Pemerintah Buka Posko Aduan bagi Korban Dugaan Pelecehan Seksual di Batu
Pemkot dan kepolisian membuka posko pengaduan bagi korban kasus dugaan kekerasan seksual, penganiayaan, dan atau eksploitasi ekonomi yang terjadi di SMA SPI, Kota Batu, Jatim.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Pemerintah Kota Batu bersama Kepolisian Resor Batu dan Kepolisian Daerah Jawa Timur mendirikan posko pengaduan bagi korban kasus dugaan kekerasan seksual, penganiayaan, dan atau eksploitasi ekonomi yang diduga dilakukan oleh JP, pendiri Sekolah Menengah Atas Selamat Pagi Indonesia atau SMA SPI di Batu.
Posko yang dilengkapi dengan nomor telepon (hotline) itu berada di Markas Kepolisian Resor Batu. ”Benar (pendirian posko laporan bagi korban kasus dugaan pelecehan di SMA SPI),” ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko saat dikonfirmasi dari Malang, Jumat (4/6/2021).
Namun, lanjut Gatot, ranah penyidikan tetap berada pada Direktorat Kriminal Umum Polda Jatim. Sejak dibuka dua hari lalu, hingga kini belum ada korban yang melapor ke posko. ”Banyak yang menghubungi nomor hotline, tapi yang melapor belum ada,” ucapnya.
Disinggung soal perkembangan proses hukum kasus ini, Gatot mengatakan masih dalam penyidikan. Seperti diketahui, sudah ada 21 pelapor yang mengaku sebagai korban. ”Tim masih bekerja,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu MD Furqon mengatakan, ada arahan dari Kepala Polri agar Polda Jatim membentuk posko terkait dengan kasus ini.
Arahan itu langsung ditindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan dengan Kepala Polres Batu Ajun Komisaris Catur C Wahyono, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko, dan DP3AP2KB. Seusai pertemuan itu langsung dibentuk posko berikut pelayanan hotline.
Adapun yang terlibat di posko ialah tim dari DP3AP2KB, Dinas Sosial, dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Batu. ”Kalau jumlah (yang sudah menghubungi) belum bisa kami sampaikan demi menjaga kondisi psikis mereka, bagaimana mereka bisa menjalani proses hukum, dan lainnya,” ujar Furqon.
Disinggung soal proses pembelajaran di SMA SPI setelah kasus ini mencuat dan hal yang akan dilakukan Pemkot Batu, Furqon mengatakan, sekolah itu berada di bawah naungan Pemprov Jatim sehingga yang paham mengenai langkah-langkah selanjutnya adalah pemerintah provinsi.
Sebelumnya, pada 2 Juni 2021, DP3AP2KB Kota Batu mendampingi Komisi E DPRD Jatim, Dinas Pendidikan Jatim, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan Jatim, dan Dinas Tenaga Kerja Jatim mengunjungi SMA SPI.
Saat itu Sekretaris Dinas Pendirikan Jatim Ramliyanto mengatakan, ada beberapa hal yang ia lakukan, salah satunya berkoordinasi dengan pihak sekolah guna menjamin keberlangsungan proses belajar-mengajar. Selain itu, berupaya menjamin agar anak-anak tidak takut, trauma, dan memiliki semangat belajar.
Selama ini sebenarnya evaluasi sudah dilakukan. Terkait dengan kurikulum, sejauh ini tidak ada pelanggaran.
Dinas Pendidikan Jatim juga akan mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan kurikulum di tempat itu. Jika ada hal yang menyimpang dari aturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi akan dilakukan evaluasi dan diperbaiki.
”Selama ini sebenarnya evaluasi sudah dilakukan. Terkait dengan kurikulum, sejauh ini tidak ada pelanggaran. Apa yang dilakukan SMA SPI merupakan sekolah double track—sesuai program Pemprov Jatim—yakni SMA dengan kurikulum regular 2013, tetapi siswanya juga diberi tambahan keterampilan teknis,” kata Ramliyanto.
Pada Jumat sore Kompas kembali mencoba menghubungi pihak sekolah guna menanyakan bagaimana keberlangsungan proses pembelajaran di tempat itu, tetapi belum berhasil. Kepala SMA SPI Risna Amalia Ulfa tidak mengangkat telepon ataupun merespons pesan Whatsapp.
Sebelumnya, kuasa hukum pihak sekolah, Recky Bernardus & Partner’s, dalam siaran pers yang diberikan kepada awak media, menanggapi tuduhan yang disangkakan kepada JP terkait dengan kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi.
Recky menyatakan, laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti semua proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pihaknya juga meminta semua pihak dapat menghormati proses hukum yang berjalan dengan tidak mengeluarkan pendapat atau opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kliennya (Kompas.id, 2/6/2021).