Dari Lau Cih, Sayur dan Buah Sampai ke Penjuru Negeri
Semangkanya kadang hanya berpindah kendaraan tidak sempat diturunkan. Pelanggan mengejar waktu agar pagi hari barang sudah tiba di tujuan,
Kuliner di Kota Medan yang telah menjadi identitas kota tak bisa dilepaskan dari keberadaan 53 pasar tradisional, penyuplai bahan mentah berikut ribuan orang yang bekerja di belakangnya. Bahan mentah berupa sayuran dan buah didistribusikan dari Pasar Induk Sayur dan Buah Lau Cih, Medan. Dari sana, sayur dan buah juga dikirim ke Aceh, Batam hingga Jakarta.
Selepas subuh, Kamis,(3/6/2021) mobil-mobil bak terbuka penuh sayur dan buah berurutan antri keluar dari Pasar Induk Sayur dan Buah Lau Cih, di Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Di belakangannya, becak motor dan sepeda motor dengan pengemudi yang terjepit diantara sayur dan buah juga mengantri keluar pasar menembus pagi.
Pemandangan seperti itu lazim ditemui di pasar grosir sayur dan buah seluas 12 hektar itu sejak tengah malam hingga lepas pagi. Lepas tengah hari nyaris tak ada aktivitas, kecuali pembelian eceran yang ada hingga petang.
Pasar akan kembali ramai pada sekitar pukul 21.00. Saat itu truk-truk dan mobil bak terbuka pengangkut sayur dan buah dari sentra produksi seperti Karo, Deli Serdang, Simalungun, Langkat, Samosir, hingga Asahan berdatangan. Bahkan, saat sayur dan buah dibongkar, para pembeli sudah antri untuk mengirimnya ke berbagai daerah, baik di Sumut maupun di luar Sumut, seperti Aceh, Pekanbaru, Batam, hingga Jakarta.
Sebanyak 800 lebih pedangang di pasar induk pun mulai membuka lapaknya. Mereka menyusun bayam, wortel, cabai, bawang, sawi, rimpang, rempah, dan lainnya di satu blok berpadu dengan pisang, pepaya, kuini, bengkoang, nanas, dan aneka buah lokal di blok lainnya.
Menjelang subuh, giliran pembeli dari lebih 50 pasar tradisional di Kota Medan berdatangan. Para penyuplai sayur dan buah untuk restoran dan rumah makan besar, supermarket, hotel, usaha katering, rumah sakit, hingga pedagang kedai-kedai sayur yang melayani pembeli rumah tangga tak ketinggalan.
Martin Sembiring (51) pedangang grosir semangka mengatakan, sebelum barang dibongkar, pelanggannya dari Aceh Selatan dan Nias sudah datang. Semangkanya kadang hanya berpindah kendaraan tidak sempat diturunkan. Pelanggan mengejar waktu agar pagi hari barang sudah tiba di Aceh Selatan.
Saat subuh, giliran pedagang dari Medan yang datang. Bagi orang Medan, kata Martin, buah adalah wajib, termasuk dalam pesta adat. Itu berbeda dengan daerah-daerah lain di Sumut yang tidak memasukkan menu buah dalam piring saji pesta adat.
Memang, selama pandemi, terjadi penurunan penjualan hingga 40 persen. “Banyak katering yang mengurangi produksi, padahal mereka kalau beli buah setiap hari jutaan,” kata Martin.
Kabar baik datang pada awal tahun. Perekonomian mulai merangkak, penjualan pun meningkat. Kini penurunan perdagangannya tinggal 25 persen. “Dulu biasa menurunkan barang 6 ton, sekarang sekitar 4 ton saja,” kata Martin.
Namun, ada juga pedagang yang nyaris tak terdampak pandemi. Destriani br Ginting (47) mengatakan penjualan sayurnya lancar masuk ke supermarket papan atas di Medan. Seorang penyuplai setiap hari datang ke lapaknya untuk mengecek pesanan ke supermarket itu. “Supermarket sempat ditutup karena ada isu Covid-19, tapi seminggu saja,” kata Destriani.
Selain supermarket, ia juga memasuk sayur untuk rumah sakit besar di Medan, pasar tradisional, hingga kedai sayur-sembako di permukiman-permukiman.
Sehari ia bisa berjualan sayur hingga 1,5 ton seperti buncis, sawi putih, sawi pahit, terong, kol, tomat, hingga cabai. Karena masuk supermarket, ukuran sayur harus sesuai dengan keinginan supermarket. “Sejak dari petani sudah kami kontrol,” kata Destri.
Ia bisa mengontrol karena terbiasa berhubungan dengan petani. Perempuan asal Kecamatan Payung, Kabupaten Karo itu awalnya berdagang cabai. Kesulitan karena lahan pertanaman cabai di Payung diguyur abu erupsi Gunung Sinabung sehingga tak bisa lagi ditanami cabai, ia banting stir menjadi pedagang sayur dua tahun terakhir.
Sayurannya biasa masuk pukul 21.00. Pembelian grosir terjadi hingga pukul 03.00. “Biasanya kalau sudah jam 03.00 sudah tinggal sisa yang kami punya,” kata Destri.
Setiap hari ia akan menerima pesan dari pelanggannya sayuran apa saja yang dibutuhkan besok. Ditunjukkannya pesan dari sebuah rumah sakit yang masuk di WhatsApp (WA). Tertulis buncis 30 kilogram (kg), kol 40 kg. Lalu dari pemasok supermarket, seperti sawi putih 70 kg,tomat 70 kg, dan seterusnya. Ia lalu menghubungi pedagang pegumpul di Karo memastikan pasokannya ada.
Para pembeli memilih langsung ke grosir karena selain harganya lebih murah juga lebih segar.
Sarianta beru Sembiring (58), pemilik Rika Catering, di Jalan Ngumban Surbakti, sudah menjadi pelanggan pasar induk sejak pasar berdiri. “Sebelum pandemi, setiap hari saya ke sini karena setiap hari ada pesta orang Karo. Sekarang hanya dua kali seminggu. Pesta hanya ada di Sabtu-Minggu,” kata Sarianta sambil memantau buruh angkut memasukkan belanjaannya ke mobil.
Ia pun harus memutus kerja tujuh karyawan. Sekarang ia menjalankan katering hanya dibantu enam orang anak dan menantunya.”Selalu ada pesanan tiap hari tapi tidak banyak seperti dulu,” kata dia.
Namun, Ronald Sihombing (42) justru berani membuka kedai sayur di masa pandemi melayani kebutuhan rumah tangga. Ia membuka di Jalan Setiabudi Medan setahun terakhir, perluasan dari kedai sayur yang sudah dibuka di Kompleks Pemda, yang sudah berjalan 12 tahun. Ia juga membuka pemesanan secara melalui telepon/WA dan melalui toko daring.
Baca juga : Tak Jadi PHK, Malah Tambah Kerja karena Digitalisasi
Saban hari ia berbelanja di Pasar Induk setelah berbelanja ikan di pusat perdagangan ikan di Cemara dan Belawan menggunakan mobil bak terbuka. Sebentar saja mobilnya sudah dipenuhi sayuran.
Menurut Kepala Pasar Induk Sayur dan Buah Lau Chi Sedia Ginting 80 persen produk di pasar induk produksi Sumut. Sisanya dari luar daerah seperti bawang merah dari Brebes, buah naga meskipun ada produksi di Sumut, banyak buah datang dari Jawa. Hanya sejumlah kecil komoditas yang impor.
Saat ini, secara keseluruhan diperkirakan penurunan transaksi masih 10 persen dibandingkan saat normal sebelum pandemi. (Sedia Ginting)
Diresmikan pada 19 Juni 2015, ada 800-900 pedagang yang berjualan di sana, tergantung musim. “Kalau sedang musim buah tertentu, pedagangnya bertambah,” kata Sedia.
Saat ini dari 3.300 lapak, jika dibandingkan jumlah pedangan, baru terisi sekitar 30 persen meskipun pada praktiknya banyak pedagang yang memiliki atau menempati lebih dari satu lapak.
Setiap hari diperkirakan lebih dari 2.000 ton sayur dan buah yang dibongkar, dengan perputaran transaksi milyaran. “Tergantung harga komoditas sebenarnya. Misalnya pas harga cabai Rp 70.000 per kilogram, tentu nilai transaksi lebih tinggi daripada saat harga cabai Rp 20.000 per kg,” tambah dia. Saat ini, secara keseluruhan diperkirakan penurunan transaksi masih 10 persen dibandingkan saat normal sebelum pandemi.
Pemko Medan mulai mendorong para pedagang melakukan transaksi digital. (Tengku Maya Madina)
Seperti kebanyakan pasar tradisional di Medan yang semrawut dan beberapa bagian becek, demikian juga Pasar Induk Sayur dan Buah Lau Cih. Namun Sedia menjamin keamanan di pasar. “Keunggulan kami adalah aman,” katanya. Tidak ada pedagang dan pembeli mengeluhkan kehilangan barangnya.
Di Medan total terdapat 53 pasar tradisional termasuk pasar induk sayur dan buah itu. Total ada 22.000 tempat berjualan.
Selain penjualan grosir sayur dan buah di Lau Cih, pusat perdagangan ikan asing dan ikan kering di Medan ada di Pusat Pasar Medan. Sedangkan ikan segar ada di TPI Belawan dan TPI Cemara. Pasokan ikan datang dari perairan Sumut hingga Aceh.
Adapun daging dan ayam, juga sembako lainnya, dipasok oleh pedagang besar yang ada di tiap-tiap pasar. Perdagangan ikan dan daging kini tengah dirintis juga di Pasar Induk Lau Cih.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PD Pasar Kota Medan Tengku Maya Madina memperkirakan transaksi perdagangan di pasar-pasar tradisional di Medan bisa mencapai satu triliun per hari, termasuk transaksi sandang dan kebutuhan lainnya. Apalagi terdapat pula belasan pasar tradisional yang dikelola swasta yang sudah bekerjasama dengan Pemko Medan maupun yang belum.
Selain untuk memasok pangan bagi 2,24 juta penduduk Medan dan jasa makan-minum yang menjamur di Medan, pangan yang dikumpulkan di Medan juga dikirim ke banyak daerah di luar Sumut, bahkan ekspor.
Saat ini Pemko Medan mulai mendorong para pedagang melakukan transaksi digital. Selain mengikuti kemajuan teknologi, ini juga mengurangi interaksi selama pandemi. Sejauh ini tidak ada pasar di Medan yang ditutup karena Covid-19, meskipun Maya mengakui banyak pedagang juga pembeli yang tidak tertib dengan protokol kesehatan.
Baca juga : Kasus Meningkat, Protokol Kesehatan di Sumut Diperketat
Badan Pusat Statistik melaporkan, meskipun pada triwulan I 2021 pertumbuhan ekonomi di Sumut terkontraksi 1,85 persen, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap tumbuh 0,05 persen. Pada triwulan pertama tahun ini, ekspor makanan dan minuman juga meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Impor makanan dan minuman juga meningkat dibandingkan triwulan IV tahun lalu.
Adapun struktur lapangan kerja pada Februari 2021 untuk sektor akomodasi dan makan minum tumbuh 7,34 persen dibandingkan Agustus 2020. Mereka yang bekerja di sektor pertanian juga tumbuh 5,37 persen.
Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas Medan Posman Sibuea mengatakan ada pertumbuhan positif pada sektor pertanian, perikanan, dan peternakan meskipun sedang pandemi. Hal ini menunjukkan sektor pangan benar-benar menjadi tulang punggung perekonomian.
Ketertarikan warga pada pangan lokal juga semakin baik. Meskipun konsumsi terigu meningkat, konsumsi umbi-umbian juga naik. Adapun konsumsi beras di Sumut turun dari 120 kg per kapita per tahun menjadi 110 kg per kapita per tahun.
Hal yang positif lainnya adalah banyak anak muda masuk ke dunia pangan di sektor hilir difasilitasi oleh semakin mudahnya layanan teknologi. Oleh karena itu pemerintah perlu mendorong dengan memberikan bantuan perangkat teknologi agar ketertarikan anak muda pada sektor pangan makin meningkat.
Agar anak muda juga tertarik masuk ke sektor hulu, pemerintah juga perlu membangun infrastruktur seperti irigasi dan jalan dan subsidi sarana produksi yang memadahi seperti pupuk dan bibit unggul, selain juga teknologi.
Dengan demikian, di piring makanan, akan semakin banyak produk lokal yang disantap dan semakin banyak orang kebagian rejeki.