Penularan Wabah Melonjak Tajam, Kepri Mulai Berbenah
Di Kepulauan Riau, satu bulan belakangan, kasus positif Covid-19 bertambah 21 persen dan jumlah kematian bertambah 43 persen. Situasi itu mendorong pemerintah daerah membenahi sejumlah aspek penanganan wabah.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 di Kepulauan Riau bertambah 21 persen dan jumlah kematian bertambah 43 persen dalam satu bulan belakangan. Situasi itu mendorong pemerintah daerah lebih cepat berbenah, terutama dalam hal penyelenggaraan karantina terpadu dan pemeriksaan sampel usap.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Rabu (2/6/2021), mengatakan, tantangan penanganan Covid-19 kini semakin berat dengan ditemukannya varian baru B.1.525 dan B.1.1.7. Meski demikian, ia berharap pemerintah daerah dapat terus bekerja meningkatkan kapasitas pemeriksaan dan perawatan pasien.
”Sekarang, penanganan Covid-19 harus dilakukan lebih cepat dan disiplin. Untuk itu, perlu peran aktif unit pemerintahan terkecil hingga level RT/RW,” kata Ansar saat membuka seminar daring mengenai kajian epidemiologi Covid-19.
Pada 27 Mei, Ansar meminta para ketua RT/RW mendorong pasien tanpa gejala untuk menjalani karantina di lokasi khusus yang tersedia di setiap kabupaten/kota. Karantina mandiri dinilai kurang efektif menekan penularan, mengingat penularan terus meningkat tajam dalam satu bulan belakangan.
Sepanjang Mei, kasus positif di Kepri bertambah 21 persen dari 11.499 orang menjadi 13.922 orang. Jumlah kematian juga ikut bertambah 43 persen dari 268 jiwa menjadi 384 jiwa. Adapun Batam menjadi sorotan khusus karena 42 persen kasus positif Kepri berada di kota tersebut.
Warga banyak yang mengeluh pemeriksaan sampel usap bisa makan waktu 10-14 hari. (Rudi Chua)
Wakil Gubernur Kepri Marlin Agustina mengatakan, kini terdapat 2.876 posko pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dibentuk di Batam. Ia berharap posko itu dapat digunakan secara maksimal sesuai dengan fungsinya untuk menyosialisasikan protokol kesehatan di lingkungan RT/RW.
Kerusakan alat
Sementara itu, sejak 25 Mei, pemeriksaan sampel usap pasien dalam pengawasan di Kepri terkendala karena empat dari enam alat tes metode reaksi berantai polimerase (PCR) rusak. Akibatnya, sampel usap warga menumpuk dan waktu pengujian molor menjadi 10-14 hari.
Kepala Dinas Kesehatan Kepri Mohammad Bisri mengatakan, empat alat PCR itu rusak karena ”kelelahan” setelah dipakai terus-menerus mengetes ratusan sampel per hari. ”Namun, saat ini dua yang rusak sudah selesai diperbaiki dan dapat digunakan kembali,” ucapnya.
Dua alat PCR yang telah rampung diperbaiki itu berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raja Ahmad Tabib di Tanjung Pinang. Adapun dua alat PCR lain yang masih rusak berada di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I di Batam.
Kepala BTKLPP Kelas I Batam Budi Santosa mengatakan, dua alat PCR yang masih beroperasi kini masih dapat digunakan untuk menguji 280 sampel usap per hari. Padahal, jumlah sampel yang masuk per hari tidak kurang dari 580 sampel usap.
Anggota Komisi II DPRD Kepri, Rudi Chua, meminta Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kepri segera menyelesaikan perbaikan dua alat PCR yang masih rusak. Berkurangnya kapasitas pemeriksaan sampel usap dinilai sangat menghambat upaya penanganan wabah.
”Warga banyak yang mengeluh pemeriksaan sampel usap bisa makan waktu 10-14 hari. Itu bahaya sekali. Selama menunggu itu seorang pasien positif bisa menularkan ke banyak orang,” kata Rudi.