Diduga Beracun, Semburan Lumpur di Cirebon Dikunjungi Warga
Semburan lumpur di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengundang perhatian warga. Padahal, semburan itu diduga beracun dan berbahaya.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Semburan lumpur di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diduga beracun. Selain baunya menyengat, sejumlah hewan juga ditemukan mati di sekitarnya. Meski demikian, warga ramai mengunjungi tempat tersebut.
Pantauan Kompas, Kamis (3/6/2021) siang, semburan lumpur itu berada dalam lubang dengan diameter 5 meter dan panjang sekitar 7 meter. Dari kawah tersebut tampak letupan lumpur hingga setinggi 50 sentimeter.
Bau menyengat tercium sekitar 20 meter dari lokasi. Tanpa masker, orang yang berdiri di dekat semburan itu merasa pusing jika berlama-lama. Hawa panas juga terasa, membuat keringat mengucur.
Polisi dan aparat desa setempat memasang pengumuman bertuliskan ”Dilarang mendekati semburan lumpur dari radius 3 meter”. Tali pembatas mengelilingi area tersebut. Di sekitarnya, belasan burung, seekor tikus, katak, dan ular mati.
Meskipun telah dibatasi, warga dari dalam dan luar desa tetap mendatangi semburan lumpur tersebut. ”Saya ke sini karena penasaran. Kan, lagi viral di medsos (media sosial). Kirain bohong, ternyata benar,” kata Mona Susmona (19).
Mona datang bersama keluarga dan tetangganya sekitar 15 orang menggunakan kendaraan roda tiga dari Klangenan, sekitar 17 kilometer dari lokasi. Selain memotret, mereka juga melakukan siaran langsung via gawai. ”Bau banget kayak bensin. Tapi, saya enggak takut,” ucapnya.
Padahal, menurut Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pertambangan dan Air Tanah Cabang Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Jabar Wilayah VII Cirebon Arip Budiman, semburan lumpur itu diduga berbahaya. ”Identifikasi di lapangan, banyak hewan mati. Berarti otomatis ini beracun,” ucapnya.
Namun, seberapa buruk dampak semburan itu terhadap manusia, pihaknya masih akan meneliti. Berdasarkan kunjungan lapangan pada Rabu (2/6/2021), semburan itu diduga mengandung belerang dan H2S (hidrogen sulfida). Suhu di bagian atas semburan mencapai 50 derajat celsius.
Pihaknya telah mengambil sampel air dan batu dari area itu. Sampel dikirim ke laboratorium ESDM di Bandung, Jabar. ”Ini kewenangan pusat (Kementerian ESDM). Biasanya, hasil penelitiannya paling lama satu bulan. Tapi, kami minta ini segera dipercepat,” ungkapnya.
Untuk sementara, pihaknya telah meminta Pemerintah Desa Cipanas melarang warga mendekati semburan lumpur. Adapun letupan di lumpur, lanjutnya, diduga berasal dari magma yang membakar air. Magma itu diduga bersumber dari Ciremai yang merupakan gunung api.
Meski demikian, pihaknya belum bisa memastikan hal tersebut karena Gunung Ciremai yang berada di Majalengka dan Kuningan cukup jauh dari lokasi. Dukupuntang merupakan daerah perbatasan Cirebon-Majalengka. ”Gunung api di wilayah Cirebon hanya Ciremai,” ucapnya.
Kami berharap penelitian semburan lumpur ini ada hasilnya. (Maman Sudirman)
Kuwu (Kepala Desa) Cipanas Maman Sudirman mengatakan, semburan lumpur itu sudah berlangsung puluhan tahun. Bahkan, sebelum ia lahir, sekitar 1970-an. Sebelumnya, lubang semburan lumpur pernah ditutup, tetapi muncul lagi di area tersebut. ”Kalau ditutup, nanti muncul lagi,” katanya.
Pada 1970-an, lanjutnya, dibangun pabrik pasta gigi di sekitar semburan lumpur. Kalsit (mineral berwarna putih dan tanpa warna) yang banyak terdapat di batu alam di wilayah tersebut menjadi bahan baku pasta gigi. Cipanas sendiri merupakan sentra batu alam. Namun, pabrik itu tutup sejak 1980-an.
Menurut Maman, belum ada laporan dampak kesehatan bagi warga dari semburan itu. Apalagi, jaraknya sekitar 200 meter dari permukiman. ”Tapi, warga merasa emasnya cepat rusak, jadi hitam, kalau dekat dengan semburan itu. Kami berharap penelitian semburan lumpur ini ada hasilnya,” ujarnya.