Kala Amarah Bupati Alor Berujung pada Pengurangan Dukungan...
Luapan emosi Bupati Alor Amon Djobo terkait distribusi bantuan sosial bagi warga Alor, NTT, yang terdampak bencana perlu jadi perhatian. Seperti yang dialami Amon, dukungan PDI-P terhadap dirinya pun dicabut.
Publik di jagat media sosial kembali dipertontonkan arogansi perilaku pejabat negara. Dalam video berdurasi 3 menit 9 detik yang viral di media sosial itu tampak Bupati Alor Amon Djobo memarahi dua anggota staf Kementerian Sosial.
Dalam percakapan terungkap Amon juga mencaci maki Menteri Sosial Tri Rismaharini yang dianggap tidak memahami pola penyaluran bantuan. Ia menilai, bantuan yang dipahaminya berasal dari Program Keluarga Harapan (PKH) tidak semestinya disalurkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Alor, tetapi melalui eksekutif.
Dalam percakapan terungkap Amon juga mencaci maki Menteri Sosial Tri Rismaharini yang dianggap tidak memahami pola penyaluran bantuan.
”Mulutnya lebih cepat dari pikiran, pejabat apa model begitu, menteri model apa model begitu,” kata Amon dalam video tersebut.
Risma pun menepis pernyataan Amon yang menyebut bantuan itu berasal dari PKH. Menurut dia, bantuan yang dimaksud adalah bantuan untuk korban bencana. Terkait penyaluran melalui Ketua DPRD Alor Enny Anggrek, langkah itu diambil karena dia yang bisa dihubungi untuk menyalurkan bantuan. Sementara pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Alor tidak ada yang terhubung akibat jaringan seluler yang terputus karena bencana siklon tropis Seroja.
Baca juga : Korban Bencana di Alor Kesulitan Makanan dan Air Bersih
Imbas dari kejadian itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang menjadi salah satu partai pendukung Amon saat Pilkada 2018 mencabut dukungan dan rekomendasinya. Ini disebabkan Amon menyerang dua kader PDI-P yang kini menduduki jabatan Menteri Sosial dan Ketua DPRD Alor. Adapun dalam struktural partai, Risma merupakan Ketua Bidang Kebudayaan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P dan Enny adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI-P Alor.
Pencabutan dukungan itu dilakukan melalui Surat DPP No 2922/IN/DPP/VI/2021 yang ditandatangani Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto. Surat pencabutan dukungan dilakukan karena DPP PDI-P pada November 2017 mengeluarkan rekomendasi dukungan kepada Amon untuk berkontestasi pada Pilkada Alor 2018.
”Melalui surat pencabutan dukungan ini, DPP juga menginstruksikan kepada DPC PDI-P Alor untuk berkoordinasi dengan seluruh jajaran Fraksi PDI-P di DPRD untuk mengambil sikap terhadap bupati dalam proses penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Alor,” kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi PDI-P dari daerah pemilihan Flores, Lembata, dan Alor, Andreas Hugo Pareira, di Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Menurut dia, perilaku Bupati Alor yang memaki Menteri Sosial Risma dan Ketua DPRD Alor Enny dianggap sangat tidak pantas dilakukan. Apalagi, ada kekerasan verbal berupa kata-kata makian disertai ancaman yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat negara setingkat bupati.
Baca juga : Mama Alor Menolak Bansos Covid-19
Sebagai bupati, menurut Andreas, Amon seharusnya menjadi panutan masyarakat, bukan justru mempertontonkan kebrutalan temperamen dan emosi yang tidak terkendali. Apalagi, perilaku seperti itu sebelumnya pernah dilakukan Amon kepada seorang perwira menengah Komando Daerah Militer IX Udayana berpangkat kolonel. Sanksi yang diberikan oleh PDI-P ini diberikan agar menjadi perhatian para pejabat negara untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Meskipun Amon kemudian meminta maaf kepada Risma setelah video itu viral, lanjut Andreas, surat pencabutan dukungan tetap berlaku. Kini, PDI-P Alor tidak lagi bersama dengan Amon dan memilih jalan sebagai oposisi.
Sebagai bupati, Amon seharusnya menjadi panutan masyarakat, bukan justru mempertontonkan kebrutalan temperamen dan emosi.
Hingga Kamis (3/6/2021), Amon mengaku belum menerima surat penarikan dukungan dan rekomendasi tersebut langsung dari PDI-P. Ia menghormati keputusan itu karena merupakan hak PDI-P. ”Sah-sah saja kalau PDI-P mencabut dukungan,” kata Amon, dikutip dari Kompas.com (3/6/2021).
Menurut bupati yang telah menjabat selama dua periode itu, pencabutan dukungan tersebut tidak memengaruhi jabatan bupati yang saat ini sedang diembannya. Sebab, masih ada 14 kursi di DPRD Alor yang masih mendukung posisinya sebagai kepala daerah.
Baca juga : Alor Pilih Lanjutkan Program Kenyang, Sehat, dan Cerdas
Akan tetapi, Amon menyayangkan kebersamaan dengan PDI-P yang sudah lama terbangun harus terhenti hanya karena sebuah video yang viral. Dia juga menyesalkan sikap PDI-P yang terpengaruh dengan rekaman video yang diunggah secara tidak utuh karena hanya merekam saat amarahnya memuncak tanpa memperhatikan substansi persoalan.
Amon menjelaskan, dalam video tersebut, dirinya sama sekali tidak menyudutkan atau menyebutkan nama PDI-P. Apalagi, kemarahannya itu lantaran adanya kesalahan dalam tata kelola penyaluran bantuan kepada korban bencana yang dilakukan Kemensos.
”Harusnya video itu ditampilkan secara utuh, bukan hanya saat saya marah. Sebab, setelah selesai marah, kami saling memaafkan,” ujar Amon.
Ia pun mempertanyakan motivasi di balik orang yang memviralkan video tersebut dan hanya mengunggah bagian ketika dia memarahi kedua anggota staf Kemensos. Ia akan melaporkan pembuat video itu ke kepolisian. ”Karena itu kejadian sudah dua bulan lalu, kenapa baru disebar sekarang. Lagian kami sudah saling memaafkan,” ujarnya.
Dengan hilangnya dukungan dari PDI-P, kini partai politik pendukung Amon di DPRD Alor hingga masa jabatannya berakhir 2023 tinggal enam parpol, yakni Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra.
Dilihat dari komposisi kursi DPRD Alor yang berjumlah 30 kursi, sekarang Amon hanya didukung parpol yang memiliki 14 kursi, berkurang dari sebelumnya 18 kursi. Akibatnya, parpol pendukungnya di legislatif tidak lagi menjadi mayoritas akibat hengkangnya PDI-P yang memiliki empat kursi. Apalagi, kursi ketua DPRD yang merupakan salah satu jabatan strategis juga dipegang wakil rakyat dari partai tersebut.
Meskipun kekuatan PDI-P di Alor tidak terlalu dominan, pencabutan dukungan tetap berpengaruh pada komposisi dukungan di DPRD. (Arya Fernandes)
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes di Jakarta, Jumat (4/6/2021), mengatakan, meskipun kekuatan PDI-P di Alor tidak terlalu dominan, pencabutan dukungan tetap berpengaruh pada komposisi dukungan di DPRD. Sebab, partai pendukung tidak lagi mayoritas sehingga Amon perlu membangun komunikasi dengan parpol lain untuk mengamankan posisinya di legislatif.
Setidaknya perlu dua kursi lagi untuk membuat suara parpol pendukung mayoritas sehingga pengambilan keputusan lebih mudah. ”Cukup sulit untuk menggoyang bupati, kemungkinan PDI-P setelah ini akan memainkan peran sebagai oposisi,” katanya.
Pengajar Komunikasi Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, mengatakan, kemarahan adalah sesuatu yang manusiawi, tetapi konteksnya harus bisa mengatasi masalah. Apalagi, kepala daerah dan menteri harus bisa saling menjaga kehormatan di publik.
”Kehormatan Risma dan Amon menjadi variabel penting. Apakah kemarahan itu hanya untuk mempermalukan atau ingin mencari solusi. Jika mencari solusi, sebaiknya diselesaikan melalui komunikasi organisasi,” ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, pejabat publik semestinya bisa menjaga etika dalam berkomunikasi. Komunikasi sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih elegan secara pribadi, bukan mengedepankan kemarahan di depan umum. ”Jangan sampai kemarahan menjadi penanda bahwa pejabat publik bekerja,” kata Gun Gun.