Arsip Kehidupan yang Belum Terungkap di Calon Ibu Kota Negara
Ada temuan artefak bukti aktivitas manusia ribuan tahun silam di kawasan yang tak jauh dari titik yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai calon ibu kota negara baru.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Kawasan PT ITCI Hutani Manunggal di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang menjadi calon lokasi ibu kota negara baru masih menyimpan misteri arsip kehidupan manusia di masa lampau. Arkeolog baru-baru ini menemukan sejumlah artefak penting peninggalan leluhur di sana.
Arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Ruly Fauzi, bergegas mencelupkan temuan timnya ke dalam air. Benda berukuran tak lebih dari 10 sentimeter itu terbalut tanah. Setelah dibersihkan, Ruly meyakini, benda tersebut adalah sebuah artefak. Artinya, ribuan tahun lalu ada manusia yang pernah menghuni goa tersebut dan membuat peralatan dengan teknologi sederhana.
”Ini dari tulang yang dibelah. Kita bisa lihat tulang ini sudah dihaluskan. Ada juga sisa pembakaran di benda ini. Tulang yang dibakar akan lebih awet digunakan,” ujar Ruly, Jumat (28/5/2021).
Itu merupakan salah satu temuan dari ratusan temuan dari hasil ekskavasi di Goa Panglima yang dilakukan 23 Mei-3 Juni. Goa tersebut berada di kawasan konservasi PT ITCI Hutani Manunggal di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, sekitar 5 kilometer dari menara pantau api Soedharmono yang pernah dikunjungi Presiden Joko Widodo saat meninjau lokasi calon IKN.
Goa itu ada di sisi utara Gunung Parong (687 mdpl) yang mempunyai karst sebagai penyedia air untuk wilayah sekitarnya. Goa Panglima berada di ketinggian sekitar 60 meter dari kebun terakhir PT ITCI Hutani Manunggal. Ia berada di sekitar 150 hektar hutan primer yang tak dieksploitasi perusahaan untuk menjaga sumber air.
Arkeologi itu berangkat dari kelampauan, bermuara pada kekinian, dan berproyeksi ke masa depan sebagai pelajaran. (Harry Truman Simanjuntak)
Dari hasil ekskavasi sekitar 1,5 meter, Ruly yang dibantu warga untuk penggalian juga menemukan sisa arang. Hal itu mengindikasikan adanya aktivitas lain manusia, yakni proses pembakaran untuk memasak, membuat peralatan, atau menghangatkan tubuh leluhur di masa silam.
Uniknya, meski berada sekitar 20 kilometer dari hulu Teluk Balikpapan, ditemukan banyak cangkang kerang. Ruly mengatakan, ada beberapa kemungkinan kerang bisa sampai di goa tersebut. Kemungkinan pertama, leluhur manusia di masa itu membawa langsung kerang itu dari pantai atau Teluk Balikpapan.
”Jarak itu untuk manusia sekarang sangat jauh. Namun, kita belum tahu bagaimana daya jelajah leluhur kita di masa lampau,” ujar peraih gelar master bidang prasejarah University of Ferrara, Italia, itu.
Kemungkinan lainnya, kerang itu bisa saja menjadi komoditas yang dipertukarkan antara leluhur di perairan dengan yang berada di pedalaman. Kemungkinan-kemungkinan itu akan dipastikan dengan meneliti usia temuan dan mengaitkan dengan temuan lain. Dari temuan artefak itu, diperkirakan leluhur manusia sudah menghuni goa itu ribuan tahun lalu.
Penelitian lebih lanjut temuan ini akan melengkapi jejak peradaban Kalimantan yang masih banyak belum terungkap. Sebab, di era prasejarah, Kalimantan memiliki posisi penting pergerakan manusia di masa silam.
Jejak arkeologis menunjukkan, penghunian manusia modern pertama (Homo sapiens) di Kepulauan Asia Tenggara sejak 50.000 tahun lalu telah ditemukan di Kalimantan, persisnya di Goa Niah di wilayah Sarawak, Malaysia. Jejak itu juga bisa ditemukan pada lukisan tangan di goa karst Sangkulirang Mangkalihat di Kutai Timur, Kaltim yang merekam perjalanan manusia dalam rentang 50.000-3.500 tahun lalu (Kompas, 28/8/2019).
Bengkel peleburan logam
Jejak leluhur lainnya ditemukan di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku, berupa tungku peleburan logam. Melalui jalan darat, titik temuan ini berada sekitar 23 kilometer ke menara pantau Soedharmono PT ITCI Hutani Manunggal. Arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Harry Octavianus Sofian menyatakan bahwa itu merupakan situs bengkel peleburan logam.
Hal itu terbukti dengan adanya temuan sisa-sisa pembakaran bahan besi yang sudah tak terpakai. Setelah dilakukan ekskavasi atau penggalian arkeologi, Harry menemukan sisa tanah terbakar. Dari penggalian awal ini juga ditemukan saluran pipa udara tungku berdiameter kurang dari 10 sentimeter.
Indikasi peleburan logam diperkuat dengan ditemukannya flux, semacam bahan aditif yang biasanya terbuat dari batu gamping untuk menurunkan suhu ketika proses pembakaran.
”Ditemukan juga laterit, bahan dasar untuk pembuatan besi. Bahan tersebut merupakan tanah yang sudah hilang unsur haranya sehingga yang tersisa hanya kandungan besi. Bahan itulah yang digunakan untuk membuat besi,” ujar Harry.
Temuan ini mengindikasikan bahwa di sana pernah terdapat industri peleburan logam, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan lokal. Seperti temuan serupa sebelumnya, peleburan logam ini dekat dengan sumber air, letaknya sekitar 30 meter dari sungai kecil di Kelurahan Maridan.
Sebelumnya, peleburan logam ditemukan di hulu Sungai Barito di Kalimantan Tengah. Tungku peleburan logam tersebut paling lama dari abad ke-9 masehi dan paling muda abad ke-19 masehi. Temuan terbaru di Kelurahan Maridan ini akan diteliti usianya melalui pertanggalan karbon.
Dari sana, narasi manusia dan alam di Kalimantan pada masa silam akan terangkai. Hal ini akan melengkapi penemuan sebelumnya dan dikaitkan dengan ke-Indonesiaan. Ketua tim peneliti, Harry Truman Simanjuntak, mengatakan, penelitian arkeologi ini juga melibatkan antropolog, biolog, dan bidang ilmu lain untuk melengkapi hasil penelitian arkeologi di sekitar kawasan IKN.
Penelitian ini direncanakan berjalan hingga 2023 yang hasilnya akan dijadikan rekomendasi kepada pemerintah saat membangun ibu kota negara baru kelak. Truman menjelaskan, sangat memungkinkan di pinggiran zona inti calon ibu kota baru ada hutan dengan nilai sejarah yang bisa dikembangkan.
Dengan adanya temuan awal itu, Truman akan berkomunikasi kepada pemerintah agar wilayah yang memiliki nilai sejarah tetap dipertahankan, dirawat, dan dilestarikan. Selain itu, ia merekomendasikan tinggalan di sekitarnya bisa dijadikan objek wisata dengan penataaan yang profesional dengan pelibatan masyarakat sekitar.
”Arkeologi itu berangkat dari kelampauan, bermuara pada kekinian, dan berproyeksi ke masa depan sebagai pelajaran,” ujar Truman.