6 Bulan Tak Terima Honor, Petugas Isolasi Covid-19 di Sultra Terpaksa Berutang
Sebanyak 39 petugas, terdiri dari tenaga kesehatan, petugas keamanan, dan petugas kebersihan, RS Covid-19 di bawah Pemprov Sultra, belum mendapatkan honor selama enam bulan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sebanyak 39 tenaga kesehatan, petugas keamanan, hingga petugas kebersihan di Rumah Sakit Covid-19 Sulawesi Tenggara belum mendapatkan bayaran selama enam bulan terakhir. Mereka harus berutang untuk memenuhi kebutuhan harian. Pemerintah provinsi beralasan aturan untuk pembayaran honorarium masih diasistensi pemerintah pusat.
Tenaga kesehatan, petugas keamanan, dan petugas kebersihan yang belum mendapatkan bayaran ini bertugas di bekas SMA Angkasa, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Lokasi ini diubah menjadi salah satu pusat isolasi mandiri Covid-19 oleh Pemerintah Provinsi Sultra.
”Sejak Januari 2021 kami belum dibayar. Sebelum itu terlambat paling satu bulan, sekarang enam bulan. Kami pusing memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata seorang tenaga kesehatan yang tidak ingin namanya disebutkan, di Kendari, Kamis (3/6/2021).
Dia menuturkan, dirinya bertugas sebagai tim perawat pasien Covid-19 sejak Juni 2020. Mendaftar secara resmi, ia lolos bersama 31 tenaga kesehatan lainnya, baik perawat, analis kesehatan, maupun bidan. Mereka bekerja merawat pasien, memenuhi kebutuhan harian, dan mengawasi kondisi kesehatan selama sehari penuh. ”Masuk pukul 08.00, pulang pukul 08.00. Istirahat sehari, besok masuk lagi,” ucapnya.
Setiap bulan ia digaji Rp 5 juta yang ditransfer ke rekeningnya. Sementara itu, petugas keamanan dan kebersihan digaji Rp 2,5 juta per bulan. Namun, sejak enam bulan terakhir gaji yang menjadi tumpuan hidup satu-satunya itu tidak kunjung diterima. Di awal tahun, anggaran memang sering tersendat karena persoalan administrasi. Mereka dijanjikan pembayaran pada Maret.
”Sampai Maret tidak ada juga pembayaran. Kami hanya disuruh menandatangani slip gaji Januari-Maret. Katanya menunggu di April. Sampai April disuruh sabar sampai habis Lebaran. Ini sudah bulan Juni, tidak ada kejelasan,” tuturnya.
Karena kondisi itu, selama enam bulan terakhir ia harus meminjam uang kepada keluarga, teman, dan sanak saudara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi, menjelang Lebaran lalu, kebutuhan melonjak. ”Sampai beli pembalut pun harus mengutang kami ini,” ucapnya.
Seorang petugas keamanan di rumah sakit itu menuturkan, ia dan rekan-rekannya yang berjumlah total enam orang juga belum mendapatkan bayaran pada periode yang sama. Padahal, rekan-rekan petugas keamanan di posko Satgas Covid-19 telah mendapatkan bayaran.
”Info yang kami terima, peraturan gubernur yang mengatur hal ini belum tuntas. Katanya ada di Kementerian Dalam Negeri dan menunggu pengesahan. Tetapi, yang dipertanyakan teman-teman, sampai kapan menunggunya? Selama ini tidak ada kejelasan,” ujarnya.
Karena itu, ia melanjutkan, para petugas di lokasi isolasi ini mengharapkan adanya upaya pemerintah memberikan kejelasan pembayaran. Sebab, para tenaga kesehatan, keamanan, hingga petugas kebersihan mempunyai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehari-hari.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sultra Usnia menjelaskan, pihaknya tidak pernah menunda pembayaran terhadap para tenaga kesehatan ataupun petugas lain yang berjibaku dalam penanganan Covid-19. Akan tetapi, dasar aturan pembayaran honor saat ini belum mendapatkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.
”Sultra itu, kan, ketok palu pengesahan APBD April lalu. Setelahnya ada peraturan gubernur terkait APBD untuk pembayaran honorarium itu yang diasistensi oleh biro hukum, kemudian pertengahan Mei lalu dikirim ke Kemendagri. Kami tinggal menunggu persetujuan itu untuk membayarkan. Bukan menahan, tapi dasar aturannya belum ada,” kata Usnia.
Di masa anggaran 2021 ini, ia menuturkan, aturan terkait dengan dana penanganan Covid-19 diperiksa dengan ketat. Ia bersama jajaran mengupayakan agar semua proses dipatuhi, sembari operasionalisasi tetap berjalan normal.
”Kami sudah beri tahu agar sabar dulu, tunggu sampai ada aturan keluar. Kami juga tidak mau mereka tidak dibayarkan haknya, apalagi dipotong. Tapi, sampai sekarang belum ada aturan. Kalau kami bayarkan, kami diperiksa, itu akan jadi temuan,” ucap Usnia.
Pemprov Sultra pada 2021 menganggarkan penanganan Covid-19 sebesar Rp 50 miliar. Anggaran itu dialokasikan untuk tiga sektor utama, yaitu kesehatan, pemulihan ekonomi, dan bantuan sosial. Jumlah ini berkurang jauh dari anggaran penanganan Covid-19 tahun 2020 yang mencapai Rp 400 miliar.
Di tengah kondisi itu kasus dugaan korupsi pengadaan alat usap reaksi rantai polimerase (PCR) oleh oknum di Dinkes Sultra tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Kendari. AH, seorang pejabat pelaksana teknis kegiatan di Dinkes Sultra, bersama dua orang dari perusahaan swasta penyedia alat PCR menjadi terdakwa. AH disangka menerima suap Rp 340 juta, dari total pengadaan alat PCR senilai Rp 3,1 miliar.