga menjadikan kawasan mangrove untuk wisata dan sumber penghasilan yang dikelola berkelanjutan. Sejumlah warga membuat minuman dari buah mangrove untuk dijual kepada pengunjung. Warga juga melarang orang merusak kawasan mangrove yang mereka kelola.
Kelurahan Mentawir berada di hulu Teluk Balikpapan, sekitar 45 kilometer dari wilayah yang direncanakan menjadi zona inti ibu kota negara. Di sana, Geria dan timnya juga mendapatkan kearifan warga dalam mengelola bambu.
Masyarakat mengelola hutan mangrove secara arif. Hal itu bukan baru dilakukan, tetapi sudah berlangsung sejak lama.
Warga di sekitar hulu Teluk Balikpapan itu membudidayakan bambu sebagai bahan kerajinan dan kebutuhan rumah tangga. Hal tersebut sekaligus memproteksi lahan di sekitarnya saat hujan sehingga tidak terjadi erosi.
”Hasil penelitian ini, selain tulisan ilmiah, juga ada rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, khususnya pelestarian nilai-nilai penting tersebut,” ujar Geria.
Sebelumnya, arkeolog dari Puslit Arkenas menemukan dua situs peleburan logam dan situs Goa Panglima. Geria mengatakan, sejumlah kawasan penting itu, termasuk kawasan mangrove di Mentawir, akan direkomendasikan sebagai wilayah yang dilindungi. Tujuannya agar nilai-nilai yang ada tetap lesatari dan dipelajari saat IKN dibangun kelak di Kaltim.
Ahli paleoantropologi dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Sofwan Noerwidi, menjelaskan, manusia sudah menghuni wilayah Kalimantan sejak puluhan ribu tahun lalu. Arkeolog yang juga meneliti di sekitar calon IKN ini menuturkan, nilai keindonesiaan terjaga oleh warga yang saat ini menetap.
Jejak arkeologis menunjukkan, penghunian manusia modern pertama (Homo sapiens) di Kepulauan Asia Tenggara sejak 50.000 tahun lalu ditemukan di Goa Niah, wilayah Sarawak, Malaysia.
Jejak itu juga bisa ditemukan pada lukisan tangan di goa karst Sangkulirang Mangkalihat di Kutai Timur, Kaltim, yang merekam perjalanan manusia di Kalimantan dalam rentang 50.000-3.500 tahun lalu. Dalam perjalanannya, Sofwan mengatakan, warga di Kaltim sudah terbiasa berinteraksi dengan pendatang.
”Wilayah ini sudah sejak lama terbuka dengan orang yang datang dan pergi. Keindonesiaan ini yang perlu ditonjolkan. Masyarakat di sini terbuka dengan pendatang. Pendatang juga banyak yang mengadopsi budaya di sini,” ujar Sofwan.
Menurut rencana, luasan lahan yang akan dipakai dan dicadangkan untuk seluruh wilayah calon ibu kota baru seluas 256.000 hektar. Kawasan inti ibu kota direncanakan 56.000 hektar dan kawasan pemerintahan 5.600 hektar. Pemerintah berencana membangun IKN yang ramah lingkungan dengan konsep forest city.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam pertemuan dengan Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (2/3/2021), mengatakan, Rancangan Undang-Undang IKN sedang dibahas di DPR. Jika semua selesai tepat waktu, peletakan batu pertama akan dilaksanakan tahun ini di tengah pandemi Covid-19.
Harry Truman Simanjuntak yang memimpin penelitian arkeologi di sekitar IKN mengatakan, pembangunan IKN kelak pasti akan membawa banyak perubahan. Meski demikian, dari berbagai kajian yang dilakukan, banyak hal yang perlu dipertahankan.
”Prinsipnya, jangan sampai ada efek merusak. Jadi, tidak serta-merta menghilangkan aset yang ada di wilayah itu, tetapi justru menggali dan mengembangkan menjadi bagian pengembangan ibu kota negara,” tutur Truman.